Ir. Ciputra bukan hanya dikenal sebagai pengusaha properti visioner, tetapi juga sebagai sosok yang menjadikan reputasi pribadi sebagai fondasi integritas bisnis. Dalam perjalanan panjangnya membangun Ciputra Group, ada satu momen penting yang menjadi titik baliknya, yakni keputusan mengganti nama PT CHI menjadi Ciputra Development pada tahun 1994, bertepatan dengan langkah perusahaan masuk ke Bursa Efek Indonesia.
Keputusan ini sempat menuai teguran dari beberapa pihak. Mereka menganggap penggunaan nama pribadi untuk perusahaan sebesar itu bisa menimbulkan risiko besar.
“Pak Ciputra, kenapa harus ganti nama perusahaan. Jangan pakai nama Bapak sebagai nama perusahaan. Itu rentan sekali, Pak. Nanti kalau ada apa-apa, Bapak akan dikejar-kejar orang,” tutur Ciputra menirukan perkataan seseorang kepadanya waktu itu, sebagaimana dikutip Olenka dari buku Ciputra: The Entrepreneur, The Passion of My Life karya Alberthiene Endah, Senin (28/7/2025).
Namun, dengan keyakinan penuh, Ciputra justru melihatnya sebagai dorongan moral untuk menjaga kualitas dan integritas perusahaannya.
“Justru itu, Pak. Dengan menaruh nama saya untuk nama perusahaan, saya jadi terpacu untuk bekerja sungguh-sungguh dan minim kesalahan. Karena saya harus menjaga reputasi saya,” jawab Ciputra kala itu.
Dijelaskan Ciputra, langkah ini menjadi simbol filosofi hidup dan kerjanya, yakni membangun dengan nama baik, bukan sekadar mencari keuntungan. Setelah itu, Ciputra Development terus melaju.
Pada 1999, PT Ciputra Surya, yang menaungi proyek Citraland Surabaya, juga melantai di Bursa Efek. Memasuki era milenium, berbagai proyek strategis pun dikembangkan, seperti Citra Garden Lampung, Citra Garden Manado, dan Citra Garden Banjarmasin.
Dikatakan Ciputra, puncak dari pencapaian ini adalah peluncuran Ciputra World Surabaya pada 2007, yakni sebuah kompleks superblok yang menyatukan hotel, pusat perbelanjaan, perkantoran, dan apartemen dalam satu kawasan prestisius.
“Yang sangat membanggakan, pada tahun 2007, kami meluncurkan Ciputra World Surabaya. Sebuah kompleks terpadu yang berisikan hotel, mal besar, gedung perkantoran, dan apartemen. Sukses luar biasa,” terangnya.
Kesuksesan ini kemudian dilanjutkan dengan Ciputra World Jakarta, yang lebih ambisius dengan tambahan museum dan gedung seni di dalamnya.
Inovasi Ciputra tak berhenti di proyek hunian dan komersial. Tahun 2011, mereka memperluas kiprah ke sektor kesehatan dengan meresmikan Ciputra Hospital di Citra Raya, Tangerang. Di tahun yang sama, Ciputra World Surabaya Mall juga diluncurkan. Ekspansi terus berlanjut ke kota-kota lain seperti Cirebon dan Bali.
Baca Juga: Dulu Dianggap Kawasan ‘Hitam’, Begini Kisah Sukses Ciputra Bangun Pusat Perbelanjaan di Grogol
Mimpi Mewujudkan Orchard Road di Jakarta
Nama Ciputra Group hari ini dikenal sebagai salah satu raksasa properti di Indonesia, menaungi berbagai anak perusahaan dengan proyek berskala nasional dan internasional. Namun, pertumbuhan gemilang ini bukan semata karena sosok Ciputra sendiri yang terus memimpin dari depan.
Justru sebaliknya, Ciputra sendiri melihat bahwa kekuatan utama Ciputra Group terletak pada timnya, yakni para pejuang yang tumbuh bersama perusahaan dan menjelma menjadi motor penggerak inovasi.
“Ciputra Group akhirnya berkembang pesat bukan lantaran saya terus memotivasi dan mencetuskan ide. Tidak. Tapi para pejuang itulah yang menumbuhkan diri mereka menjadi sumber-sumber ide dan penggerak energi,” terang Ciputra.
Dijelaskan Ciputra, dirinya menyaksikan sendiri bagaimana orang-orang di sekelilingnya berkembang setelah ditempa bertahun-tahun menghadapi proyek-proyek sulit. Adapun kata dia, tiga nilai utama menjadi fondasi mereka adalah integritas, profesionalisme, dan entrepreneurship.
“Di era milenium, saya banyak menjadi pengamat bagaimana mereka bergerak bagaikan mesin bertenaga penuh yang haus akan produksi,” beber Ciputra.
Namun kata Ciputra, tak semua impian bisa diraih secepat proyek-proyek komersial biasa. Ia pun memahami bahwa ada mimpi-mimpi besar yang memerlukan waktu panjang, konsistensi, dan kesetiaan untuk merawatnya. Dan, salah satu impian itu adalah proyek Ciputra World Jakarta, yang kini berdiri megah di Jalan Prof. Dr. Satrio.
Kisahnya berawal di awal dasawarsa 1990-an. Saat itu, Ciputra sedang gencar mengembangkan berbagai proyek, tetapi diam-diam, ia memupuk sebuah mimpi pribadi yang terinspirasi dari Orchard Road di Singapura, sebuah kawasan yang memadukan fungsi komersial, rekreasi, dan hunian secara harmonis, diiringi atmosfer yang nyaman bagi para pejalan kaki.
“Orchard Road di Singapura menurut saya sangat istimewa. Sebuah jalan yang dilengkapi pedestrian di mana orang-orang yang melintasinya merasa bagai rekreasi karena begitu apiknya kondisi sekitarnya,” kenangnya.
Sebagai penggemar travelling dan pengamat lingkungan urban, Ciputra pun kerap mencatat elemen-elemen penting yang membuat suatu kawasan menjadi hidup.
Ia membayangkan Jakarta memiliki versi Orchard Road-nya sendiri, yakni kawasan yang menyatukan mal, gedung perkantoran, apartemen, hotel, hingga ruang seni, tempat orang bisa bekerja, berbelanja, bersantai, atau sekadar berjalan kaki menikmati kota. Banyak yang menganggap gagasan itu terlalu ambisius, bahkan utopis. Tapi, tidak bagi Ciputra dan timnya.
“Saya memimpikan bisa menciptakan Orchard Road di Jakarta. Dan saya melihat area di Jalan Prof. Dr. Satrio sebagai titik yang pas,” ungkapnya.
Baca Juga: Integritas, Profesionalisme, Entrepreneurship dan Rahasia Kesuksesan Ciputra
Lika-liku Lahirnya Ciputra World dan Transformasi Sang Anak
Banyak orang melihat kesuksesan Ciputra World Jakarta sebagai buah dari strategi bisnis canggih dan eksekusi properti kelas dunia. Namun, sedikit yang tahu bahwa proyek ikonik itu bermula dari mimpi dan keyakinan seorang Ciputra terhadap sebuah kawasan padat penduduk yang belum bernama, bahkan Jalan Prof. Dr. Satrio saat itu belum ada.
“Saya hanya melihat sebuah kawasan perkampungan padat penduduk di dekat Jalan Jenderal Sudirman. Saya pikir, suatu saat kawasan ini akan menjadi area penting dan terkenal di Jakarta,” kenang Ciputra.
Di awal 1990-an, kawasan yang kini menjadi salah satu poros utama ibu kota hanyalah labirin permukiman. Tapi bagi Ciputra, tempat itu memiliki potensi besar. Ia merasa waktunya akan tiba, suatu hari pemerintah pasti akan membenahi kawasan tersebut dan menjadikannya simpul penghubung baru kota Jakarta.
Keyakinan itu bukan sekadar intuisi. Ia mendorong Candra Ciputra, sang anak, untuk melakukan investigasi mendalam tentang arah pengembangan kawasan tersebut.
Hasilnya, menggembirakan. Pemerintah memang berencana membangun jalan utama yang memecah kawasan perkampungan dan menghubungkan Kampung Melayu serta Tebet ke arah Sudirman.
“Jadi, hanya dengan modal informasi kuat bahwa kelak akan dibangun jalan lebar di sana, saya memotivasi Candra untuk segera memulai perjuangan membebaskan tanah sedikit demi sedikit,” ujar Ciputra.
Dengan dukungan keluarga besar, khususnya anak-anak dan menantu, proses pembebasan lahan pun dimulai. Proyek itu tidak mudah. Diperlukan negosiasi berulang, kesabaran tinggi, dan kepercayaan penuh bahwa hasil besar hanya bisa diperoleh lewat perjuangan panjang.
Proyek ini pun menyingkap sisi lain yang personal, yakni transformasi Candra Ciputra. Awalnya, Ciputra mengira sang anak tidak memiliki ketertarikan terhadap proyek properti. Namun, begitu bergabung dalam perusahaan keluarga, Candra menunjukkan kualitas yang mengejutkan sang ayah.
“Tumbuh kembang Candra juga merupakan suatu keajaiban. Semula ia tidak mempunyai perhatian sama sekali pada yang namanya proyek. Tetapi, baru tahulah saya bahwa ternyata ia memiliki visi yang luar biasa dan ahli dalam penataan keuangan,” kata Ciputra bangga.
Dibeberkan Ciputra, tak hanya cakap secara manajerial, Candra juga dikenal penuh passion dalam memperjuangkan pembebasan lahan, sebuah proses yang sangat krusial dalam tahap awal pembangunan Ciputra World Jakarta.
Baca Juga: Kisah Ciputra Membangun Citraland Sambil Mencetak Pemimpin Tangguh dari Keluarga
Perjalanan Mewujudkan Orchard Road Jakarta
Dikatakan Ciputra, apa yang diperjuangkan Candra bukanlah proses yang mudah. Siapa sangka, kawasan yang sekarang dikenal sebagai Jalan Prof. Dr. Satrio saat ini, dulu adalah sebuah perkampungan padat. Segala macam ada di sana.
“Rumah-rumah penduduk yang berhimpitan, peternakan sapi, peternakan ayam, usaha- usaha rumahan, bengkel, dan sebagainya. Jadi, bisa dibayangkan betapa tidak mudahnya kami membeli tanah sedikit demi sedikit,” terang Ciputra.
Dengan kondisi seperti itu, kata Ciputra, membebaskan lahan tentu bukan perkara mudah. Candra dan tim harus berjuang membeli tanah sedikit demi sedikit, menghadapi tantangan sosial, negosiasi yang rumit, dan risiko ketidakpastian. Saat itu, bahkan belum ada jaminan bahwa pemerintah akan membangun jalan di sana.
“Sebetulnya amatlah mudah muncul ketidakpercayaan diri. Benar nggak sih kawasan ini kelak akan dibangun pemerintah? Apakah jalan besar yang akan dibangun sungguh akan jadi kenyataan atau hanya isapan jempol?” papar Ciputra.
Namun, sebagai visioner sejati, Ciputra tetap teguh pada keyakinannya. Baginya, terlalu mustahil jika area yang hanya ‘sejengkal’ dari pusat Jakarta tidak akan tersentuh pembangunan.
“Sangat tidak mungkin sebuah area yang berada hanya sejengkal dari Jalan Jenderal Sudirman tak terkena sentuhan pembangunan. Pasti,” kata Ciputra.
Dan keyakinan itu terbukti. Pemerintah akhirnya membangun jalan lebar yang kini dikenal sebagai Jalan Prof. Dr. Satrio, penghubung vital antara kawasan Kampung Melayu, Tebet, dan Jalan Jenderal Sudirman. Posisi proyek Ciputra pun menjadi sangat strategis.
Kesempatan pun langsung diambil Ciputra. Tahun 1993, Ciputra Group mulai membangun Apartemen Somerset bekerja sama dengan Liang Court Holdings dari Singapura. Apartemen itu sukses besar dan membuka jalan bagi pengembangan berikutnya. Namun, mimpi itu sempat tertunda ketika krisis moneter 1998 mengguncang Indonesia.
Setelah melewati badai, pada era milenium, proyek dilanjutkan secara bertahap dan penuh tekad. Satu per satu bangunan ikonik mulai berdiri, seperti Hotel Raffles, The Ascott, DBS Bank Tower, Ciputra Art Gallery, dan Lotte Shopping Avenue.
Tak berhenti di sana, Ciputra Group juga membangun apartemen The Orchard Satrio dan The Residence, yang menyasar segmen pasar lebih luas dengan harga ekonomis. Dan, sebagai puncak simbol kekuatan vertikal kawasan ini, Ciputra pun membangun Tokopedia Tower, gedung pencakar langit setinggi 47 lantai.
“Masih ada rencana-rencana indah kami untuk mewarnai kawasan itu sehingga benar-benar mampu menjawab impian sebagai Orchard Road Jakarta,” tandas Ciputra.
Baca Juga: Kiprah Ciputra dan Sang Menantu dalam Membangun BSD: Kolaborasi Mimpi, Strategi, dan Integritas