Berpolitik menjadi tanggung jawab para pemimpin atau anggota legislatif, serta melibatkan setiap individu dalam masyarakat. Dengan didikan yang ditanamkan sejak dini, penerapan tradisi memainkan peran penting dalam membentuk karakter politik tiap orang.

Seperti halnya Maruarar Sirait, mantan anggota DPR RI dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), dikenal sebagai seseorang yang memiliki cara berpolitik khas. Dengan latar belakang ayah sebagai pendiri PDI deklarator pada tahun 1973, ia memaparkan bagaimana pengalamannya dalam menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat. Dididik dengan tegas sebelumnya oleh orang tua yang memiliki peran penting dalam pemerintahan, menjadi sebuah tantangan yang harus Maruarar lalui.

“Saya lahir dari keluarga yang dididik dengan tiga tradisi yang kuat. Kebetulan orang tua saya pendiri PDI deklarator pada tahun 1973. Pada saat itu orde baru, nah, jadi tiga tradisi itu menjadi tradisi politik yang kuat, karena politiknya di bawah tekanan dan masa rezim orde baru. Ini yang menjadikan oposisi berat waktu itu PDI,” ujar Maruarar, dikutip Olenka pada Senin (04/11/2024).

Masa Orde Baru, tidak hanya ditandai oleh stabilitas politik tetapi juga oleh pengekangan terhadap kebebasan berpendapat. Banyak aktivis dan kritikus pemerintah menghadapi penangkapan.  Di umur enam hingga tujuh tahun, Maruarar menjelaskan, orang tuanya memiliki pandangan yang berbeda dari pemerintah saat itu. 

Baca Juga: PDIP Bukan Oposisi: Tapi Penyeimbang Pemerintahan Prabowo-Gibran

Dirinya yang masih awam, ia melihat bagaimana orang tuanya saat itu dijemput dari rumahnya langsung ketika masa orde baru. Dengan cukup banyak tekanan politik yang ia alami, Maruarar mampu belajar bagaimana politik itu dijadikan sebagai keyakinan bahwa akan selalu diuji dari segi manapun. Maka dari itu dalam ujian tersebut, haruslah tetap konsisten.

Maruarar menjelaskan lebih lanjut, terkadang beberapa orang beranggapan berpolitik dapat diandalkan karena hanya berbicara saja. Namun hal lainnya yang harus diperkuat adalah, bagaimana caranya ketika kita masuk dunia politik dan ditekan dari tiap sudut, kita tetap konsisten dengan ideologi diri sendiri.

“Bisa enggak pada saat ditekan konsisten? Karena ada pilihan juga menjadi antek-antek, kan begitu, menjadi penjilat atau menjadi pengkhianat bisa, bukan nggak bisa. Mau cari aman bisa, tapi pilihan kita tidak. Pilihan kita konsisten. Jadi kalau mau berpolitik itu, seperti itu,” tambahnya lagi.

Baca Juga: Optimis Cetak Sejarah Baru, Maruarar Sirait Target Prabowo-Gibran Menang di Kandang Banteng

Dididik dengan adat batak, Maruarar mengatakan hal ini menjadikan dirinya cukup kuat, pekerja keras, dan menghormati orang tua. Ia juga mampu lebih tegas mengambil sikap dalam menjalankan tugasnya sebagai instansi pemerintahan. Tidak hanya berfokus pada instansi pemerintahan, namun ia juga diajarkan bagaimana cara menghormati suku lain, seperti jawa, sunda, dan sebagainya. Selain binaan dari adat batak langsung, ia juga diajarkan menerapkan aturan yang kuat dan taat dalam agamanya. 

“Kami beragama kristen, tapi di Indonesia yang ada berbeda agama harus toleransi, kami dididik berpolitik, tetapi juga ada partai-partai lain yang harus kita hormati pilihan politiknya dan ideologi politiknya yang berbeda,” ucapnya.

Tradisi politik adalah cerminan dari identitas dan nilai-nilai suatu masyarakat. Memahami tradisi ini membantu untuk menghargai keragaman cara orang berpolitik. Dengan mengetahui akar dan dinamika tradisi politik, kita dapat lebih bijaksana berpartisipasi dalam proses politik dan berkontribusi terhadap pembangunan masyarakat yang lebih baik. 

Baca Juga: Maruarar Hengkang dari PDIP, Istana Minta Jokowi Tak Dibawa-bawa

“Nah, kenapa saya tadi menyampaikan ini, mudah-mudahan nanti adik-adik yang berpolitik punya keyakinan begitu, walaupun ditekan, walaupun diiming-imingi, tetapi konsisten dengan ideologi dan keyakinan pilihan politik Anda. Saya doakan yang mau berpolitik seperti itu, karena itu yang didoktrin dan diajarkan dari saya kecil,” tutup Maruarar.