Selain menjadi pengusaha sukses, Dato Sri Tahir juga telah menjadi sosok inspiratif bagi banyak orang. Ia merupakan pendiri Mayapada Group yang mengawali hidupnya dari seorang anak penyewa becak yang menggantungkan hidupnya dari uang setoran becak.

Tahir mendirikan Mayapada Group pada tahun 1986 silam. Di bawah kendali Tahir, Mayapada merambah berbagai sektor bisnis, seperti dealer mobil, perbankan, hingga kesehatan. Tiga tahun berselang atau tepatnya 1989, Tahir resmi mendirikan Bank Mayapada.

Mayapada Group merupakan hasil dari sebuah keuletan dan kegigihan Tahir dalam merintis usaha. Meski Tahir memiliki hubungan keluarga dengan Riady (mertua Tahir), namun Mayapada adalah sebuah bisnis yang berhasil dibangun Tahir sendiri, bukan karena ada hubungan keluarga.

Dan, satu hal yang mencengangkan lagi adalah seluruh usaha yang dilakukannya menuai kesuksesan luar biasa. Mayapada Group saat ini juga menjadi holding beberapa perusahaan antara lain Mayapada Hospital, Bank Mayapada, Fairmont Hotel Bali, Menara Topas, Forbes Indonesia hingga ELLE Indonesia. 

Melihat perkembangan Mayapada Group yang kian pesat, tak heran jika per awal Oktober 2024 ini pun Tahir masuk dalam jajaran Orang Terkaya di Indonesia urutan ke-7, dengan total kekayaan $5,9 miliar atau setara Rp89,6 triliun.

Nah Growthmates, perjalanan Tahir mengembangkan bisnisnya ini pun tertuang dalam buku karya Alberthiene Endah yang bertajuk Living Sacrifice. Dalam buku biografinya itu, Tahir pun menceritakan asal muasal atau sejarah nama Mayapada yang dijadikannya sebagai nama grup bisnisnya. Seperti apa kisahnya? Berikut Olenka ulas selengkapnya.

Baca Juga: Filosofi Kehidupan Dato Sri Tahir: Bangun Kekuatan dari Dalam Diri Sendiri, Berjuanglah untuk Itu!

Asal Muasal Nama Mayapada

Pasca-menyandang status sebagai menantu Mochtar Riady, Tahir bertekad sekuat tenaga untuk lepas dari bayang-bayang keluarga mertua. Ia pun nekat menjajal bisnis dengan ‘kakinya sendiri’. 

Tahir pun mengaku bersyukur bahwa sedari kecil ia telah dilatih orang tuanya untuk berdagang dan mandiri. Ia pun memahami ilmu trading atau berdagang sebagai cara wajar untuk mencari nafkah.

Seiring waktu, Tahir pun bekerja keras menjalankan bisnisnya. Meski terbilang lancar, Tahir menyebut bisnisnya saat itu tidak benar-benar berkinerja spektakuler. Ia pun lantas berpikir untuk segera menentukan nama resmi untuk grup bisnis yang dirintisnya itu. Tak segan, Tahir pun pergi sendiri untuk mengurus nama perusahaannya.

Di tengah kebingungannya menentukan nama resmi untuk grup bisnisnya, Tahir pun tak disangka-sangka disarankan oleh seorang petugas pendirian perusahaan yang ditemuinya kala itu. Sang petugas itu tetiba memberikan Tahir ide untuk menggunakan nama Mayapada.

“Saat itu saya diberitahu oleh seorang petugas, dia bilang kenapa gak pakai nama Mayapada saja? Saya jawab, apa artinya itu? Dia pun menjawab bahwa Mayapada artinya adalah alam semesta. Dari situ saya merenung sejenak. Saya pikir filosofinya bagus juga, alam semesta,” tutur Tahir.

Tahir mengatakan, arti alam semesta dari Mayapada itu menyiratkan kekuatan, keluasan yang luar biasa, dan tanpa batas. Saat itu, ia pun langsung menganggukan kepala, tanda setuju untuk menggunakan nama Mayapada untuk grup bisnisnya.

“Yang penting bagi saya adalah grup bisnis saya punya nama. Saya gak tahu sejauh mana perusahaan saya akan tumbuh saat itu,” papar Tahir.

Pada tahun 1986, Tahir pun mulai menggunakan nama Mayapada Group  secara resmi untuk grup bisnis yang dibangunnya tersebut. Ia pun lantas meningkatkan instuisinya dalam mencari jenis produk yang sedang tren dan banyak diminati saat itu. Ia merasa, saat itu dirinya memang ditakdirkan untuk menjadi importir dan pedagang.

Baca Juga: Kisah Dato Sri Tahir di Tengah Keluarga Riady: Saya Sering Merasa Tak Dianggap

Menjajal Bisnis Dealer Mobil

Tahir mengatakan bahwa di tahun tersebut, ia melihat adanya perubahan masyarakat dengan semakin banyaknya orang yang memiliki kendaraan roda empat. Gaya hidup pun semakin menjadi incaran oleh berbagai kelas dalam masyarakat, tidak seperti tahun 1970-an ketika mobil biasanya hanya dimiliki oleh orang kaya.

“Saat itu kredit otomotif memudahkan orang untuk langsung memiliki mobil sendiri. Permintaan akan mobil pun melonjak signifikan. Mobil kelas menengah terjual dengan sangat baik,” ujar Tahir.

Lalu, pada pertengahan tahun, Tahir pun memberanikan diri untuk mendekati Salim Group dan mengajukan izin untuk membuka dealer mobil Suzuki. Seperti diketahui, saat itu mobil Suzuki sedang mendominasi penjualan di Indonesia. Akhirnya, kesepakatan pun terjadi. Tahir akhirnya membangun showroom mobil pertamanya yang berlokasi di Pecenongan, Jakarta Pusat.

“Tepat seperti yang saya prediksi, orang-orang meresponsnya dengan sangat baik. Saya adalah salah satu dari sekian pemilik dealer Suzuki yang menikmati keberhasilan permintaan pembelian mobil secara angsuran yang terus meningkat,” tutur Tahir.

Melihat bisnis mobilnya kian berkembang, Tahir pun lantas mengajukan pinjaman ke bank di Singapura untuk membangun titik dealer Suzuki berikutnya di Jakarta.

“Saya yakin akan potensi cerah dalam bisnis mobil ini. Saya pun berharap, bisnis ini dapat berkembang lebih baik lagi dalam waktu 5 tahun ke depan,” tukas Tahir.

Nasib baik sepertinya menyelimuti Tahir. Mobil yang ia jual kian laris manis di pasaran. Dealer Suzuki yang ia miliki jadi salah satu dealer yang pertumbuhannya paling pesat saat itu. Skema pembayaran pinjamannya pun berjalan sangat baik. Tahir pun mengaku, ia sangat menikmati bisnis mobil yang dijalankannya itu sambil terus memantau perkembangan bisnisnya yang lain.

“Menurut saya, pinjaman mobil adalah bisnis yang berisiko rendah karena orang cenderung membayar cicilan dengan baik, karena mereka tidak ingin kehilangan mobil karena gagal membayar. Jujur, saya sangat menikmati bisnis ini, sambil terus memantau perkembangan bisnis saya yang lain, yakni Duralex dan Ulferts,” pungkas Tahir.

Baca Juga: Dato Sri Tahir Bahas Perdamaian dan Kerukunan Beragama Bersama Paus Fransiskus di Kedubes Vatikan