Tawarkan Harga Affordable
Melie memilih Jakarta dan Bali sebagai pasar utama KaIND karena produk berbahan serat alam masih tergolong niche. Ekosistem industri ini di Indonesia belum sepenuhnya terbentuk, sehingga KaIND harus menjalankan peran sebagai penghubung berbagai elemen produksi, dari pengrajin hingga konsumen.
Beruntungnya, di Pasuruan sudah ada ekosistem yang mendukung, di mana para penenun, pembatik, serta pengelola serat sutra berada dalam satu wilayah, sehingga proses produksi lebih efisien tanpa perlu berpindah ke berbagai daerah. Namun, tantangan tetap ada, terutama dalam pembuatan benang yang ekosistemnya belum berkembang.
Oleh karena itu, Melie masih membutuhkan dukungan dari rekan-rekan senior dalam mengelola serat sutra agar bisa diproses lebih optimal. Proses inilah yang membuat harga produk berbahan serat alam umumnya lebih tinggi. Meski begitu, KaIND tetap berusaha menjaga harga produknya agar tetap terjangkau.
“Sebisa mungkin masih affordable, masih reachable. Harga yang kami tawarkan juga di bawah Rp1 juta semua. Bahkan start dari Rp200 ribu seperti scarf tenun. Jadi enggak yang juta-jutaan kita udah bisa mempunyai produk hasil handmade dari Pasuruan dengan bahan 100% organik,” imbuh Melie.
Selain scarf, produk yang dihasilkan KaIND di antaranya adalah pakaian, sepatu, dan sandal, yang juga dijual dengan harga di bawah satu juta rupiah.
Baca Juga: Deretan Artis yang Punya Usaha di Bidang Fashion
Strategi KaIND Meningkatkan Kesadaran Konsumen Terhadap Fashion Berkelanjutan
Diakui Melie, KaIND mengandalkan pendekatan alami dan kolaboratif tanpa strategi pemasaran yang agresif. Salah satu cara utama untuk memperluas edukasi ini adalah dengan bekerja sama dengan berbagai pihak, baik media maupun sektor swasta.
Seperti halnya berkolaborasi dengan SoKlin memberikan peluang besar bagi KaIND untuk memperkenalkan produk tenun asli kepada lebih banyak orang.
Melalui inisiatif seperti ini, konsumen tidak hanya mendapatkan scarf tenun, tetapi juga memahami bahwa produk tersebut benar-benar dibuat dengan teknik tenun tangan menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Hal ini membantu menghilangkan stigma bahwa kain tenun ATBM selalu kasar atau tebal.
“Jadi memang perlu langkah kolaboratif untuk create awareness ini,” imbuhnya.