Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan pihaknya tak mau terburu-buru merealisasikan program pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Dia mengatakan eksekusi program ini harus dilakukan secara hati-hati dan perhitungan cermat.

Salah satu hal yang membuat Bahlil tak buru-buru mempensiunkan PLTU adalah kosongnya anggaran kompensasi.

Baca Juga: Masih Yakin dengan Kinerja Menteri, Prabowo Dipastikan Tak Reshuffle Kabinet dalam Waktu Dekat

“Saya mau tanya lembaga mana yang membiayai kita kalau kita pensiunkan sekarang?,” kata Bahlil dilansir Olenka.id Jumat (7/2/2025).

Bahlil mengatakan, pensiun PLTU bakal dilakukan bertahap, namun pemerintah harus menunggu sampai setidaknya ada lembaga keuangan yang mendanai secara ekonomis yang mau membiayai, kemudian pensiun dini PLTU tidak membebani negara, PT PLN (Persero), dan masyarakat

“Jadi kita mau mempensiunkan dini, kita hitung dua syarat. Pertama ada yang membiayai, yang tidak secara ekonomi tidak membebankan negara, tidak terlalu membebankan PLN, tidak membebankan rakyat,” ujarnya

“Kalau ada yang membiayai murah begini, Alhamdulillah. Bila perlu kita pensiungkan semua. Yang penting ada yang membiayai dong,” tambahnya.

Ketua Umum Partai Golkar itu menegaskan, program pensiun dini PLTU tak bisa lakukan secara serta merta dan dipaksakan, semua mesti dipertimbangkan secara matang. Jangan sampai setelah mempensiunkan PLTU hal ini justru berdampak langsung kepada rakyat seperti kenaikan harga listrik yang gila-gilaan.

“Jangan maksa negara kita mempensiungkan-pensiungkan, habis itu cuma omon-omon. Uangnya nggak ada. Maksudnya kita ambil uang dari mana? Itu maksud saya ya. Jadi kalau ditanya, Menteri ESDM atau negara mau enggak pensiunkan? Mau. Catatannya, kasih cuannya. Kasih uangnya, enggak boleh bunga mahal, pinjaman jangka panjang, dengan harga sampai ke rakyat yang murah, dan tidak membebani terlalu besar subsidi," jelas Bahlil.

Dia lalu meminta agar tidak menyamakan peta jalan kebijakan energi Indonesia dengan negara maju, seperti Amerika Serikat (AS), yang pada akhirnya juga mundur dari Perjanjian Paris terkait komitmen pengurangan emisi karbon global.

"Amerika sekarang keluar daripada perjanjian Paris Agreement, padahal mereka juga yang bikin ini Paris Agreement. Kalau ada yang sudah keluar, masa kita gas terus? Boleh kita ikut, tapi ya kita hitung-hitunglah mana yang baik," ungkap Bahlil.

Baca Juga: Bahlil Larang Pengecer Jual Gas Melon, Prabowo Langsung Turun Tangan...

"Yang tahu tujuan negara ini kita, terkecuali baseline kita sudah sama dengan negara lain. Ini kita ini negara berkembang. Kita lagi berusaha untuk menjadi negara maju. Jadi jangan kita pakai baseline negara maju. Negara maju aja lagi keluar dari baseline yang mereka buat," tambahnya memungkasi.