Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD), melalui inisiatif GRASP 2030 (Gotong Royong Atasi Susut dan Sisa Pangan di 2030), mengumpulkan para pemimpin bisnis, pemerintah, asosiasi, media, dan masyarakat umum dalam konferensi Nusantara Food & Hotel 2025 pada sebuah sesi khusus bertajuk “Mendorong Aksi Nyata untuk Mengatasi Susut dan Sisa Pangan.”

Sesi ini diisi dengan sambutan dari perwakilan BAPPENAS dan Bapanas yang menyampaikan pandangan dari sektor pemerintah. Pada kesempatan yang sama, dilakukan pula penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara IBCSD dan sejumlah asosiasi, yaitu Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI), dan PISAgro.

Baca Juga: Berawal dari Toko Kelontong, Begini Transformasi Alfamart Menjadi Raja Pasar Ritel Modern di Indonesia

Baca Juga: Pemburu Konser Wajib Tahu! 5 Hotel Nyaman Dekat Venue Hits Jakarta

Unilever juga secara resmi bergabung sebagai signatories GRASP 2030 melalui penandatanganan voluntary agreement. Selain itu, sesi ini dilengkapi dengan diskusi talkshow yang menjadi ruang berbagai pengalaman dan komitmen dari asosiasi dan signatories GRASP 2030 dalam mengatasi susut dan sisa pangan.

Acara dihadiri lebih dari 100 peserta dari berbagai sektor yang hadir untuk mewujudkan upaya bersama, dengan dukungan sejumlah signatories GRASP 2030, yakni Unilever, Nutrifood, Great Giant Food, dan Kalbe Nutritionals. Sebagai sebuah wadah kolaborasi multipihak, GRASP 2030 bersama dengan para signatories-nya terus berupaya untuk mendorong aksi nyata untuk mengatasi susut dan sisa pangan.

Indah Budiani, Direktur Eksekutif IBCSD, menyampaikan bahwa selain merupakan ekonomi dan lingkungan, susut dan sisa pangan juga mencerminkan ketimpangan sosial. “Oleh karena itu, komitmen bersama sektor bisnis dalam mengurangi susut dan sisa pangan bukan sekadar tanggung jawab sosial, tetapi juga peluang untuk efisiensi operasional, inovasi produk, dan peningkatan reputasi di mata konsumen, terutama generasi muda,” sebut Indah dalam sambutannya saat membuka acara.

Sesi ini juga menyoroti pentingnya peran pengurangan susut dan sisa pangan dalam memperkuat ketahanan pangan nasional. Dalam pidatonya, Nita Yulianis, Direktur Kewaspadaan Pangan BAPANAS, menekankan urgensi serta langkah utama untuk mengatasi susut dan sisa pangan di Indonesia, yang mencapai 48 juta ton per tahun.

“Kami memahami bahwa banyak hal sudah dilakukan oleh Bapak Ibu sekalian, tetapi kita gaungkan kembali dengan tiga langkah utama: pencegahan timbulan sisa makanan, penanganan sisa pangan, dan pencatatan,” jelas Nita.

Dalam sesi talkshow, para narasumber membahas tantangan dan upaya pengurangan susut dan sisa pangan di berbagai sektor, mulai dari sektor pertanian, produksi, hingga ritel. GAPMMI menyoroti tantangan overproduksi akibat perubahan cepat preferensi konsumen; APRINDO menekankan pentingnya manajemen stok yang efektif di sektor ritel; sementara PISAgro membagikan pengalaman mendampingi petani agar memproduksi secara efisien dan menghindari susut pangan.

Angelique Dewi, Chairwoman GRASP 2030 sekaligus Head of Sustainability Nutrifood, mendorong pelaku usaha untuk mulai dari langkah sederhana seperti mengukur jumlah food waste di operasional mereka sebagai bentuk efisiensi.

“Kita tidak perlu langsung berinovasi besar-besaran. Mulailah dengan mengukur food waste di operasional masing-masing. Ini adalah bentuk efisiensi bagi perusahaan itu sendiri, dan akan lebih efektif jika dilakukan dengan berkolaborasi bersama food bank dan pengelola sampah makanan,” ujarnya.

GRASP 2030 terus mengajak lebih banyak perusahaan dan organisasi lainnya untuk bergabung, menerapkan pendekatan Target–Ukur–Aksi, dan menjadikan pengurangan susut dan sisa pangan sebagai bagian dari strategi keberlanjutan.

Sesi di Nusantara Food & Hotel 2025 menunjukkan bagaimana komitmen dapat diwujudkan dalam aksi nyata, sekaligus menjadi langkah penting menuju pencapaian target nasional di 2030. Lebih dari sekadar forum diskusi, acara ini mencerminkan gerakan kolektif yang kian kuat untuk membangun sistem pangan yang berkelanjutan.