Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menegaskan bahwa keputusan pemerintah terkait penerapan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) merupakan langkah yang tepat untuk menjaga keberlangsungan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional.

Ketua Bidang Perdagangan APINDO, Anne Patricia Sutanto, mengungkapkan bahwa sebelum kebijakan ini ditetapkan, APINDO telah menerima masukan dari 101 perusahaan tekstil yang membutuhkan bahan baku Polyester Oriented Yarn (POY) dan Draw Textured Yarn (DTY). Ke-101 perusahaan TPT tersebut menolak BMAD yang diajukan APSyFI dan anggotanya karena kebutuhan industri tekstil turunan jauh lebih besar dibandingkan kapasitas produksi dalam negeri POY.

Selain perwakilan 101 Pengusaha TPT Nasional yang menolak BMAD POY dan DTY, APINDO juga mengundang APSyFI pdan API dalam pembahasan yang sama dan dalam diskusi bersama tersebut dapat diambil kesimpulan sebagai berikut bahwa, permintaan nasional terhadap POY mencapai sekitar 10 kali lipat dari hasil produksi lokal. Jika impor dikenakan pungutan tambahan, maka harga bahan baku akan melonjak dan produk tekstil dalam negeri menjadi tidak kompetitif. Hal ini malah berpotensi memicu PHK massal di sektor padat karya.

Baca Juga: Rumah Politik Indonesia Desak Pemerintah Bubarkan Asosiasi Tekstil

Baca Juga: Industri Tekstil Menuju Kemerdekaan Sejati: Dari Dominasi ke Kolaborasi

Baca Juga: Gandeng BNPT, Pertamina Drilling Perkuat Deteksi dan Cegah Dini Ancaman Terorisme di Lingkungan Operasional

Anne juga menyoroti sikap Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) yang dianggap tidak konsisten. Di satu sisi meminta perlindungan industri lokal, namun di sisi lain sebagian anggotanya masih melakukan impor bahan baku. Selain itu, menurutnya, kualitas dan spesifikasi produk POY dalam negeri juga belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan industri tekstil semi hilir.

“Kalau APSyFI sendiri tidak tertib administrasi, misalnya dalam pengisian data kapasitas dan realisasi produksi ke Sistem Informasi SIINas, bagaimana pemerintah bisa membuat kebijakan yang tepat sasaran sesuai yang sudah diatur dalam Permendag 17 tahun 2025 yang sebenarnya tetap mengatur PI dan Pertek untuk sektor TPT?” tambahnya.

APINDO menilai bahwa produksi POY dan DTY nasional saat ini masih jauh di bawah kebutuhan industri tekstil turunan di dalam negeri. Oleh karena itu, saar ini impor tetap diperlukan agar industri TPT dapat berjalan dengan lancar dan PI dan Pertek yang menjadi kebijakan Kemenperin dan Kemendag saat ini adalah kebijakan yang tetap untuk memberikan harmonisasi tata niaga industri TPT nasional. 

“Lucu kalau industri hulu yang sebagian masih bergantung pada impor justru ingin membatasi pasokan bagi industri hilir. Pada akhirnya, kebijakan pemerintah terkait tidak diteruskannya BMAD atas POY dan DTY saat ini paling adil dan seimbang, karena melindungi industri padat karya sekaligus kepentingan masyarakat luas,” tegas Anne Patricia Sutanto.