Growthmates, menjadi seorang entrepreneur bukanlah perkara mudah, tapi bukan berarti gak bisa dilakukan dengan sukses. Lewat visi yang kuat serta kegigihan, menjadi entrepreneur gak hanya sekadar mimpi, lho.
Sayangnya, ada berbagai macam mitos keliru tentang entrepreneur yang berkembang di masyarakat. Salah satunya adalah bahwa untuk menjadi seorang entrepreneur itu kita perlu flexing alias pamer keberhasilan di media sosial (medsos).
Flexing, secara umum memiliki arti gemar pamer kekayaan kepada orang lain untuk bersombong diri. Harapannya, orang-orang yang menonton melalui media sosial akan berprasangka mereka benar-benar kaya, walau realitanya tidaklah demikian. Tidak heran jika perilaku ini dianggap sebagai perilaku palsu.
Flexing sebenarnya bukan tren baru. Ketika media sosial mulai populer, flexing rutin dilakukan artis atau pemengaruh. Belakangan, bahkan mereka memperoleh uang dari membuat konten flexing semacam itu.
Entrepreneurship Scientist sekaligus Founder Seci Institute Group, Pinpin Bhaktiar, pun tak menampik jika pernyataan tersebut berkembang di masyarakat sehingga menimbulkan pikiran bahwa entrepreneur perlu flexing alias pamer keberhasilan di media sosial.
“Semua dari kita tentu asik saat bermain sosial media, tetapi apakah seorang entrepreneur harus terjebak menjadi flexing? Jawabannya tidak,” tutur Pinpin kepada Olenka di Jakarta, baru-baru ini.
Menurut Pinpin, sosial media bagi seorang entrepreneur merupakan alat marketing dan branding. Ada dua hal yang bisa seorang entrepreneur tuju di sana, yaitu eksistensi dia pada sosial media, karena sebenarnya dia sedang berkomunikasi dengan pasar dan sumber dayanya. Dalam hal ini pemodal, vendor, supplier dan sebagainya.
“Jadi sebenarnya sosial media dengan paradigma yang benar itu tidak akan membuat kita terjebak menjadi flexing. Tetapi, kalau kita tidak punya paradigma ini, ya kejebak deh menjadi flexing-flexing gak jelas,” ungkap Pinpin.
Lebih lanjut, Pinpin menyebut jika seorang entrepreneur posting di media sosial, maka setiap ‘kehadirannya’ di platform itu menjadikan sebuah portofolio, yang merupakan arsip kehidupan sebagai seorang entrepreneur.
“Jadi, seorang entrepreneur harus punya mindset positif seperti itu. Postingannya bisa jadi portofolio, jadi arsip kehidupan kita sebagai seorang entrepreneur. Kita posting hari ini bisa dilihat lagi 10 tahun mendatang kan, di situ terlihat bahwa ‘siapa sebenarnya saya’,” ujar Pinpin.
Baca Juga: Bicara Mitos Entrepreneurship Tak Butuh Modal, Pinpin Bhaktiar: Bisnis Itu Game of Modality
Pinpin juga menilai, sosial media adalah sesuatu yang sangat menarik, sesuatu yang sangat asik, dan sesuatu yang sangat baik bagi seorang entrepreneur jika mereka juga memahami 3 dimensi dalam sosial media, yakni personalitas, sosialitas, dan profesionalitas.
“Bicara personalitas ya tentu eksistensi kita sebagai seorang pribadi. Kemudian, bicara sosialitas, yakni bagaimana kehadiran kita dan hubungan kita dengan kondisi sosial, teman-teman kita, masyarakat, dan seterusnya. Sedangkan profesionalitas itu berbicara tentang eksistensi kita secara profesional sebagai seorang entrepreneur,” jelas Pinpin.
Karenanya, lanjut Pinpin, seorang entrepreneur pun dituntut harus pandai memilih dan meramu 3 dimensi dalam sosial media tersebut.
“Pilih yang mana di antara tiga itu, apakah personalitas saja, ya bisa terjebak jadi narsistik banget sih. Jika sosialitas saja, oke, namun akhirnya pembaca sosial media kita enggak kenal siapa kita. Atau profesionalitas saja, imbasnya media sosialnya kebanyakan iklan dari bisnis dan perusahaan kita. Nah, seorang entrepreneur harus bisa meramu 3 dimensi tersebut,” papar Pinpin.
Terakhir, Pinpin pun mengingatkan kembali bahwa seorang entrepreneur jangan sampai terjebak flexing di media sosial. Menurutnya, media sosial sebaiknya dijadikan wadah untuk membangun hubungan dengan banyak orang, tak terkecuali konsumen.
Sebagai entrepreneur, sambung Pinpin, pemanfaatan media sosial juga dapat memudahkan dalam memberi umpan balik kepada konsumen secara interaktif dan cepat. Hal tersebut tentu saja menjadi strategi yang ampuh untuk menaikkan kurva penjualan.
“Jadi sekali lagi, kita tidak perlu terjebak flexing. Kita harus gunakan media sosial sebagai alat marketing dan branding yang luar biasa bagi seorang entrepreneur. Dan seorang entrepreneur penting untuk meramu ketiga dimensi media sosial tadi,” pungkas Pinpin.