Pembangunan Giant Sea Wall atau tanggul laut raksasa di Jakarta kerap disebut sebagai proyek ambisius untuk melindungi Ibu Kota dari banjir. Namun, di balik megahnya proyek ini, muncul berbagai pertanyaan tentang dampak ekologis dan sosial yang ditimbulkan, terutama bagi masyarakat pesisir dan nelayan yang hidup berdampingan dengan laut.
Adapun, rencana pembangunan tanggul ini mulai mencuat pasca-banjir besar yang melanda Jakarta pada tahun 2007. Pemerintah merancang proyek ini untuk menjadi tameng dari ancaman banjir, melalui pembangunan tujuh tanggul utama. Namun, menurut Ica Wulansari, pendiri Pojok Sosial Ekologi, persoalan tidak sesederhana itu.
“Pembangunan Giant Sea Wall itu awalnya memang untuk penanggulangan banjir.Tapi kemudian muncul pertanyaan lanjutan, apakah tanggul raksasa ini juga bisa menangkal abrasi? Nah, ini yang perlu dikaji lebih dalam,” tutur Ica, saat berbincang dengan Olenka, di Jakarta, belum lama ini.
Menurut Ica, pembangunan tanggul tak bisa dipisahkan dari kegiatan lain yang menyertainya, seperti reklamasi. Justru, berbagai penelitian menunjukkan bahwa reklamasi yang terjadi seiring pembangunan tanggul dapat meningkatkan risiko abrasi di kawasan pesisir.
“Nah justru malah ketika konteks reklamasi ini juga berjalan, malah dari beberapa penelitian menunjukkan penambah rentan, penambah resiko terjadinya abrasi. Abrasi malah jadi semakin memburuk. Jadi memang di satu sisi pembangunan tanggul ini penting untuk mitigasi banjir. Namun, proses pembangunan itu tidak bisa dilihat sebagai sesuatu yang berdiri sendiri tanpa dampak,” jelas Ica.
Ica menuturkan, reklamasi, meski dibungkus sebagai bagian dari modernisasi kota, membawa serangkaian dampak yang langsung dirasakan oleh masyarakat pesisir. Bagi nelayan dan warga tempatan yang hidup berdampingan dengan laut setiap harinya.
“Pasti akan ada dampak lainnya, karena tadi dampak lainnya bagaimana tanggul ini kemudian diikuti dengan kegiatan reklamasi yang tentunya perlu juga kita bertanya kepada warga tempatan, terutama warga pesisir dan juga masyarakat nelayan yang mereka sangat akrab dengan kondisi tersebut,” beber Ica.
Baca Juga: Pegiat Sosial-Ekologi Sorot Minimnya Peran Pemerintah dalam Penanggulangan Sampah Plastik
Lebih dari sekadar kajian teknis, Ica menekankan pentingnya melibatkan suara warga tempatan, khususnya masyarakat pesisir dan nelayan. Mereka adalah kelompok pertama yang merasakan dampak langsung dari perubahan ekosistem laut.
Ia pun lantas menggambarkan kekhawatiran yang muncul dari lapangan. Banyak nelayan mengaku kesulitan mencari ikan karena habitat laut tempat mereka biasa melaut mulai terganggu.
Tak hanya itu, kata Ica, mereka juga harus menjangkau wilayah yang lebih jauh demi mendapatkan hasil tangkapan, dan kondisi ini memaksa mereka mengeluarkan biaya lebih besar untuk bahan bakar. Tak jarang, meskipun telah melaut lebih jauh dan lebih lama, hasil yang didapat tetap menurun, sementara kebutuhan hidup mereka terus meningkat dari waktu ke waktu.
“Apakah mereka kemudian menjadi kesulitan mencari ikan? Apakah mereka harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk bahan bakar? Hal-hal ini tidak bisa dikesampingkan. Kita perlu bertanya, pembangunan ini bermanfaat untuk siapa, dan merugikan siapa?” ujar Ica.
Ia pun mempertanyakan sejauh mana efektivitas tanggul ini jika tidak disertai dengan kebijakan yang holistik dan berpihak pada ekosistem serta masyarakat terdampak.
“Kalau ditanya apakah ini menanggulangi abrasi, memang dari awal konteksnya untuk mitigasi banjir. Tapi saat membangun satu hal, kita juga harus siap mengelola dampak lain yang timbul,” tuturnya.
Ica pun lagi-lagi menegaskan bahwa proyek Giant Sea Wall ini menunjukkan bahwa solusi atas satu masalah (banjir), tak serta-merta menyelesaikan semuanya. Justru bisa memunculkan persoalan baru, yakni abrasi, kerusakan lingkungan, hingga beban ekonomi bagi masyarakat pesisir.
Karena itu, menurut Ica, pembangunan tak boleh hanya dilihat dari sisi infrastruktur semata, tetapi juga harus memprioritaskan keadilan ekologis dan sosial.
“Memang yang harus dicermati ketika proses pembangunan itu komponen lainnya juga harus dilihat apakah kemudian menimbulkan dampak lain atau dampak lanjutan atau lainnya,” tandas Ica.
Baca Juga: Mengintip Rencana Pemerintah Mengeksekusi Giant Sea Wall