Indonesia dikenal sebagai negara rawan bencana. Gempa bumi, banjir, letusan gunung api, hingga pandemi kerap terjadi dan berdampak luas pada kehidupan masyarakat. Setiap kali bencana besar melanda, istilah bencana nasional hampir selalu muncul di ruang publik dan media. Namun, tidak semua bencana otomatis menyandang status tersebut.
Dalam praktiknya, bencana nasional bukan sekadar label untuk peristiwa besar, melainkan status resmi negara yang memiliki dasar hukum, mekanisme penetapan, serta konsekuensi kebijakan yang luas. Status ini menentukan sejauh mana pemerintah pusat mengambil alih kendali penanganan, bagaimana sumber daya nasional dimobilisasi, dan bagaimana koordinasi lintas lembaga dijalankan.
Baca Juga: PERURI Kirimkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera
Karena itu, pemahaman mengenai apa yang dimaksud dengan bencana nasional, kriteria penetapannya, serta proses pengambilannya menjadi penting bagi publik.
Dasar Hukum Penetapan Bencana Nasional
Penetapan status bencana nasional di Indonesia memiliki payung hukum yang jelas melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Undang-undang ini menjadi rujukan utama pemerintah dalam menentukan skala dan status suatu bencana, termasuk kapan negara perlu turun tangan secara penuh.
Dalam Pasal 1 ayat (1), bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat, baik akibat faktor alam, nonalam, maupun ulah manusia, yang menimbulkan korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, serta dampak psikologis.
Baca Juga: Inovasi Tiga Pemuda Kembangkan Drone Rajawali untuk Mitigasi Bencana
UU tersebut juga menegaskan bahwa penanggulangan bencana merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hal ini diatur dalam Pasal 7, yang memberi kewenangan kepada pemerintah untuk menetapkan kebijakan penanggulangan bencana, termasuk penentuan status dan tingkat bencana. Artinya, penetapan status bencana tidak didasarkan pada persepsi publik atau sorotan media semata, melainkan melalui mekanisme pemerintahan yang berjenjang dan berbasis kajian dampak.
Lebih lanjut, Pasal 51 UU No. 24 Tahun 2007 mengatur status keadaan darurat bencana yang dapat ditetapkan di tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional. Status bencana nasional hanya dapat ditetapkan apabila dampak bencana melampaui kapasitas pemerintah daerah dan provinsi, sehingga memerlukan keterlibatan langsung pemerintah pusat.
Bencana dan Bencana Nasional: Apa Bedanya?
Secara hukum, bencana nasional bukanlah jenis bencana tersendiri. Tidak ada kategori “bencana nasional” sebagai klasifikasi kejadian dalam undang-undang. Yang ada adalah penetapan status dan skala penanganan.
Baca Juga: Menelusuri Akar Bencana Sumatra
Status bencana nasional diberikan ketika dampak suatu bencana dinilai melampaui kemampuan pemerintah daerah dan provinsi untuk menangani secara mandiri. Dalam kondisi tersebut, pemerintah pusat mengambil alih peran utama, mulai dari komando penanganan, pengalokasian anggaran, hingga koordinasi lintas kementerian dan lembaga.
Dengan kata lain, status bencana nasional mencerminkan besarnya kebutuhan intervensi negara, bukan semata-mata besarnya peristiwa.
Kriteria Penetapan Status Bencana Nasional
Berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007 dan pedoman Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sejumlah indikator menjadi dasar penetapan status bencana nasional, antara lain:
Jumlah korban jiwa, baik meninggal maupun luka-luka;
Besarnya kerugian harta benda, termasuk kerusakan rumah, fasilitas publik, dan infrastruktur;
Kerusakan sarana dan prasarana vital, seperti jalan, jembatan, bandara, dan jaringan listrik;
Luas wilayah terdampak, terutama jika mencakup banyak kabupaten atau lintas provinsi;;
Dampak sosial dan ekonomi, seperti terganggunya aktivitas ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan kehidupan sosial masyarakat
Selain itu, kemampuan pemerintah daerah dalam menangani bencana—termasuk ketersediaan sumber daya manusia, logistik, dan sistem komando—juga menjadi pertimbangan penting. Jika daerah menyatakan tidak mampu menangani dampak secara memadai, peluang penetapan status nasional semakin besar.
Mekanisme Penetapan Status
Penetapan status bencana nasional dilakukan secara berjenjang. Tidak bisa cepat-cepat diputuskan, namun perlu banyak hal yang dipertimbangkan.
Di tingkat kabupaten/kota, status ditetapkan oleh bupati atau wali kota berdasarkan dampak lokal. Jika bencana meluas, gubernur dapat menetapkan status darurat di tingkat provinsi. Sementara itu, penetapan status bencana nasional merupakan kewenangan Presiden Republik Indonesia.
Secara umum, alur penetapan dimulai dari kajian awal oleh BPBD dan pemerintah daerah. Jika dinilai tidak tertangani, rekomendasi diajukan ke tingkat provinsi, lalu diteruskan ke BNPB dan pemerintah pusat. Presiden kemudian memutuskan status bencana nasional berdasarkan rekomendasi teknis dan indikator yang berlaku.
Penetapan ini hanya dapat dilakukan melalui instrumen resmi negara, bukan sekadar wacana publik atau tekanan opini.
Peran Presiden dan BNPB
Kewenangan akhir menetapkan status bencana nasional berada di tangan Presiden RI melalui keputusan resmi. Sementara itu, BNPB berperan sebagai koordinator teknis di tingkat pusat.
Tugas BNPB meliputi penyusunan pedoman penetapan status, verifikasi dampak bersama kementerian dan lembaga terkait, koordinasi respons nasional, serta penyampaian informasi resmi kepada publik.
Dampak Penetapan Status Nasional
Penetapan status bencana nasional membawa konsekuensi nyata. Akses terhadap sumber daya menjadi lebih cepat, mulai dari pengerahan personel, logistik, hingga peralatan dan kemudahan administratif.
Selain itu, pemerintah pusat memiliki keleluasaan lebih besar dalam penggunaan anggaran nasional dan integrasi dana lintas kementerian. Status ini juga memperjelas rantai komando nasional, sehingga seluruh unsur—militer, kepolisian, kementerian, hingga lembaga nonpemerintah—bergerak dalam satu koordinasi terpadu.
Bencana nasional bukan sekadar istilah media atau wacana publik. Status ini adalah keputusan negara yang memiliki implikasi besar terhadap kebijakan, alokasi sumber daya, dan komando penanggulangan bencana di seluruh level pemerintahan.
Pemahaman yang tepat mengenai mekanisme dan kriteria penetapannya penting agar publik dapat melihat kebijakan penanggulangan bencana secara lebih jernih dan proporsional.
Contoh Bencana Nasional di Indonesia
Beberapa peristiwa tercatat secara resmi sebagai bencana nasional, di antaranya tsunami Aceh 2004 yang melumpuhkan pemerintahan lokal, serta pandemi COVID-19 yang ditetapkan sebagai bencana nasional nonalam pada 2020.
Meski demikian, tidak semua bencana besar ditetapkan sebagai bencana nasional. Dalam sejumlah kasus, pemerintah menilai penanganan tetap dapat dilakukan secara nasional tanpa perubahan status formal, atau proses rekomendasi belum terpenuhi secara administratif.