Singapura sering kali menjadi pilihan orang kaya Indonesia untuk mendiversifikasi kekayaannya. Sebagaimana laporan yang dipublikasikan oleh Bloomberg belum lama ini, aset bernilai ratusan juta dollar Amerika Serikat (USD) dari Indonesia dikirim ke berbagai negara lain, termasuk Singapura.
Salah satu alasan utama terjadinya fenomena tersebut ialah kondisi ekonomi dalam negeri yang tidak menentu. Kekhawatiran tersebut meningkat usai nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terus menurun. Sebagian besar aset yang dialihkan ke luar negeri itu dalam bentuk emas dan properti, bahkan kripto, sebuah tren baru yang tercatat meningkat pada awal tahun ini.
Baca Juga: Mengenjot Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Lewat Investasi dan Hilirisasi
Laporan Bloomberg
Dalam laporan Bloomberg, Jumat (11/4/2025), seorang bankir swasta menyebut beberapa klien asal Indonesia dengan kekayaan bersih antara US$100-400 juta telah mengonversi hingga 10 persen aset mereka ke mata uang kripto. Transaksi ini dimulai sejak Oktober 2024 dan meningkat pesat setelah rupiah anjlok pada Maret 2025.
Sebuah firma penasihat keuangan juga melaporkan adanya pemindahan dana ke Dubai dan Abu Dhabi yang mencapai US$50 juta (Rp815 miliar) pada Februari 2025, naik 5 kali lipat dibandingkan kuartal sebelumnya. Dana-dana itu digunakan untuk membeli properti residensial dan komersial atas nama anggota keluarga atau teman untuk menghindari deteksi.
Menurut Bloomberg, kondisi politik Tanah Air telah menimbulkan kekhawatiran publik. Salah satu pemicunya adalah langkah-langkah Presiden Prabowo Subianto sejak menjabat Oktober 2024 lalu, seperti memperluas peran militer, meningkatkan belanja negara, dan kebijakan terkait BUMN. Akibatnya, terjadi volatilitas di pasar saham serta mata uang.
Wilayah Timur Tengah kini menjadi pilihan baru bagi orang kaya Indonesia "memarkirkan" kekayaan mereka setelah bertahun-tahun menjadikan Singapura sebagai primadona. Pasalnya, setelah mencuat skandal pencucian uang besar-besaran di negara Singa tersebut, lembaga keuangan di Singapura menerapkan langkah due diligence dan pemantauan transaksi yang lebih ketat.
Singapura Terima Ribuan Triliunan Rupiah Selama 2024
Selama tahun 2024, aliran dana ke Singapura mencapai Rp4.000 triliun lebih, tepatnya di angka Rp4.806,3 triliun. Berdasarakan catatan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), jumlah tersebut lebih besar dibandingkan negara lain seperti Amerika Serikat yang mencatatkan transfer hanya Rp1.447,9 triliun, sekitar 30% dari jumlah ke Singapura.
Mayoritas perpindahan dana ke Singapura tersebut terjadi pada Semester I/2024 sebanyak Rp3.595,95 triliun. Pada periode ini, terjadi lonjakan sebesar 187,7% dibandingkan Semester I/2023 yang mencatatkan transaksi sebesar Rp1.249,5 triliun.
Secara lebih rinci, transaksi transfer dana ke Singapura pada bulan Januari tercatat sebesar Rp221,15 triliun; menurun di angka Rp194 triliun pada Februari; dan meningkat tipis di bulan Maret 2024 menjadi Rp195 triliun. Lonjakan transaksi ke Singapura terjadi pada bulan April dan Mei 2024 dengan catatan Rp923,6 triliun dan Rp1.792,5 triliun secara berurutan. Fenomena ini terjadi bertepatan dengan musim pembagian dividen. Namun, di saat yang sama, muncul kekhawatiran di publik terkait sengketa hasil pemilihan presiden alias Pilpres 2024.
Selanjutnya, transaksi ke Singapura di bulan Juni 2024 kembali menurun di angka Rp209,7 triliun. Fakta ini menunjukkan adanya potensi ekonomi dalam negeri yang diambil alih oleh Singapura. Sejumlah ekonom pun berharap Pemerintah Indonesia mampu memperbaiki sistem keuangan dalam negeri agar bisa memaksimalkan potensi ini.
Beberapa alasan mengapa banyak orang Indonesia memercayai Singapura sebagai destinasi penyimpanan kekayaan mereka adalah sistem ekonomi yang lebih stabil, adanya kepastian hukum, serta infrastruktur keuangan yang dianggap lebih canggih. Selain itu, kawasan ini merupakan hub keuangan Asia yang menawarkan akses mudah ke berbagai pasar global.
Cerita Orang Terkaya di Indonesia Pilih Pergi ke Singapura
Kebiasaan orang-orang kaya di Indonesia untuk memindahkan sebagian hartanya ke Singapura bukanlah cerita baru. Bahkan, di masa kolonial, telah terjadi peristiwa "kaburnya" orang kaya Indonesia ke Singapura paling fenomenal. Saat itu, pengusaha Oei Tiong Ham kecewa dengan sistem keuangan di Tanah Air.
Tak hanya memindahkan sebagian hartanya, Oei Tiong Ham bahkan memilih meninggalkan Indonesia untuk menetap di Singapura. Alasannya, pemilik perusahaan gula terbesar di dunia yang bernama Oei Tiong Ham Concern (OTHC) ini merasa keberatan dengan pajak yang dinilai terlalu mengada-ada. Dia bersama keluarganya resmi meninggalkan Indonesia atau Hindia Belanda pada masa itu di tahun 1921.
Diketahui, perusahaan gula OTHC yang berdiri pada tahun 1893 merupakan perusahaan gula terbesar di dunia yang menguasai 60% pasar gula di Hindia Belanda. Perusahaan ini bahkan bisa mengekspor 200 ribu ton gula hingga mendominasi pasar global dalam kurun tahun 1911-1912 serta memiliki cabang di berbagai negara, yakni India, Singapura, Jepang, bahkan London.
Kekayaan Oei Tiong Ham saat itu tercatat mencapai 200 juta gulden, mencapai puluhan triliun pada masa sekarang. Mengutip CNBC Indonesia, uang 1 gulden pada 1925 bisa membeli 20 kg beras sehingga diperkirakan harta kekayaannya mencapai Rp43,4 triliun pada masa sekarang dengan harga beras diasumsikan Rp10.850/kg. Sayangnya, kekayaan Oei menjadi sasaran pajak pemerintah yang telah menetapkan pajak perang atau Oorlogwinstbelasting kepada perusahaan yang mendulang untung dari Perang Dunia I (1914-1918) sejak awal tahun 1920.
Dalam Oei Tiong Ham: Raja Gula dari Semarang (1979), Pemerintah Kolonial membebani Oei pajak sebesar 35 juta gulden untuk menutupi kerugian pasca-perang. Di sinilah masalahnya, meski taat membayar pajak, Pemerintah Kolonial disebut menerbitkan lagi tagihan pajak baru yang nilainya bahkan lebih besar dari sebelumnya. Kondisi ini membuat pengusaha sukses asal Indonesia ini memutuskan pergi ke Singapura karena pajaknya lebih kompetitif. Dibandingkan pajak di Indonesia sebesar 35 juta gulden, Oei hanya perlu membayar pajak sebesar 1 juta gulden di Singapura.
Oei tercatat membeli banyak tanah dan rumah di Singapura. Bahkan, dalam laman resmi Perpustakaan Nasional Singapura, Oei Tiong Ham diketahui sempat membeli perusahaan pelayaran Heap Eng Moh Steamship Company Limited dan menjadi pemilik awal saham Overseas Chinese Bank (OCB) yang kini berubah nama menjadi bank OCBC.