Di dunia kesehatan, banyak tokoh perempuan yang telah memberikan kontribusi yang cukup andil, baik dalam praktik medis, penelitian, maupun kebijakan kesehatan. Mereka tidak hanya mengubah wajah sektor kesehatan, tetapi juga menginspirasi banyak orang untuk berjuang demi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

Mereka pun tidak hanya berperan dalam praktik medis, tetapi juga dalam pendidikan. Banyak perempuan menjadi pendidik di bidang kesehatan, melatih generasi baru tenaga kesehatan. Dengan demikian, mereka memastikan bahwa prinsip-prinsip keperawatan dan praktik kesehatan yang baik diterapkan dan diperkuat. Melalui penemuan serta kebijakan mereka, peran perempuan di bidang kesehatan telah membawa manfaat yang luas dan mendalam. 

Merangkum dari beberapa sumber pada Rabu (30/10/2024), berikut ini 7 tokoh perempuan yang menginspirasi di bidang kesehatan:

Elizabeth Blackwell

Elizabeth Blackwell lahir di Bristol, Inggris pada 3 Februari 1821. Elizabeth Blackwell adalah anak ketiga dari sembilan anak yang lahir dari penyuling gula Samuel Blackwell dan istrinya Hannah. Saudara-saudaranya termasuk Emily Blackwell, wanita ketiga yang memperoleh gelar kedokteran di AS.

Elizabeth Blackwell menjadi perempuan inspiratif karena mendirikan Rumah Sakit Wanita dan Anak-anak New York  dan membantu pendirian sekolah kedokterannya. Sekembalinya ke Inggris, ia jugA membantu mendirikan National Health Society, dan merupakan wanita pertama yang masuk dalam British Medical Register, serta mengajar di sekolah kedokteran wanita pertama di Inggris.

Ia mempelopori pengobatan preventif dan promosi antisepsis dan hygiene serta bertanggung jawab atas jabatan kepala bagian higiene pertama di sekolah kedokteran mana pun. Elizabeth berhasil memperoleh gelar kedokterannya pada tanggal 23 Januari 1849. Kegigihan dan prestasinya yang luar biasa kini membantu dan memperluas akses wanita pada bidang medis di Amerika Serikat maupun sekitarnya.

Baca Juga: Tokoh Perempuan Inspiratif dalam Bidang Pendidikan, Membangun Masa Depan Bangsa yang Cerah

Virginia Apgar

Virginia Apgar lahir di Westfield, New Jersey pada 7 Juni 1909. Virginia adalah wanita pertama yang menjadi profesor penuh di Columbia University College of Physicians and Surgeons. Ia merupakan seorang perancang metode standar pertama dalam mengevaluasi transisi bayi baru lahir ke kehidupan di luar rahim—Skor Apgar.

Pada saat lulus SMA, Virginia Apgar bertekad untuk menjadi dokter. Dia terinspirasi oleh hobi ilmiah ayahnya, atau oleh kematian dini kakak laki-lakinya karena tuberkulosis, dan penyakit kronis masa kanak-kanak saudara laki-lakinya yang lain. Dengan bantuan beberapa beasiswa, dia kuliah di Mt. Holyoke College, tampil di orkestra kampus sebagai pemain biola dan pemain cello yang berbakat dan lulus dengan jurusan zoologi pada tahun 1929.

Pada tahun 1959, Virginia memperoleh gelar master dalam kesehatan masyarakat dari Universitas Johns Hopkins. Memutuskan untuk tidak kembali ke dunia kedokteran akademis, ia mengabdikan dirinya untuk pencegahan cacat lahir melalui pendidikan publik dan penggalangan dana untuk penelitian. Ia menjadi direktur divisi cacat bawaan di National Foundation for Infantile Paralysis (sekarang March of Dimes) dan menerima banyak penghargaan atas karyanya.

Baca Juga: 5 Tokoh Perempuan yang Mengguncang Dunia Jurnalistik di Indonesia

Florence Nightingale

Florence Nightingale, yang lahir pada 12 Mei 1820, di Florence, Italia, adalah seorang tokoh yang sangat berpengaruh dalam sejarah keperawatan. Ia dikenal sebagai pelopor keperawatan. Sering disebut sebagai "Wanita dengan Lampu," Florence Nightingale merupakan seorang perawat yang peduli dan menjadi seorang pemimpin di masanya. 

Ia telah menulis lebih dari 150 buku, pamflet, dan laporan tentang isu-isu yang berkaitan dengan kesehatan. Florence dikenal karena membuat rumah sakit menjadi tempat yang lebih bersih dan aman. Ketika ia remaja, Nightingale percaya bahwa ia menerima "panggilan" dari Tuhan untuk membantu orang miskin dan orang sakit.

Di tahun 1853, ia menerbitkan buku berjudul Notes on Nursing: What it is, and What it is Not. Bukunya memberikan saran tentang perawatan pasien yang baik dan lingkungan rumah sakit yang aman. Sebagai hasil dari usahanya selama perang, sebuah dana didirikan oleh Florence untuk terus mengajar perawat di Inggris. 

Baca Juga: Punya Keberanian dan Kecerdasan, Ini Daftar Nama Perempuan Indonesia yang Dongkrak Transformasi di Dunia Public Relation

Pada tahun 1860, Sekolah Pelatihan Nightingale di Rumah Sakit St. Thomas secara resmi dibuka. Di tahun-tahun terakhirnya, Florence sering terbaring di tempat tidur karena sakit. Namun, ia terus berdedikasi memberikan pengajaran praktik keperawatan yang aman hingga sampai pada kematiannya.

Dr. Patricia Batch

Patricia Bath adalah seorang dokter yang menciptakan Laserphaco Probe, yaitu sebuah perawatan untuk pasien katarak. Karena ketertarikannya pada sains sejak kecil, ia menjadi dokter yang belajar oftalmologi di Universitas Columbia pada tahun 1969. Bath mengembangkan cara-cara inovatif untuk memperluas akses perawatan mata ke komunitas miskin, termasuk mendirikan American Institute for the Prevention of Blindness pada tahun 1976, yang menetapkan bahwa "penglihatan adalah hak asasi manusia yang mendasar."

Satu dekade kemudian, ia menemukan Laserphaco Probe untuk mengobati katarak dengan lebih baik. Bath mematenkan perangkat tersebut pada tahun 1988, dan ia menjadi dokter wanita Afrika-Amerika pertama yang menerima paten medis. Patricia menjadi salah satu wanita Afrika pertama yang dilantik ke dalam National Inventors Hall of Fame.

Baca Juga: 6 Tokoh Perempuan yang Membanggakan di Dunia Marketing

Patricia juga berperan dalam membawa layanan bedah mata ke Klinik Mata Rumah Sakit Harlem, yang tidak melakukan operasi mata pada tahun 1968. Dia membujuk profesornya di Columbia untuk mengoperasi pasien tunanetra secara gratis, dan dia menjadi sukarelawan sebagai asisten ahli bedah. 

Sebagai direktur AIPB, Patricia mampu bepergian secara luas. Dalam perjalanan ini dia telah melakukan operasi, mengajarkan teknik medis baru, menyumbangkan peralatan, memberi kuliah, bertemu dengan rekan kerja, dan menyaksikan perbedaan dalam layanan kesehatan yang tersedia di negara industri dan berkembang.

Hasri Ainun Habibie

Hasri Ainun Besari lahir pada 11 Agustus 1937 di Semarang, Jawa Tengah, dari pasangan R. Mohamad Besari dan Sadarmi Besari. Ainun tumbuh dalam keluarga yang mementingkan pendidikan. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah, ia melanjutkan studinya di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pada tahun 1961, Ainun berhasil meraih gelar dokter, sebuah prestasi yang langka pada zamannya, terutama bagi seorang wanita.

Ainun memiliki kepedulian yang besar terhadap beberapa yayasan, seperti, Yayasan Beasiswa Orbit dan Bank  Mata untuk penyantun mata tunanetra. Ia juga mencatat segudang prestasi besar selama hidupnya. Atas sumbangsihnya tersebut, Ainun mendapatkan beberapa penghargaan tertinggi bintang mahaputra.

Baca Juga: 11 Tokoh Perempuan Inspiratif Asal ‘Kota Anging Mammiri’ Makassar

Penghargaan tersebut diberikan oleh pemerintah sebagai  penghargaan kepada warga yang dianggap memiliki peran besar terhadap negara. Antara lain ia mendapatkan penghargaan Bintang Mahaputra Adipurna, juga Mahaputera Utama pada 12 Agustus 1982 serta Bintang Mahaputra Adipradana pada 6 Agustus 1998. Untuk alasan ini pula Ainun Habibie dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.

Nafsiah Mboi

dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH adalah dokter spesialis anak yang juga ahli Kesehatan Masyarakat yang telah mengenyam pendidikan di Indonesia, Eropa dan Amerika. Lahir di Sengkang, Sulawesi Selatan, 14 Juli 1940 dr. Nafsiah merupakan salah satu lulusan Spesialisasi Dokter Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, tahun 1971.

Selain jabatan karier, dr. Nafsiah pernah menjadi Anggota DPR/ MPR RI, Ketua Komite PBB untuk Hak-hak Anak, Direktur Department of Gender and Women’s Health, WHO, Geneva Switzerland dan Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (2006–sekarang). Iapun telah menerbitkan lebih dari 70 karya dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris telah dipublikasikan, 20 diantaranya adalah makalah dan artikel.

Baca Juga: Kartini Masa Kini, Ini Deretan Tokoh Perempuan yang Memperjuangkan Hak Asasi Manusia

dr. Nafsiah dikenal sebagai sukarelawan dan pekerja masyarakat sejak masih berstatus sebagai pelajar. Selain itu, beliau juga dikenal sebagai aktivis bidang keluarga berencana dan selanjutnya mendedikasikan diri untuk upaya penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia. Komitmennya untuk anti diskriminasi dan kesetaraan dalam masyarakat mengarahkan dr. Nafsiah menjadi aktivis untuk hak-hak asasi manusia, dan menjadi salah satu pendiri Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia, anggota Komnas HAM, dan Wakil Ketua Komnas Perempuan.

Sulianti Saroso 

Prof. Dr. dr. Julie Sulianti Saroso, M.P.H.  lahir 10 Mei 1917 di Karangasem, Bali adalah seorang tokoh kedokteran Indonesia. Dalam catatan sejarah kebijakan bidang kesehatan di Indonesia, Profesor Dokter Sulianti Saroso, MPH, PhD, menjadi nama penting dalam dua urusan, yaitu pada pencegahan dan pengendalian penyakit menular, serta keluarga berencana (KB). Ia merupakan seorang peneliti dan perancang kebijakan kesehatan, dan tidak tertarik menjadi dokter praktik.

Julie Sulianti Saroso merupakan salah satu wanita Indonesia yang pernah menjabat Presiden Majelis Kesehatan Dunia (World Health Assembly). Ia pun juga pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Pencegahan, Pemberantasan, dan Pembasmian Penyakit Menular (P4M) pada 1967. Dan ia merangkap sebagai Direktur Lembaga Riset Kesehatan Nasional (LRKN). Dalam posisi itu, Profesor Sulianti  memberikan perhatian besar pada Klinik Karantina di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Klinik itu telah dikembangkannya menjadi RS penyakit menular sekaligus untuk keperluan riset penyakit menular.

Baca Juga: Deretan Nama Perempuan yang Aktif di Bidang Sastra, Ada Idola Kamu Gak?

Tidak cukup dengan observasi di RS karantina di Tanjung Priok, Dokter Sulianti pun membangun pos-pos kesehatan masyarakat di berbagai lokasi. Dari observasi lapangan itu lantas lahir rekomendasi-rekomendasi. Di antaranya, vaksinasi massal, vaksinasi reguler (untuk anak usia dini), pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak, produksi cairan “Oralit” untuk korban dehidrasi akibat diare, ditambah perencanaan dan pengendalian kehamilan.

Tokoh-tokoh perempuan ini tidak hanya berkontribusi dalam dunia kesehatan, tetapi juga menginspirasi generasi mendatang untuk terus berjuang demi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Keberanian dan dedikasi mereka membuktikan bahwa perempuan memiliki peran penting dalam mengubah dunia kesehatan.