Dr. Patricia Batch
Patricia Bath adalah seorang dokter yang menciptakan Laserphaco Probe, yaitu sebuah perawatan untuk pasien katarak. Karena ketertarikannya pada sains sejak kecil, ia menjadi dokter yang belajar oftalmologi di Universitas Columbia pada tahun 1969. Bath mengembangkan cara-cara inovatif untuk memperluas akses perawatan mata ke komunitas miskin, termasuk mendirikan American Institute for the Prevention of Blindness pada tahun 1976, yang menetapkan bahwa "penglihatan adalah hak asasi manusia yang mendasar."
Satu dekade kemudian, ia menemukan Laserphaco Probe untuk mengobati katarak dengan lebih baik. Bath mematenkan perangkat tersebut pada tahun 1988, dan ia menjadi dokter wanita Afrika-Amerika pertama yang menerima paten medis. Patricia menjadi salah satu wanita Afrika pertama yang dilantik ke dalam National Inventors Hall of Fame.
Baca Juga: 6 Tokoh Perempuan yang Membanggakan di Dunia Marketing
Patricia juga berperan dalam membawa layanan bedah mata ke Klinik Mata Rumah Sakit Harlem, yang tidak melakukan operasi mata pada tahun 1968. Dia membujuk profesornya di Columbia untuk mengoperasi pasien tunanetra secara gratis, dan dia menjadi sukarelawan sebagai asisten ahli bedah.
Sebagai direktur AIPB, Patricia mampu bepergian secara luas. Dalam perjalanan ini dia telah melakukan operasi, mengajarkan teknik medis baru, menyumbangkan peralatan, memberi kuliah, bertemu dengan rekan kerja, dan menyaksikan perbedaan dalam layanan kesehatan yang tersedia di negara industri dan berkembang.
Hasri Ainun Habibie
Hasri Ainun Besari lahir pada 11 Agustus 1937 di Semarang, Jawa Tengah, dari pasangan R. Mohamad Besari dan Sadarmi Besari. Ainun tumbuh dalam keluarga yang mementingkan pendidikan. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah, ia melanjutkan studinya di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pada tahun 1961, Ainun berhasil meraih gelar dokter, sebuah prestasi yang langka pada zamannya, terutama bagi seorang wanita.
Ainun memiliki kepedulian yang besar terhadap beberapa yayasan, seperti, Yayasan Beasiswa Orbit dan Bank Mata untuk penyantun mata tunanetra. Ia juga mencatat segudang prestasi besar selama hidupnya. Atas sumbangsihnya tersebut, Ainun mendapatkan beberapa penghargaan tertinggi bintang mahaputra.
Baca Juga: 11 Tokoh Perempuan Inspiratif Asal ‘Kota Anging Mammiri’ Makassar
Penghargaan tersebut diberikan oleh pemerintah sebagai penghargaan kepada warga yang dianggap memiliki peran besar terhadap negara. Antara lain ia mendapatkan penghargaan Bintang Mahaputra Adipurna, juga Mahaputera Utama pada 12 Agustus 1982 serta Bintang Mahaputra Adipradana pada 6 Agustus 1998. Untuk alasan ini pula Ainun Habibie dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.
Nafsiah Mboi
dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH adalah dokter spesialis anak yang juga ahli Kesehatan Masyarakat yang telah mengenyam pendidikan di Indonesia, Eropa dan Amerika. Lahir di Sengkang, Sulawesi Selatan, 14 Juli 1940 dr. Nafsiah merupakan salah satu lulusan Spesialisasi Dokter Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, tahun 1971.
Selain jabatan karier, dr. Nafsiah pernah menjadi Anggota DPR/ MPR RI, Ketua Komite PBB untuk Hak-hak Anak, Direktur Department of Gender and Women’s Health, WHO, Geneva Switzerland dan Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (2006–sekarang). Iapun telah menerbitkan lebih dari 70 karya dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris telah dipublikasikan, 20 diantaranya adalah makalah dan artikel.
Baca Juga: Kartini Masa Kini, Ini Deretan Tokoh Perempuan yang Memperjuangkan Hak Asasi Manusia
dr. Nafsiah dikenal sebagai sukarelawan dan pekerja masyarakat sejak masih berstatus sebagai pelajar. Selain itu, beliau juga dikenal sebagai aktivis bidang keluarga berencana dan selanjutnya mendedikasikan diri untuk upaya penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia. Komitmennya untuk anti diskriminasi dan kesetaraan dalam masyarakat mengarahkan dr. Nafsiah menjadi aktivis untuk hak-hak asasi manusia, dan menjadi salah satu pendiri Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia, anggota Komnas HAM, dan Wakil Ketua Komnas Perempuan.
Sulianti Saroso
Prof. Dr. dr. Julie Sulianti Saroso, M.P.H. lahir 10 Mei 1917 di Karangasem, Bali adalah seorang tokoh kedokteran Indonesia. Dalam catatan sejarah kebijakan bidang kesehatan di Indonesia, Profesor Dokter Sulianti Saroso, MPH, PhD, menjadi nama penting dalam dua urusan, yaitu pada pencegahan dan pengendalian penyakit menular, serta keluarga berencana (KB). Ia merupakan seorang peneliti dan perancang kebijakan kesehatan, dan tidak tertarik menjadi dokter praktik.
Julie Sulianti Saroso merupakan salah satu wanita Indonesia yang pernah menjabat Presiden Majelis Kesehatan Dunia (World Health Assembly). Ia pun juga pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Pencegahan, Pemberantasan, dan Pembasmian Penyakit Menular (P4M) pada 1967. Dan ia merangkap sebagai Direktur Lembaga Riset Kesehatan Nasional (LRKN). Dalam posisi itu, Profesor Sulianti memberikan perhatian besar pada Klinik Karantina di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Klinik itu telah dikembangkannya menjadi RS penyakit menular sekaligus untuk keperluan riset penyakit menular.
Baca Juga: Deretan Nama Perempuan yang Aktif di Bidang Sastra, Ada Idola Kamu Gak?
Tidak cukup dengan observasi di RS karantina di Tanjung Priok, Dokter Sulianti pun membangun pos-pos kesehatan masyarakat di berbagai lokasi. Dari observasi lapangan itu lantas lahir rekomendasi-rekomendasi. Di antaranya, vaksinasi massal, vaksinasi reguler (untuk anak usia dini), pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak, produksi cairan “Oralit” untuk korban dehidrasi akibat diare, ditambah perencanaan dan pengendalian kehamilan.
Tokoh-tokoh perempuan ini tidak hanya berkontribusi dalam dunia kesehatan, tetapi juga menginspirasi generasi mendatang untuk terus berjuang demi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Keberanian dan dedikasi mereka membuktikan bahwa perempuan memiliki peran penting dalam mengubah dunia kesehatan.