Pertumbuhan transaksi digital di Indonesia terus menunjukkan momentum kuat, dengan kenaikan sekitar 38% secara tahunan pada 2025. Namun, seiring meluasnya adopsi layanan digital dan berkembangnya ekosistem pembayaran, ancaman kejahatan siber dan penipuan finansial turut meningkat dengan tingkat kecanggihan yang tidak kalah cepat.
Menjawab kebutuhan mendesak tersebut, Wibmo, perusahaan di bawah PayU yang beroperasi melalui entitas lokal PT Wibmo Services Indonesia, menggelar Wibmo Executive Circle 2025: Securing Indonesia’s Financial Industry di The Westin Jakarta, Selasa (18/11/2025). Forum ini menjadi wadah strategis untuk memperkuat keamanan sistem pembayaran nasional melalui kolaborasi lintas pelaku industri.
CEO Wibmo, Shailesh Paul, membuka forum dengan menyoroti kontras pertumbuhan digital dan meningkatnya risiko. Ia menyampaikan bahwa transaksi digital naik 38 persen pada 2025, namun kejahatan digital ikut berkembang.
“Lebih dari separuh organisasi di Asia Tenggara telah mengalami insiden penipuan dalam dua tahun terakhir. Modus serangan semakin canggih, mulai dari deepfake-enabled scams, synthetic identity fraud, automated phishing, hingga bot attacks,” papar Shailesh.

Shailesh menekankan pentingnya kepercayaan di tengah kompleksitas bisnis yang meningkat.
“Jenis penipuan kini menjadi jauh lebih sophisticated. Dalam kondisi seperti ini, kepercayaan menjadi fondasi utama agar industri terus berkembang," terangnya.
Karenanya, ia pun menegaskan perlunya kolaborasi lintas pemangku kepentingan.
“Ini bukan situasi di mana satu pemain bisa mengamankan seluruh ekosistem. Ini adalah tugas bersama,” tegasnya.
Di kesempatan yang sama, Farida Peranginangin, Direktur Eksekutif Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, menegaskan bahwa keamanan siber kini menjadi pilar ketahanan nasional.
“Keamanan adalah fondasi kepercayaan. Tanpa keamanan, seluruh kemajuan digital akan kehilangan maknanya,” ujar Farida.
Farida pun lantas mengingatkan bahwa satu insiden dapat berdampak luas.

“Satu insiden saja dapat menggerus kepercayaan masyarakat, mengganggu aktivitas ekonomi, bahkan memicu risiko sistemik,” tukasnya.
Ia menggambarkan transformasi pesat sistem keuangan Indonesia, mulai dari QRIS, BI-FAST, fintech, hingga eksplorasi CBDC.
“Transformasi ini mengubah cara masyarakat membayar, bertransaksi, dan berinvestasi," ungkapnya.
Terakhir, Farida menutup pernyataan dengan seruan kolaborasi.
“Kolaborasi lintas sektor menjadi kunci agar sistem pembayaran tetap aman dan melindungi masyarakat dari penipuan finansial,” tegasnya.
Baca Juga: Bank Indonesia: Keamanan Siber adalah Fondasi Kepercayaan Publik dan Ketahanan Nasional