Studi global tahunan terbaru dari IBM terhadap 3.000 CEO dari 30 negara lebih dan 26 industri menemukan bahwa di Indonesia, CEO melihat AI generatif sebagai kunci untuk keunggulan kompetitif dengan 63% menyatakan bahwa keunggulan kompetitif akan bergantung pada siapa yang memiliki AI generatif paling canggih.
Lebih dari dua pertiga (71%) juga mengatakan bahwa potensi peningkatan produktivitas dari otomatisasi begitu besar sehingga mereka harus menerima risiko yang signifikan untuk tetap kompetitif. Selain itu, 59% CEO di Indonesia mengharapkan AI generatif untuk memberikan nilai tambah kepada perusahaan.
Baca Juga: Tengok! Berbasis AI, Ini Platform yang Bisa Bantu Orangtua Pahami Kondisi Anak Tidak Cocok Susu Sapi
"Perusahaan saat ini bertanya-tanya apa langkah selanjutnya yang harus dilakukan untuk mengintegrasikan AI ke dalam bisnis mereka. Dalam hal tersebut, kami membantu klien kami di Indonesia untuk beralih dari tahap uji coba AI generatif ke penerapan model secara luas," kata Roy Kosasih, President Director, IBM Indonesia, dikutip Senin (24/6/2024).
Di sisi lain, tenaga kerja juga menghadapi tekanan di bawah adopsi AI generatif. Di ASEAN, 62% CEO yang disurvei mengatakan bahwa keberhasilan dengan AI generatif akan lebih bergantung pada orang-orang yang mengadopsinya daripada teknologi itu sendiri. Sebanyak 51% CEO di Indonesia juga mendorong organisasi mereka untuk mengadopsi AI generatif lebih cepat daripada yang diinginkan beberapa orang.
Sementara itu, 54% CEO yang disurvei di Indonesia mengatakan bahwa tim mereka memiliki keterampilan dan pengetahuan untuk mengintegrasikan AI generatif, tetapi hanya sedikit yang memahami bagaimana adopsi AI generatif berdampak pada tenaga kerja dan budaya organisasi mereka. Lebih dari setengah (51%) responden juga belum menilai dampak AI generatif terhadap karyawan mereka.
"Banyak perusahaan sudah memiliki talenta yang bisa membantu meningkatkan produktivitas dan mengidentifikasi potensi efisiensi. Oleh karena itu, kultur organisasi dapat membantu karyawan melihat keuntungan penggunaan AI generatif guna mendorong penggunaan dan penerimaan AI dalam pekerjaan mereka sehingga dapat menghasilkan inovasi baru dalam bisnis," ujar Roy.
Temuan utama lainnya dari studi ini termasuk:
CEO menunjukkan bahwa manfaat yang didapat dari adopsi teknologi yang cepat melebihi potensi risikonya:
- 66% CEO di Indonesia percaya bahwa berinvestasi dalam AI akan membantu mendapatkan keunggulan kompetitif. Pada saat yang sama, 44% setuju bahwa risiko tertinggal mendorong mereka untuk berinvestasi dalam beberapa teknologi sebelum mereka memiliki pemahaman yang jelas tentang nilainya;
- Bagi CEO di ASEAN, tujuan utama investasi dalam AI generatif saat ini difokuskan pada uji coba dan eksperimen (46%), diikuti oleh efisiensi dan penghematan biaya (27%). Pada tahun 2026, fokus ini akan bergeser ke pertumbuhan dan ekspansi (50%) serta efisiensi dan penghematan biaya (40%);
- Melakukan investasi teknologi yang tepat adalah salah satu faktor kunci yang membedakan CEO di Indonesia yang memiliki peforma sangat baik. 78% dari para pemimpin ini mengatakan infrastruktur digital organisasi mereka memungkinkan investasi baru untuk secara efisien diperluas dan memberikan nilai, dibandingkan dengan hanya 71% dari semua CEO.
CEO di Indonesia menyadari kebutuhan perubahan budaya kerja untuk berhasil mengeskalasi AI, tetapi menghadapi tantangan kolaborasi dari organisasi dan tantangan mengadopsi:
- Mayoritas CEO Indonesia yang disurvei menunjukkan bahwa keengganan terhadap risiko dan gangguan bisnis adalah hambatan terbesar mereka dalam berinovasi;
- 59% CEO di Indonesia yang disurvei mengatakan bahwa kesuksesan organisasi mereka secara langsung terkait dengan kualitas kolaborasi antara keuangan dan teknologi, tetapi 63% juga melihat persaingan di antara para eksekutif C-Suite mereka terkadang menghambat kolaborasi;
- 71% CEO yang disurvei berpikir bahwa perubahan budaya kerja lebih penting untuk menjadi organisasi yang berbasis data daripada mengatasi tantangan teknis.