Dari riset yang dilakukannya, Ravenry menyebutkan bahwa sektor blue economy atau ekonomi biru mampu menyerap tenaga kerja sebesar 45 juta lapangan kerja baru. Startup Indonesia yang bergerak di bidang market research tersebut mengemukakan, industri yang berhubungan dengan kelautan menghasilkan nilai ekonomi sebesar USD2,5 triliun secara global dan mendukung hampir 3 miliar penghidupan masyarakat di bidang industri termasuk makanan laut, pelabuhan, konstruksi, dan wisata pantai.
Co-founder Ravenry, Aditya Subiyakto, melanjutkan, pembangunan pembangkit listrik tenaga angin di lepas pantai, bagi pasar energi global diharapkan tumbuh pada CAGR sebesar 12,1 persen, mencapai nilai USD89,76 miliar pada tahun 2030. Sementara itu, akuakultur menjadi salah satu sektor pangan dengan pertumbuhan tercepat dalam usaha meningkatkan ketahanan pangan dan gizi secara global. Industri akuakultur memiliki nilai sekitar USD243 miliar dan mempekerjakan 20 juta orang di seluruh dunia.
Baca Juga: Sri Mulyani: Indonesia Bisa Bertahan Menjaga Pertumbuhan Ekonomi Dalam 8 Kuartal Berturut-turut
"Diproyeksikan, ekonomi kelautan akan tumbuh dalam dekade mendatang, minat investor meningkat di semua sektor dari ekonomi biru. Sekitar 87 persen dari investor mengambil sampel dari survei yang dilakukan oleh Uni Eropa yang berencana untuk berinvestasi rata-rata €124,5 juta dalam ekonomi biru pada tahun 2030," terangnya, dikutip Jumat (15/3/2024).
Bersama Archipelagic and Island States (AIS) Forum, Ravenry berupaya meningkatkan 2x kontribusi dan investasi di sektor kelautan untuk mencapai 15% dari PDB Indonesia di tahun 2045, setara dengan 45 juta lapangan kerja baru. Archipelagic and Island States (AIS) Forum 2023 merupakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Negara-Negara Pulau dan Kepulauan yang kali ini mengusung tema Fostering Collaboration, Enabling Innovation for Our Ocean and Our Future. Agenda pertemuan tersebut akan berfokus kepada tiga aspek penting, yaitu pembangunan ekonomi biru, tantangan perubahan iklim, dan mempererat solidaritas antara negara pulau dan kepulauan.
Dalam AIS Forum High Level Meeting di Nusa Dua Bali pada 2023, Ravenry memaparkan formula pengembangan Entrepreneurship Ecosystem untuk blue economy. "Entrepreneurship Ecosystem memiliki arti sebuah ikatan yang terdiri dari jaringan pelaku entrepreneurship, organisasi, komunitas, dan berbagai sumber lainnya yang bersinergis menciptakan lingkungan yang saling mendukung entrepreneurship untuk berkembang pesat," jelas Aditya.
Kunci Pembangunan ekosistem startup di sektor ekonomi biru menurut Aditya adalah menghadirkan program-program pendukung yang disesuaikan dengan tahapan kematangan ekosistem bluepreneur di setiap wilayah AIS untuk mencapai visi bersama bagi ekonomi biru. Tahapan kematangan tersebut ada tiga, yaitu:
Life Stage 1
Memiliki ciri sebagai berikut:
- Rendahnya jumlah startup di wilayah ini dengan pendanaan Seri A+ yang minimal atau bahkan tidak ada sama sekali dibandingkan dengan jumlah populasi;
- Dukungan peraturan yang terbatas untuk bisnis baru;
- Literasi digital dan adopsi teknologi relatif rendah.
Rekomendasi program pada tahap ini adalah Activate, yaitu fokus pada membangkitkan dan menginspirasi kewirausahaan & minat dari berbagai pemangku kepentingan.
Baca Juga: Hadapi Tantangan Tech Winter, Startup Perlu Fokus 3 Aspek Ini untuk Raih Pendanaan Investor
Life Stage 2
Memiliki ciri sebagai berikut:
- Makin banyak startup di wilayah ini dengan beberapa aktivitas investasi tersedia;
- Adanya inisiatif pemerintah untuk mendukung startup;
- Literasi digital dan adopsi teknologi sedang hingga tinggi.
Rekomendasi program pada tahap ini adalah Integrate, yaitu fokus pada berbagi dan menyelaraskan visi antarpemangku kepentingan dalam ekosistem lokal/regional.
Life Stage 3
Memiliki ciri sebagai berikut:
- Tingginya jumlah startup dan pendanaan Seri A+ dibandingkan dengan jumlah populasi;
- Aktivitas investasi yang besar dan lingkungan peraturan yang mendukung bagi dunia usaha;
- Literasi digital dan adopsi teknologi yang tinggi.
Rekomendasi program pada tahap ini adalah Scale, yaitu fokus pada mengatur peningkatan dan perluasan pasar, yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan global.
"Melalui AIS Blue Hub, kami bertujuan tidak hanya untuk meningkatkan kesadaran tentang potensi yang belum dimanfaatkan dalam sektor biru, tetapi juga menumbuhkan komunitas yang dinamis secara terus-menerus dan secara progresif berdedikasi untuk mengatasi tantangan dalam bidang ini. Pada akhirnya, AIS Blue Hub berupaya menjembatani solusi permasalahan sektor biru secara efektif dengan memanfaatkan ekosistem bluepreneur kami," tutup Aditya.