Presiden Prabowo Subianto berencana menyelamatkan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) yang kini telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Kota Semarang. Bahkan, Prabowo memberi instruksi penyelamatan Sritex kepada empat kementerian, mulai dari Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, hingga Kementerian Tenaga Kerja.

Lantas, bagaimana skema atas rencana Prabowo menyelamatkan Sritex? Redaksi Olenka telah merangku serba-serbi rencana Prabowo selamatkan Sritex dalam informasi sebagai berikut.

Awal Mula dan Ekspansi Bisnis Sritex

Sritex merupakan perusahaan tekstil yang pernah eksis sebagai produsen seragam militer NATO. Pada awalnya, Sritex merupakan usaha dagang (UD) bernama Sri Redjeki yang dirintis oleh H. Muhammad Lukminto pada tahun 1966 di Pasar Klewer, Solo, Jawa Tengah.

Hingga tahun 1974, UD Sri Redjeki hanya memiliki bisnis jual-beli kain. Singkat cerita, tangan dingin Lukminto mampu membesarkan UD tersebut hingga merambah bisnis mengolah kain polos menjadi kain bermotif.  Bermodal alat dan mesin yang ada, UD Sri Redjeki bisa menjadi pemasok sekaligus produsen bagi industri kala itu.

Baca Juga: Mengulik Peran Keluarga Sudono Salim dalam Pohon Bisnis Salim Group

Dirintis sebagai UD, Sri Redjeki kemudian didaftarkan ke Dinas Perindustrian Jawa Tengah sebagai Perseroan Terbatas (PT) pada 30 Agustus 1974. Hingga akhirnya, UD tersebut resmi menjadi PT Sri Rejeki berdasarkan Akta Nomor 48 tanggal 22 Mei 1978 dan mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman pada 16 Oktober 1978. Sejak itu pula, nama PT berubah menjadi PT Sri Rejeki Isman.

Tak bisa dimungkiri bahwa bisnis Sri Rejeki Isman terus tumbuh hingga berhasil melakukan berbagai ekspansi. Pada tahun 1981, Sritex bahkan membeli perusahaan bernama Johantex. Usaha PT Sri Rejeki Isman pun berpindah ke Kelurahan Jetis, Sukoharjo yang kemudian menjadi tempat pendirian pabrik baru bernama Sritex.

Pabrik Sritex terus dilengkapi dengan berbagai mesin, selaras dengan karyawan yang terus bertambah. Lalu pada tahun 1990, pabrik Sritex benar-benar mampu melakukan proses lengkap mulai dari pemintalan kapas hingga finishing pakaian. 

Sritex dan Produksi Seragam Militer NATO

Merujuk tugas akhir "Strategi PT Sri Rejeki Isman Tbk dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN" yang ditulis oleh Emeraldo Kanugraha (1994), Sritex mendapat kepercayaan untuk membuat seragam militer Jerman. Setelah itu, negara-negara anggota NATO (North Atlantic Treaty Organization) juga memercayakan produksi seragamnya kepada Sritex.

Tercatat, tak kurang dari 31 negara menggunakan produk Sritex untuk seragam militer. Beberapa di antaranya ialah Austria, Inggris, Singapura, Australia, Indonesia, Swedia, dan Norwegia. Selain untuk seragam militer, Sritex juga sempat bekerja sama dengan berbagai brand fashion ternama, seperti H&M, Zara, Uniqlo, hingga Timberland. 

Resmi Dinyatakan Pailit

Desas-desus Sritex pailit telah terdengar sejak Juni 2024 lalu. Kabar tersebut muncul di tengah kondisi Sritex yang terlilit utang dan terancam bangkrut. Tekanan bisnis akibat pandemi Covid-19 hingga kondisi geopolitik dunia yang memanas disebut menjadi penyebab bisnis Sritex jatuh signifikan. 

Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Keuangan Sritex, Welly Salam, dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia.  Welly mengatakan, kondisi geopolitik perang di Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina menyebabkan terjadinya gangguan supply chain dan penurunan ekspor karena terjadi pergeseran prioritas oleh masyarakat kawasan Eropa maupun Amerika Serikat.

"Situasi geopolitik dan gempuran produk China masih terus berlangsung sehingga penjualan belum pulih. Sritex tetap beroperasi dengan menjaga keberlangsungan usaha, serta operasional dengan menggunakan kas internal maupun dukungan sponsor," ungkap Welly. 

Hingga akhirnya, tepat pada 21 Oktober 2024, PT Sritex secara resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang, Jawa Tengah. Putusan tersebut merupakan lanjutan atas permohonan pailit yang diajukan oleh PT Indo Bharat Rayon yang mengklaim bahwa Sritex belum memenuhi kewajiban pembayaran sesuai dengan perjanjian homologasi yang disepakati pada 25 Januari 2022.

Dalam permohonan tersebut, PT Indo Bharat Rayon meminta agar rencana perdamaian atau homologasi dibatalkan. Pengadilan mengabulkan permintaan ini, sehingga Sritex dan anak perusahaannya resmi dinyatakan pailit beserta seluruh konsekuensi hukumnya.

Nasib Karyawan

Kabar Sritex pailit ini lantas menimbulkan satu pertanyaan besar, bagaimana nasib para karyawan? Bayang-bayang PHK massal mewarnai kabar kepailitan Sritex belakangan ini. Kendati begitu, General Manager (GM) HRD Sritex Group, Haryo Ngadiyono, menegaskan bahwa perusahaan masih berjalan normal meski sudah dinyatakan pailit. 

Ia menyebut, putusan pailit tersebut dijatuhkan untuk empat perusahaan Sritex Group, yakni PT Sritex di Sukoharjo, PT Primayudha di Boyolali serta PT Bitratex dan PT Sinar Pantja Djaya di Semarang. Sementara itu, Sritex Group sendiri memiliki banyak anak perusahaan lain di luar empat perusahaan tersebut. Terkait para karyawan, Haryo mengatakan manajemen sudah memberikan pengarahan.

Haryo mengatakan, ada sekitar 15.000 karyawan yang bekerja di bawah naungan empat perusahaan tersebut. Ia menegaskan, putusan pailit tersebut tidak memengaruhi proses produksi, lantaran putusan tersebut bukan pernyataan dari perusahaan, tetapi dari putusan hukum atas kasus gugatan yang dilayangkan pihak ketiga di PN Niaga Semarang sehingga tidak akan ada PHK massal bagi karyawan.

"Intinya karena putusan pailit ini, kami tidak akan melakukan PHK massal karena sekali lagi, bukan perusahaan yang mempailitkan diri. Perusahaan masih berjalan sehingga saya kira karyawan sampai saat ini masih aktif bekerja," tegasnya lagi.

Prabowo Turun Tangan Selamatkan Sritex

Kabar Sritex pailit ini bahkan telah sampai kepada Presiden Prabowo Subianto. Perihal itu, Prabowo memutuskan untuk turun tangan menyelamatkan Sritex serta para karyawan dari ancaman PHK.

Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang, menyampaikan bahwa Prabowo telah memberi perintah kepada dirinya dan tiga kementerian lain untuk mengkaji opsi-opsi penyelamatan Sritex. Empat kementerian tersebut meliputi Kementerian Perindustrian, Kemenkeu, Kementerian BUMN, dan Kementerian Tenaga Kerja.

Agus menambahkan, prioritas pemerintah saat ini adalah menyelamatkan karyawan Sritex dari pemutusan hubungan kerja (PHK). Penyelamatan karyawan Sritex diminta untuk dilakukan dalam waktu secepatnya.

“Pemerintah akan segera mengambil langkah-langkah agar operasional perusahaan tetap berjalan dan pekerja bisa diselamatkan dari PHK. Opsi dan skema penyelamatan ini akan disampaikan dalam waktu secepatnya, setelah empat kementerian selesai merumuskan cara penyelamatan,” pungkas Agus.