Presiden RI Prabowo Subianto menegaskan komitmen pemerintah untuk mempercepat digitalisasi pendidikan di seluruh Indonesia.
Program tersebut diwujudkan melalui distribusi layar digital pintar atau smart digital screen ke sekolah-sekolah, dengan target ambisius, yakni 330 ribu sekolah akan menerima perangkat ini hingga akhir 2025.
Namun, inisiatif pengadaan smart TV itu kini menuai sorotan. Di satu sisi, program ini digadang-gadang mampu menghadirkan transformasi digital bagi dunia pendidikan nasional. Di sisi lain, kritik mengenai distribusi, mekanisme pengadaan, hingga transparansi anggaran masih menyisakan tanda tanya besar.
Lantas, bagaimana detail program pengadaan smart TV ini? Dikutip dari berbagai sumber, Senin (15/9/2025), berikut Olenka ulas selengkapnya.
Dukungan Teknologi untuk Pendidikan
Pemerintah berencana membelikan satu sekolah satu smart TV. Presiden Prabowo menyatakan program ini bertujuan agar sekolah bisa melaksanakan pembelajaran jarak jauh sekaligus menjawab persoalan kekurangan guru kompeten.
Inisiatif tersebut diharapkan mampu menjadi solusi fundamental untuk mengatasi ketertinggalan pendidikan, terutama di daerah terpencil, sekaligus membuka akses pembelajaran jarak jauh yang lebih merata di seluruh penjuru negeri.
“Tahun ini kita harapkan 330 ribu sekolah (termasuk sekolah rakyat) akan dapat. 10 November 2025 nanti 100 ribu sekolah akan dapat, sekarang baru 10 ribu,” kata Prabowo usai meninjau Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 10 Jakarta Selatan, Kamis (11/9/2025), dikutip dari Detikcom.
Prabowo menilai, teknologi ini dapat menjadi jalan keluar bagi keterbatasan tenaga pendidik di banyak daerah.
“Ada guru-guru yang terbaik, tiap mata pelajaran kita akan seleksi, mungkin 20–30 guru terbaik, tiap mata pelajaran akan siaran dari studio jarak jauh. Berarti secara teoritis, guru ini bisa bantu semua kelas di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Selain itu, smart TV bersifat interaktif. Siswa maupun guru bisa mengulang pelajaran kapan saja, bahkan melalui ponsel.
“Murid-murid yang nanti kurang ini, bisa ulangi lagi pelajaran… semua konten bisa dari handphone. Jadi kita interaktif,” tambah Prabowo.
Baca Juga: Menelisik Tujuan Pemerintah Di balik Bengkaknya Anggaran Program MBG
Smart TV Masuk ke TK hingga SMA Elite
Distribusi smart TV sudah mulai berjalan. Salah satu penerima bantuan adalah SMA Kolase Gonzaga, sekolah swasta bergengsi di Jakarta Selatan.
“Ini smart TV dari pemerintah untuk kami,” kata Peter Eduard C. Ratu Dopo, Kepala SMA Kolase Gonzaga, kepada Tempo, Kamis (11/9/2025).
Bantuan juga diterima oleh SMA Negeri 1 Jakarta. Wakil Kepala Sekolah Nunun Nurholifah mengatakan pihak sekolah tidak mengetahui harga perangkat tersebut.
“Kita isi itu enggak lama, kemudian ada bantuannya datang,” ujarnya.
Menurut Nunun, perangkat tiba pada 25 Agustus 2025 dan langsung dipasang oleh pegawai Dinas Pendidikan. Namun, ia menilai sekolahnya sebenarnya belum terlalu membutuhkan perangkat baru karena sudah memiliki proyektor di setiap kelas.
“Setiap kelas sudah dilengkapi proyektor. Jadi sebenarnya kalau guru mau nayangin video itu sudah ada,” katanya.
Lebih jauh, ia menyebut distribusi bantuan bahkan menjangkau jenjang pendidikan anak usia dini. TK Aisyiyah 92 Jakarta Pusat dan TK Aisyiyah 7 Petojo Sabangan menerima smart TV lebih dulu dibandingkan SMA Negeri 1.
“Mereka bahkan dapat lebih dulu dibanding di SMA ini,” tutur Nunun yang juga Ketua Pimpinan Cabang Aisyiyah Kecamatan Gambir.
Baca Juga: Anggaran Pendidikan Indonesia Terbesar di Dunia tapi Bocor di Mana-mana
Tuai Kritikan
Meski ambisius, program ini menuai kritik. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai distribusi smart TV dilakukan tanpa kajian memadai.
“Sekolah di daerah banyak yang belum punya sarana pendukung, sementara sekolah elite yang turut dapat bantuan sebenarnya sudah memiliki fasilitas itu. Ini menyebabkan pemanfaatan hanya sesaat dan tidak optimal,” kata Koordinator JPPI, Ubaid Matraji, Jumat (12/9/2025), dikutip dari Tempo.
Senada, Wakil Kepala Sekolah SMAN 1 Jakarta, Nunun Nurholifah, menyebut sekolahnya tak begitu membutuhkan perangkat ini. “Setiap kelas sudah dilengkapi proyektor. Jadi sebenarnya kalau guru mau nayangin video itu sudah ada,” ujarnya.
Kritik lain muncul terkait mekanisme pengadaan. LKPP menunjuk langsung perusahaan elektronik Hisense setelah menyingkirkan pesaingnya, Acer, yang menawarkan harga lebih tinggi.
Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah LKPP, Setya Budi Arijanta, mengatakan pengadaan mengacu pada Keppres Nomor 46 Tahun 2025.
“Program prioritas pemerintah itu bisa tunjuk langsung, ya,” ujarnya, dikutip dari Tempo.
Smart TV berukuran 75 inci dengan sistem Android 13 itu dibeli seharga Rp 26 juta per unit, lengkap dengan ongkos kirim, garansi, dan asuransi. Total anggaran yang disiapkan pemerintah mencapai Rp 7,9 triliun.
Sejumlah pengamat menyoroti potensi penyalahgunaan anggaran. Koordinator Badan Pekerja ICW, Wana Alamsyah, menyebut metode pengadaan tanpa tender rawan penyelewengan.
“Hal tersebut membuka ruang penyelewengan jika tanpa mekanisme transparansi dan akuntabilitas yang ketat,” katanya.
Senada, Kepala Bidang Advokasi P2G, Iman Zanatul Haeri, mengingatkan agar kasus Chromebook tidak terulang.
“Jangan sampai ada Chromebook jilid dua,” tegasnya.
Baca Juga: 'Tanpa Guru Berkualitas, Pendidikan Hanya di Atas Kertas'
Respons Pemerintah
Terkait wacana program pengadaan smart TV tersebut, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menegaskan bahwa sekolah berhak menolak distribusi jika merasa tidak membutuhkan.
“Kalau misalnya sekolah tidak bersedia dan karena kekeliruan dari distributor, maka bisa minta dikembalikan atau minta kami ambil,” kata Mu’ti, Kamis (11/9/2025).
Ia pun menjelaskan distribusi dilakukan melalui formulir persetujuan.
“Kalau ada yang mengatakan sekolah tidak meminta kok dikasih, itu mungkin ada kekeliruan dari yang mengirim,” imbuhnya.
Di sisi lain, pemerintah melalui Dirjen PAUD, Dikdas, dan Dikmen, Gogot Suharwoto, menegaskan program ini adalah langkah membangun ekosistem digital classroom.
“Kami berkomitmen melaksanakan instruksi Presiden dan merealisasikan program ini sebaik-baiknya,” tandasnya.
Gogot juga bilang, penyaluran bantuan itu bukan lantas pemerintah mengabaikan pembangunan sekolah dan kesejahteraan guru.
"Pembangunan fisik infrastruktur tetap jalan, begitu pula komitmen pemerintah meningkatkan kesejahteraan dan kualitas guru," kata dia.
Selain itu, Gogot membantah penyaluran smart TV tidak tepat sasaran. Ia mengatakan pihaknya terlebih dahulu melakukan verifikasi kesiapan sarana dan prasarana di sekolah sasaran berdasarkan data portal Pendidikan. Menurut dia, sekolah mana pun selama mereka menyatakan siap menerima smart TV maka akan dikirim.
“Selama sekolah menyatakan siap menerima dan memenuhi kriteria di atas maka sekolah tersebut akan menjadi sasaran penerima program digitalisasi pembelajaran,” pungkas Gogot.
Baca Juga: Presiden Prabowo Subianto Apresiasi Batik Sawit Smart Batik