Respons Ahli, DPR, dan BPOM

Ahli gizi dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi), Atik Nirwanawati, menilai salah satu masalah utama adalah keterbatasan tenaga terlatih.

“Masak itu enggak gampang. Kalau bahan makannya bagus, hasilnya belum tentu bagus karena (harus dibarengi) dengan proses pengolahan yang baik. Apalagi lauk protein, itu sangat cepat tercemar bila waktunya lewat dikonsumsi,” katanya, dikutip dari Liputan6.

Sementara itu, ahli gizi dari Universitas Indonesia, dr. Siti Helmy, M.Gizi, mengingatkan agar pemerintah lebih ketat memastikan standar higienitas.

“Kalau program sebesar MBG tidak dibarengi kontrol kualitas ketat, potensi insiden akan selalu ada,” ujarnya, dikutip dari Times Indonesia.

Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan (KSP), M. Qodari, bahkan mengungkap fakta bahwa dari total lebih dari 8.500 dapur MBG, hanya 34 dapur yang memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).

“Dari sini sudah kelihatan, kalau mau mengatasi masalah ini, SOP keamanan pangan harus ada dan dijalankan,” katanya, dikutip dari Liputan6.

Terpisah, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Charles Honoris, pun mendesak pemerintah menghentikan sementara penambahan dapur baru hingga persoalan SLHS dituntaskan.

“Fokus pada kualitas, bukan sekadar kuantitas. Pemerintah jangan hanya mengejar setoran jumlah dapur, tetapi mengabaikan kualitas pelayanan dan keamanan pangan,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala BPOM, Taruna Ikrar, menegaskan keracunan MBG banyak dipicu kontaminasi silang, pertumbuhan bakteri akibat suhu yang tidak sesuai, serta lemahnya praktik higiene dan sanitasi.

“Upaya pencegahan kejadian MBG perlu mengedepankan tindakan preventif dalam penerapan keamanan pangan. Keamanan pangan yang terjamin akan memastikan makanan yang diberikan tidak hanya memenuhi kebutuhan gizi, tetapi juga bebas dari kontaminasi,” katanya, dikutip dari laman resmi BPOM.

Taruna menegaskan, BPOM akan berkomitmen meningkatkan pengawasan lapangan, memberikan pendampingan teknis, serta memperkuat kurikulum pelatihan food safety dan hygiene bagi penyedia MBG.

Taruna juga mendorong percepatan penerbitan Perpres Tata Kelola MBG sebagai payung hukum agar setiap instansi dapat menjalankan perannya secara optimal.

Baca Juga: Marak Kasus Keracunan MBG, Keselamatan Anak Harus Menjadi Prioritas Utama