Calon Gubernur Jakarta Ridwan Kamil mengusulkan kebijakan car free night yang dilakukan sebulan sekali guna mengurangi angka tawuran antara anak-anak kampung. Hal ini disampaikan olehnya dalam dialog publik dan penyampaian aspirasi yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki (TIM) beberapa waktu lalu.
“Kami ada gagasan namanya car free night, car free night itu nutup Jalan Sebulan sekali di wilayah-wilayah seluruh Jakarta,” kata Ridwan Kamil, dalam dialog publik seni yang diselenggarakan di Theater Kecil, Taman Ismail Marzuki (TIM) pada Senin (23/09/2024).
Menurut mantan Gubernur Jawa Barat itu, car free night ini dapat dilakukan dengan setengahnya untuk pameran UMKM ibu-ibu dan setengahnya untuk pertunjukkan kesenian. Ia menyampaikan bila panitianya adalah anak-anak, mereka diberikan kesempatan untuk melestarikan kesenian yang disuka. Sehingga dengan banyaknya rapat yang dilakukan maka tawuran antara anak-anak kampung bisa diselesaikan dengan perlahan.
Tujuan lainnya, Ridwan menjadikan kesenian ini sebagai bentuk mensejahterakan. Jakarta yang ditinggal menjadi Nusantara, kini harus naik kelas sebagai kota industri. Dalam pandangannya hanya ada tiga survival dalam pembentukan Jakarta.
Baca Juga: Ridwan Kamil Rencanakan Anggaran Rp200 Juta per RW sebagai Upaya Menghidupkan Kesenian di Jakarta
“Kami mempunyai tiga sruvival, pertama menjadikan kota ekonomi jasa, kedua ekonomi kreatif, di mana di dalamnya ada kesenian dan kota wisata internasional,” paparnya.
Dalam diskusinya, ia mengatakan terdapat 2 juta orang Jakarta pergi tiap akhir pekan, jika setahun sudah ada 20 triliun yang ingin berlibur. Tidak banyak pilihan di kota ini, hal inilah yang dapat dijadikan sebagai potensi ekonomi bila diambil melalui strategi kesenian. Dengan membuat kreasi dapat memberdayakan orang-orang seni berkegiatan kesenian. Maka Jakarta kota ini dapat menjadi pusat wisata internasional, dengan kunci, menyuntikkan kegiatan kampus-kampus yang berada di Jakarta Kota nantinya.
Ia menuturkan akan mencari unviersitas-universitas yang bisa membuka cabang dalam ekonomi kreatif untuk jurusan yang diperlukan. Sudah ada beberapa kampus yang mendiskusikan, namun bukan kampus utama melainkan sebuah kampus remote atau sandwich program.
“Kalau di Kota Tua nanti penuh dengan orang-orang kreatif yang suka berkesenian, nanti kita check secara tata ruang, bisakah disuntikkan untuk kos-kosan sehingga seperti UPH di Karawaci. Setelah adanya ekonomi kampus, UPH bergerak ke segala rupa ekonomi,” tuturnya.