Dikatakan Fathya, regulasi emosi sendiri adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menilai, mengatasi, mengelola dan mengungkapkan emosi yang tepat dalam rangka mencapai keseimbangan emosional.
“Regulasi emosi itu penting karena dengan kita meregulasi emosi sebenarnya pelan-pelan kita jadi tidak mudah terbawa oleh emosi,” ujar Fathya.
Menurutnya, setidaknya ada empat faktor yang mempengaruhi kemampuan regulasi emosi seorang ibu, salah satu diantaranya adalah rutinitas keseharian si ibu. Seperti, kurang tidur, kelelahan fisik, rutinitas yang monoton, dan kurang waktu untuk diri sendiri.
Kedua, kata Fathya, adalah tuntutan peran si ibu. Di sini, si ibu memiliki ekspektasi yang tinggi sebagai ibu dan mungkin juga sebagai pekerja.
“Yang ketiga adalah faktor eksternal, seperti masalah keuangan, konflik keluarga, tekanan sosial, dan peristiwa tak terduga. Dan yang terakhir adalah faktor internal, seperti riwayat kesehatan mental, tingkat stress yang tinggi, serta kurangnya keterampilan mengatasi masalah,” paparnya.
Lebih lanjut, Fathya pun mengatakan, selain ketidakstabilan emosi, seorang ibu juga rentan mengalami burnout.
“Burnout itu bukan hanya tentang ketidakmampuan kita untuk mengelola emosi kita, tapi ada self believe yang perlu dicek lagi,” ujar Fathya.
Ia pun memaparkan, setidaknya ada beberapa alasan mengapa ibu yang punya ambisi rentan burnout. Istilah burnout sebenarnya erat kaitannya dengan kelelahan mental dan fisik yang dialami para pekerja. Namun, sebenarnya seorang ibu juga bisa mengalami burnout.
Jika dibiarkan, burnout dapat berujung ke kondisi yang lebih kronis, lho. Gejalanya dapat berupa penurunan fungsi fisik seperti kelelahan dan sakit kepala; emosional yang lebih sensitif dan mudah menangis tanpa sebab; sering lupa dan sulit mengambil keputusan; hingga menarik diri dari lingkungan serta kehilangan minat dari sesuatu yang disukai.
Menurut Fathya, ada beberapa faktor yang mempengaruhi seorang ibu bisa mengalami burnout, antara lain adalah peran ibu yang banyak tuntutan, waktu istirahat yang kurang, dan dukungan sosial yang minim.
“Si ibu juga mungkin kerap merasa kurang bisa mengendalikan hidup, serta rumah berantakan. Dan, ke semua faktor tersebut menyebabkan kurangnya kejelasan indikator sukses dalam berbagai peran yang dijalani si ibu,” tandas Fathya.