Berkarier di dunia politik dan sudah dilantik menjadi anggota legislatif sejak usia 26 tahun, Roro Esti menyadari adanya "opportunity cost”. Di mana, dengan memilih untuk fokus berkarir berarti harus mengorbankan waktu untuk teman dan keluarga. Namun, saat itu ia melihat hal tersebut bukan hanya sebagai pengorbanan, tetapi sebagai bentuk pengabdian.
Wamendag Roro memiliki kesempatan menempuh pendidikan di luar negeri, di Manchester University untuk S1 dan Imperial College untuk S2. Saat memutuskan untuk melanjutkan pendidikan S2, sang ayah tidak ingin membiayai pendidikan Roro saat itu, kecuali berhasil masuk di salah satu perguruan tinggi terbaik di dunia.
Hal tersebut justru membuat Roro semakin termotivasi untuk bertahan dan mengandalkan kemampuan dirinya untuk meraih tujuan hidup. Hingga akhirnya, Roro berhasil menempuh pendidikan S2 di Imperial College berkat beasiswa yang diterimanya dari pemerintah Indonesia, tanpa biaya dari sang ayah.
Baca Juga: Najwa Shihab, Sosok Jurnalis Perempuan yang Menginspirasi dan Berdedikasi
Dengan dukungan beasiswa yang diterimanya dan tantangan untuk mandiri, memperkuat tekad Wamendag Roro untuk berkontribusi pada negara. Roro merasa berutang budi pada negara dan harus memberikan kontribusi maksimal.
“Tapi karena itu justru menjadi panggilan tersendiri untuk mengabdi. Jadi akhirnya ternyata perjalanan hidup untuk kemudian menjadi anggota DPR dan bisa hadir untuk masyarakat itu semua menjadi bagian dari calling itu tadi. Bahwa saya hutang budi kepada negara. Saya harus berkontribusi secara maksimal untuk negara,” tukasnya.