Dalam beberapa tahun terakhir, muncul kekhawatiran bahwa Gen Z, mereka yang lahir antara tahun 1997 dan 2012, mungkin menua lebih cepat secara biologis akibat peningkatan kadar kortisol. Namun, apakah klaim ini berakar pada sains, atau mitos?
Kestabilan yang biasa dialami Gen Z telah sepenuhnya berubah akibat Covid-19. Hubungan pribadi, perawatan kesehatan, dan lingkungan politik semuanya didesain ulang. Meskipun masih muda, Gen Z memasuki masa dewasa dengan cara yang sangat istimewa—komponen yang mungkin memengaruhi perspektif mereka tentang penuaan.
Gen Z baru-baru ini mengunggah video di situs media sosial yang mengklaim bahwa mereka sering disangka sebagai orang yang lebih tua. Dalam sebuah video yang telah ditonton hampir 20 juta kali, Josh Howlett yang berusia 26 tahun menegaskan bahwa ia "lebih muda dari Zendaya," tetapi ia sering dikritik karena lebih tua. Mereka menyalahkan tekanan dalam hidup mereka atas penampilan mereka yang lebih dewasa. Sementara yang lain menyalahkan rokok elektrik dan penggunaan kosmetik berlebihan.
Bagaimana kortisol bisa mempercepat penuaan?
Kortisol, yang sering disebut "hormon stres," memainkan peran penting dalam respons tubuh untuk melawan atau lari. Meskipun lonjakan kortisol dalam waktu singkat dapat bermanfaat, peningkatan kronis—yang sering dikaitkan dengan stres berkepanjangan—dapat membahayakan kesehatan.
Kadar kortisol tinggi telah dikaitkan dengan masalah seperti penambahan berat badan, gangguan tidur, kekebalan tubuh yang melemah, dan bahkan percepatan penuaan sel melalui proses yang disebut "pemendekan telomer." Telomer, lapisan pelindung di ujung kromosom, secara alami memendek seiring bertambahnya usia, tetapi stres dapat mempercepat proses ini.
Baca Juga: 7 Peluang Karier di Era Digital untuk Generasi Z
Faktor penyebab stres bagi Gen-Z
Menurut Dr. Sonali Kagne, Konsultan Endokrinologi di Rumah Sakit dan Pusat Penelitian Sir H. N. Reliance Foundation, bagi Gen Z, stres sering dikaitkan dengan tantangan unik seperti tekanan akademis, ketidakstabilan keuangan, dan konektivitas konstan melalui media sosial.
Faktor-faktor ini dapat mengganggu tidur, mendorong kebiasaan makan yang buruk, dan menyebabkan gaya hidup yang tidak banyak bergerak, yang selanjutnya memperkuat produksi kortisol. Namun, penting untuk mendekati topik ini dengan penuh pertimbangan. Meskipun stres dapat menyebabkan penuaan, itu bukanlah satu-satunya penentu. Genetika, pola makan, aktivitas fisik, dan kesehatan secara keseluruhan memainkan peran penting.
Menurut American Psychological Association, dampak Covid, inflasi, akses layanan kesehatan, dan ketidakmampuan Gen Z untuk membangun dan mempertahankan hubungan merupakan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap meningkatnya tingkat stres mereka.
Lebih jauh, menurut laporan stres American Psychological Association, 74% Gen Z mengisolasi diri karena mereka mengalami kesulitan berhubungan dengan orang lain. Kesulitan dalam hidup mereka diperburuk oleh emosi kesepian yang meningkat ini.
Meskipun penelitian telah mengaitkan stres kronis dengan percepatan penuaan, tidak ada bukti konklusif yang menunjukkan bahwa Gen Z secara keseluruhan menua lebih cepat daripada generasi sebelumnya.
Kebiasaan sehat untuk melawan penuaan akibat stres Untuk melawan penuaan akibat stres, menumbuhkan kebiasaan sehat adalah kuncinya. Olahraga teratur, latihan kesadaran, nutrisi seimbang, dan tidur yang cukup adalah cara yang terbukti untuk mengurangi kadar kortisol. Membatasi waktu layar dan membina hubungan sosial yang bermakna juga dapat meningkatkan kesehatan mental.
Kesimpulannya, meskipun stres kronis dan peningkatan kortisol dapat memengaruhi penuaan, gagasan bahwa Gen Z ditakdirkan untuk menua lebih cepat tidak sepenuhnya akurat. Memberdayakan generasi ini dengan alat untuk mengelola stres dapat membantu mereka menjalani kehidupan yang lebih sehat dan lebih tangguh.
Baca Juga: Viral di Kalangan Gen Z, Apa Itu Fenomena ‘Jam Koma’?