Dari riset digital Jangkara Data Lab (Jangkara), besaran gaji masih menjadi penentu terbesar bagi Gen Z (lahir 1997-2012) dalam mencari pekerjaan. Sebanyak 65 persen dari 1.185 responden yang sudah bekerja menilai besaran gaji masih menjadi pertimbangan terbesar. Kemudian, 48 persen responden memperhatikan waktu kerja yang fleksibel.
Selain gaji, lewat riset bertajuk "Mengungkap Preferensi Karir Gen Z", diketahui bawah faktor lain dalam penentuan pekerjaan bagi Gen Z adalah pengembangan karier yang jelas, dipilih 45 persen responden. Serta, lingkungan kerja suportif yang menjadi pilihan dari 44 persen responden.
Baca Juga: Membedah Pos Keuangan Gen Z, Milenial, dan Gen X: Dari Angsuran hingga Investasi
"Ekspektasi kisaran gaji yang paling banyak dipilih, yakni 40 persen responden adalah Rp5-10 juta. Angka ini dianggap cukup ideal untuk sekadar memenuhi kebutuhan hidup dan menabung. Lalu, sebanyak 31 persen responden memilih ekspektasi gaji terendah antara Rp1-5 juta. Sebanyak 15 persen responden memilih kisaran gaji Rp10-20 juta, sedangkan 14 persen responden mengharapkan gaji lebih dari Rp20 juta," terang Jangkara dalam rilisnya, dikutip Rabu (26/4/2024).
Work Life Balance Signifikan bagi Gen Z
Di tengah sulitnya mencari pekerjaan, hasil riset menunjukkan Gen Z masih sangat concern terhadap isu work life balance. Tercatat, 95 persen responden menjawab faktor ini penting bagi kehidupan mereka.
Sebanyak 69 persen responden berdalih keseimbangan pekerjaan dan kehidupan pribadi penting untuk meningkatkan kemampuan diri mereka. Lalu, 67 persen responden menyebut work life balance penting untuk menjaga kesehatan mental. Kemudian, 55 persen responden menilai work life balance penting untuk menjaga kesehatan fisik.
Meski demikian, tidak semua responden sepakat bahwa work life balance penting untuk mereka. Sebanyak 5 persen responden menyebut work life balance tidak penting. Tercatat, 45 persen dari yang menjawab tidak penting, menjadikan kondisi sulitnya mendapat pekerjaan sebagai penyebab. Lalu, 32 persen responden tidak terlalu memikirkan isu ini karena khawatir kehilangan peluang dalam pekerjaannya.
Tingginya perhatian pada isu work life balance mendorong pekerja Gen Z untuk mencari pekerjaan yang memiliki fleksibilitas tinggi, terutama berkaitan dengan jam kerja dan tempat bekerja yang bisa dilakukan di manapun atau work from anywhere (WFA).
Sepanjang periode 1 April-31 Mei 2024, ditemukan 14.515 percakapan di X yang berkaitan dengan kata kunci pekerjaan. Topik preferensi pekerjaan WFA menjadi yang paling banyak muncul hingga 4.247 kali dan preferensi pekerjaan work from home (WFH) disebut hingga 1.235 kali. Kombinasi kedua topik ini mengindikasikan keinginan pencari kerja untuk mendapat pekerjaan yang bisa dilakukan di mana saja, yang populer sejak Covid-19. Tidak heran jika pekerja memasukkan opsi ini sebagai salah satu faktor dalam mencari pekerjaan selain gaji.
Gen Z Tertarik Bekerja di Luar Negeri
Hasil survei mencatat 85 persen responden setuju dan sangat setuju bahwa sulit mencari pekerjaan yang ideal di Indonesia. Pekerjaan ideal meliputi gaji yang layak, jam kerja yang fleksibel, jenjang karier yang jelas, lingkungan kerja yang tidak toxic, dan lain sebagaiknya.
Kesulitan tersebut membuat opsi bekerja keluar negeri pun muncul. Dari survei tercatat, 74 persen responden tertarik untuk bekerja ke luar negeri dan 20 persen mengaku tidak tertarik. Meski ketertarikan tinggi, baru 4 persen responden yang mengaku tertarik dan sudah mengajukan lamaran ke luar negeri. Lalu, ada 2 persen yang mengaku tidak tertarik, tapi sudah pernah melamar bekerja di luar negeri.
Baca Juga: 4 Ide Pekerjaan Sampingan Online yang Bisa Menghasilkan Uang Tambahan
Semua penemuan tersebut didapat dari riset Jangkara dengan menjaring serta menganalisis percakapan publik dan opini Gen Z yang dilaksanakan dengan dua cara. Pertama, monitoring media sosial X (Twitter) oleh Jangkara dengan mesin big data Socindex selama periode 01 April-31 Mei 2024 dengan kata kunci yang berkaitan dengan persyaratan pekerjaan, gaji, lingkungan kerja, dan preferensi pekerjaan lain. Kedua, survei online yang dilakukan Jakpat melalui platform digital pada 1-3 Juni 2024 dan melibatkan 1.185 responden Gen Z berusia antara 16-29 tahun yang sudah bekerja. Kombinasi dua metodologi ini diharapkan bisa membuat hasil riset menjadi lebih komprehensif.