Di balik pesatnya perkembangan inovasi kosmetik berbasis teknologi nano di Indonesia, hadir sosok ilmuwan perempuan yang kiprahnya makin diperhitungkan, dialah Prof. Dr. Yenny Meliana, M.Si.

Dikenal sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh dalam bidang kimia kosmetik dan teknologi material, Yenny menapaki perjalanan panjang mulai dari laboratorium kampus hingga akhirnya dipercaya memimpin Pusat Riset Kimia Maju BRIN.

Berkat ketekunan, rasa ingin tahu yang tak pernah padam, serta kecintaannya pada dunia kimia, Yenny menjelma menjadi ilmuwan perempuan yang diakui bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di kancah ilmiah internasional.

Lantas, siapa sebenarnya sosok Prof. Dr. Yenny Meliana, M.Si.? Dan bagaimana perjalanan panjang yang mengantarkannya menjadi salah satu ilmuwan perempuan paling berpengaruh di Indonesia?

Berikut ulasan Olenka mengenai profil dan kiprahnya, dirangkum dari berbagai sumber pada Jumat (21/11/2025).

Latar Belakang dan Pendidikan

Dikutip dari Wikipedia, Yenny lahir di Curup, Bengkulu, pada 17 Oktober 1976. Ia menempuh pendidikan dasar hingga menengah seluruhnya di Curup, Bengkulu, mulai dari SD Xaverius (1989), SMPN 1 Curup (1992), hingga SMAN 1 Curup (1995).

Ketertarikannya pada dunia sains membawanya ke Jurusan Teknik Kimia Universitas Indonesia, tempat ia meraih gelar Sarjana pada tahun 1999. Ia kemudian melanjutkan studi Magister Kimia di Universitas Indonesia pada 2003.

Perjalanan akademiknya tidak berhenti di situ. Yenny memperluas wawasannya dengan mengambil Advance Diploma di Zhejiang University, Tiongkok pada 2007, dan meraih gelar Doktor Teknik Kimia di National Taiwan University of Science and Technology (NTUST), Taiwan, pada 2012.

Dikutip dari laman BRIN, Yenny juga meraih gelar Profesor Riset pada tahun 2022 dengan orasi berjudul “Peran Teknologi Nanoemulsi untuk Pengembangan Mutu Kosmetik dari Herbal Asli Indonesia.”

Karier dan Kiprah Profesional

Karier Yenny dimulai sebagai Asisten Peneliti di Departemen Teknik Kimia UI (2000–2003). Dikutip dari Wikipedia, ia kemudian bekerja sebagai GeoChemist di LEMIGAS (2003–2005) dan akhirnya bergabung sebagai peneliti di LIPI pada tahun 2005 sebelum lembaga tersebut melebur menjadi BRIN.

Dalam dua dekade karier penelitiannya, Yenny telah memegang beragam posisi strategis. Ia pernah menjabat sebagai Kepala Divisi Penelitian dan Diseminasi Pusat Penelitian Kimia pada 2015–2018, kemudian memimpin Kelompok Penelitian Kimia Polimer pada 2019–2020.

Pada periode 2019–2021, ia dipercaya sebagai Kepala Pusat Penelitian Kimia LIPI, sebelum kemudian ditunjuk menjadi Plt. Kepala Riset Kimia Maju BRIN pada 2021–2022. Sejak 2022 hingga sekarang, Yenny melanjutkan kiprahnya sebagai Kepala Riset Kimia Maju BRIN.

Di BRIN, Yenny fokus pada riset kimia terapan, khususnya kimia kosmetik, serta inovasi material berbasis teknologi nano. Dan, sebagai Kepala Pusat Riset Kimia Maju, ia juga sangat terbuka untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak, baik dalam maupun luar negeri.

Karya Ilmiah dan Inovasi

Dikutip dari laman Instagram BRIN, Yenny telah menghasilkan beragam karya ilmiah, antara lain 2 buku internasional, 15 jurnal internasional, 4 jurnal nasional, 31 prosiding internasional, 3 prosiding nasional, serta 29 paten. Sekitar 50 karya di antaranya ditulis dalam bahasa Inggris, menegaskan kiprahnya dalam komunitas ilmiah global.

Salah satu paten yang telah dilisensikan adalah Produk Anti-selulit bekerja sama dengan PT Nano Herbal Indonesia. Kontribusi ilmiah yang luas ini menunjukkan peran penting Yenny dalam pengembangan bahan baku kosmetik, polimer, serta teknologi nanoemulsi berbasis tanaman herbal Indonesia.

Masih dikutip dari laman Instagram BRIN, salah satu fokus penelitiannya adalah 'Peran Teknologi Nanoemulsi untuk Pengembangan Mutu Kosmetik dari Herbal Asli Indonesia'.Dalam riset tersebut, Yenny berhasil merumuskan berbagai produk kosmetik berbasis nanoemulsi, seperti anti-selulit dari ekstrak pegagan dan jahe.

Formulasi ini diaplikasikan dalam bentuk lotion (anti-cellulite emugel) serta kapsul (anti-cellulite nanoencapsulation). Teknologi nanoemulsi juga diterapkan pada produk anti-aging serum dan solid perfume.

Produk solid perfume tersebut diberi nama SoPure, yang menggunakan minyak atsiri Indonesia sebagai bahan utama. Inovasi ini telah dikomersialkan melalui kerja sama dengan PT Nano Herbaltama Internasional sebagai pemegang lisensi.

Berbagai temuan Yenny dalam aplikasi nanoemulsi untuk kosmetik memiliki potensi besar untuk dikembangkan ke skala industri, terutama pada produk kecantikan yang mengedepankan teknologi nano.

Baca Juga: Mengenal Sosok Sri Fatmawati, Peneliti Sekaligus Dosen Kimia ITS dengan Segudang Prestasi Internasional

Kontribusi Nyata

Dikutip dari Tabloid Bintang, Yenny pernah mendalami riset antimalaria berbasis tanaman Artemisia annua. Ia berupaya membuat formulasi obat yang lebih efektif dan terjangkau, karena metode konvensional dalam menghasilkan bahan aktif seperti DHA (dihydroartemisinin) memakan waktu dan biaya tinggi.

Dengan teknologi nano, proses pengolahan bahan baku dapat dipersingkat sekaligus meningkatkan efikasi obat. Atas riset ini, ia menjadi salah satu pemenang L’Oreal-UNESCO For Women in Science National Fellowship Awards 2016.

Upayanya menunjukkan komitmen kuat menciptakan inovasi sains yang langsung menyentuh kebutuhan masyarakat.

Diakui di Indonesia dan Dunia

Berkat karya dan kontribusinya, Yenny telah meraih berbagai penghargaan bergengsi, dikutip dari Wikipedia. Penghargaan Indonesia Toray Science Foundation Research Grant pada tahun 2015 menjadi salah satu apresiasi awal dalam karier risetnya, disusul L’Oreal–UNESCO For Women in Science Fellowship pada 2016 dan Penghargaan Diseminasi Teknologi dari LIPI pada 2017.

Pada 2018, Yenny menerima Penghargaan Wirakarya dari Presiden RI, serta meraih Perempuan Bintang Awards untuk kategori Bintang Ilmiah di tahun yang sama. Pada periode 2019–2023, ia ditunjuk sebagai anggota Chemical Review Committee (CRC) Rotterdam Convention.

Pengakuan internasional kembali datang melalui posisinya sebagai Finalist WAITRO Innovation Award 2021, hingga akhirnya ia memperoleh Hitachi Global Foundation Innovation Award 2021 untuk kategori Outstanding Innovation.

Dan, dikutip dari laman Instagram BRI, ia pun pernah mendapat penghargaan “Innovation and Research Award dari Swiss German University” karena kontribusinya dalam kolaborasi riset antara Pusat Riset Kimia Maju dengan Swiss German University.

Tak Pernah Menyangka Menjadi Peneliti

Dikutip dari Tabloid Bintang, perjalanan Yenny sebagai ilmuwan tidak dimulai dari ambisi besar. Ia mengaku tak pernah menyangka akan menjadi seorang peneliti. Minatnya pada kimia tumbuh saat menjalani studi S2. Dari sanalah ia mulai memahami betapa aplikatif dan dekatnya kimia dengan kehidupan sehari-hari.

“Ketika menjalani pendidikan S-2, pikiran lebih terbuka. Oh, kimia itu termasuk membicarakan antioksidan dalam teh, atau jangan membakar satai sampai gosong karena bisa menyebabkan kanker. Ilmu kimia ternyata aplikatif dan asyik,” kenangnya.

Keraguannya berubah menjadi keyakinan ketika ia bergabung dengan LIPI pada 2005.

“Jadi peneliti kesannya menjelimet. Namun begitu menggeluti penelitian, banyak sekali yang bisa diaplikasikan di sekitar kita. Ternyata itu jadi hal yang menarik,” tuturnya.

Bagi Yenny, kegiatan riset bukan sekadar profesi, melainkan bentuk kontribusi untuk masyarakat. Ia pun menggambarkan kepuasan menemukan solusi ilmiah sebagai sesuatu yang tidak ternilai.

“Ketika kami meriset sesuatu dan menemukan jalan keluarnya, rasanya lebih daripada segalanya. Itu tidak bisa dinilai dengan uang. Siapa tahu bisa bermanfaat buat yang lain. Hasil ini membuat saya merasa, ternyata saya ada gunanya juga di dunia ini,” tuturnya.

Baca Juga: Mengenal Profesor Adi Utarini: Ilmuwan di Balik Kesuksesan Program Pembasmian Nyamuk Demam Berdarah