Nama Prof. DR. Adi Utarini, M.Sc, MPH, PhD., mungkin belum sepopuler tokoh publik pada umumnya. Namun, di ranah sains dan kesehatan masyarakat, sosok yang akrab disapa Prof. Uut ini merupakan salah satu ilmuwan perempuan Indonesia dengan kontribusi luar biasa.

Dedikasinya dalam penelitian menjadikannya figur kunci dalam upaya menekan penyebaran demam berdarah dengue (DBD), penyakit yang selama puluhan tahun mengancam jutaan masyarakat Indonesia.

Sebagai peneliti visioner, Prof. Uut memadukan ketekunan, inovasi, dan kepemimpinan ilmiah melalui Program Wolbachia, sebuah terobosan berbasis teknologi biologis yang tidak hanya diakui secara nasional, tetapi juga menarik perhatian komunitas ilmiah dunia.

Pengakuan internasional terhadap kiprahnya pun tidak sedikit. Dikutip dari Tempo, meski bukan politikus maupun figur publik, kiprah Prof. Uut berhasil menggugah perhatian global.

Pada 2020, ia masuk daftar 100 orang paling berpengaruh di dunia versi TIME, sekaligus dinobatkan sebagai salah satu dari 10 ilmuwan paling berpengaruh menurut jurnal Nature.

Lantas, seperti apa sosok Prof. Uut dan bagaimana perjalanan panjang karier yang membawanya menjadi salah satu ilmuwan paling berpengaruh di Indonesia? Berikut ulasan Olenka mengenai profil serta kiprah ilmiah Prof. Uut, dirangkum dari berbagai sumber, Rabu (19/11/2025).

Latar Belakang Keluarga dan Inspirasi Awal

Dikutip dari Tirto, Prof. Uut lahir di Yogyakarta pada 4 Juni 1965. Putri bungsu dari Muhammad Ramlan, guru besar di Fakultas Sastra UGM, ini terbiasa membantu ayahnya sejak kecil, mulai dari memindahkan nilai hingga memasukkan absen mahasiswa. Pengalaman ini menanamkan rasa disiplin dan kecintaan Prof. Uut terhadap ilmu pengetahuan sejak dini.

Keinginan awalnya menjadi dokter sendoro muncul karena ia ingin bekerja di daerah terpencil dan berinteraksi langsung dengan masyarakat. Namun, ia memilih menempuh jalur akademik sebagai dosen, terinspirasi dari ayahnya, dan fokus pada kesehatan masyarakat.

Jejak Pendidikan dan Karier

Prof. Uut menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dan lulus pada tahun 1989. Selanjutnya, ia meraih gelar Master of Science in Mother and Child Health dari Institute of Child Health, University of London, Inggris, pada 1994 melalui beasiswa British Council.

Pada 1998, ia menempuh Master of Public Health di Umea University, Swedia, dengan dukungan beasiswa STINT, dan kemudian meraih gelar Doctor of Philosophy di universitas yang sama pada 2002, berkat beasiswa STINT dan TDR.

Setelah lulus, Prof. Uut memulai karier sebagai dosen di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM.

Ia aktif dalam berbagai posisi strategis, antara lain sebagai Anggota Tim Rekruitmen Direktur dan Ketua Komite Informasi Kesehatan Badan Mutu Pelayanan Kesehatan Provinsi DIY (2011), Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Kerjasama Fakultas Kedokteran UGM (2012-2016), serta Anggota Dewan Riset Nasional Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (2015-2017).

Selain itu, ia menjabat Direktur Kompartemen Mutu di Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia dan menjadi Editor Utama Jurnal Akreditasi Rumah Sakit KARS dan PKMK UGM, seperti dikutip dari laman resmi UGM.

Sejak 2013, Prof. Utarini memimpin World Mosquito Program Yogyakarta, penelitian inovatif yang menargetkan eliminasi nyamuk Aedes aegypti melalui metode Wolbachia. Metode ini terbukti menurunkan kasus demam berdarah hingga 77% di Yogyakarta dengan menggunakan nyamuk yang membawa bakteri Wolbachia sehingga tidak menularkan virus ke manusia.

Dikutip dari theconversation.com, meskipun sempat mendapat kritik terkait potensi risiko Wolbachia, Prof. Utarini menegaskan bahwa metode ini aman dan bukan hasil rekayasa genetika.

“Wolbachia yang ada pada nyamuk berbeda jenis dengan Wolbachia yang ada pada cacing penyebab filariasis. Jadi ini aman,” jelasnya.

Metode Wolbachia yang dipimpin Prof. Uut ini juga diuji secara acak di Yogyakarta sejak 2016.Dikutip dari Wikipedia, pada Agustus 2020, hasil sementara menunjukkan pengurangan 77% kasus dengue di area yang menerima nyamuk ber-Wolbachia dibandingkan area kontrol. Hasil ini mendapat pengakuan internasional sebagai bukti ilmiah terkuat efektivitas metode Wolbachia dalam mengurangi penyebaran penyakit dengue.

Kemudian, dikutip dari Wikipedia, Prof. Uut juga berperan sebagai kepala Eliminate Dengue Project di Yogyakarta, sebuah kota dengan tingkat penularan dengue tinggi, dan pada 2018, ia menjadi pembicara dalam seminar TEDx mengenai upaya pengurangan dengue.

Ia bertanggung jawab atas mata kuliah Metode Penelitian di program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat dan program S2 Kebijakan dan Manajemen Kesehatan di UGM. Selain itu, ia aktif sebagai konsultan dalam pengembangan Kebijakan dan Strategi Nasional Mutu Pelayanan Kesehatan sejak 2017, serta memegang berbagai posisi editorial dan kepemimpinan di institusi kesehatan.

Selain memimpin penelitian, Prof. Utarini juga aktif menggalang dukungan masyarakat melalui mural, film pendek, video edukasi, dan tatap muka langsung.

Antusiasme masyarakat menjadi salah satu kunci sukses dari program ini, menunjukkan bahwa keberhasilan ilmuwan tidak hanya berasal dari laboratorium, tetapi juga dari kolaborasi dengan masyarakat luas.

Baca Juga: Mengenal Carina Citra Dewi Joe: Perempuan Ilmuwan Indonesia di Balik Inovasi Vaksin AstraZeneca