Ratih Kumala adalah salah satu penulis Indonesia yang karya-karyanya selalu dinanti para pecinta sastra. Dengan kepiawaian menulis dalam berbagai genre dan tema, ia mampu menghadirkan cerita yang tidak hanya menghibur, tetapi juga menyentuh aspek budaya, sejarah, dan psikologis, menjadikan setiap karyanya kaya makna dan berkesan bagi pembaca.

Salah satu karya fenomenalnya, Gadis Kretek, bahkan berhasil menjadi best seller, dicetak ulang belasan kali, dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk Inggris, Melayu, Tagalog, Jerman, Arab, dan Korea.

Lantas, seperti apa sosok Ratih Kumala lebih dekat? Dikutip dari berbagai sumber, Selasa (16/12/2025), berikut ulasan Olenka mengenai perjalanan hidup, kiprah, dan fakta-fakta menarik seputar penulis berbakat ini.

Kehidupan Pribadi

Dikutip dari laman Narasi, Ratih Kumala lahir di Jakarta pada 4 Juni 1980. Keluarganya berasal dari Muntilan, Jawa Tengah, dan merupakan pemilik perusahaan kretek lokal yang beroperasi di masa lalu. Pendidikan formalnya ditempuh di Fakultas Sastra Inggris, Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta.

Selain menulis novel dan cerpen, Ratih juga merupakan penulis skenario, pernah bergabung dalam tim penulis program Jalan Sesama, adaptasi Indonesia dari Sesame Street, serta bekerja sebagai editor naskah drama di televisi swasta.

Pada 2006, Ratih menikah dengan novelis Indonesia, Eka Kurniawan, dan dikaruniai seorang anak bernama Kidung Kinanti Kurniawan.

Ketertarikan Menjadi Penulis

Dikutip dari Kompas.id, kecintaan Ratih pada menulis dimulai sejak masa remaja, ketika ia gemar membaca majalah dan buku cerita, termasuk karya Hilman Hariwijaya. Saat kuliah, ia aktif berdiskusi dengan teman-temannya di toko buku kecil tentang karya sastra, termasuk karya Pramoedya Ananta Toer.

Ide-ide yang menumpuk mendorong Ratih menulis cerita pendek, beberapa di antaranya diterbitkan di surat kabar lokal hingga membantunya menetapkan ‘jalan pedangnya’ sebagai penulis profesional.

Momen penting datang pada 2003, ketika novel pertamanya, Tabula Rasa, memenangkan Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta.

Dari situ, Ratih berkesempatan bertemu sastrawan senior seperti Sapardi Djoko Damono, Budi Darma, dan Maman S Mahayana, yang semakin memotivasi dirinya untuk serius menekuni dunia kepenulisan.

Baca Juga: Mengenang Marga T, Ikon Sastra Populer Indonesia yang Abadi Lewat Karmila dan Badai Pasti Berlalu