Pemasaran influencer diperkirakan akan terus berkembang dan menjadi makin kompleks di tahun 2025. Hal itu terangkum dalam white paper terbaru berjudul Impact, Engagement, and the Future of Influencer Marketing: Insights from Influencers yang baru saja dirilis oleh Vero.
Dalam riset yang dilakukan oleh perusahaan konsultasi komunikasi yang baru saja dinobatkan sebagai Influencer Marketing Agency of the Year oleh Campaign Asia ini, 72% influencer yang disurvei mengaku menerima lebih banyak ajakan kolaborasi konten berbayar tahun lalu, dan angka ini diprediksi akan terus meningkat tahun depan. Hasil tersebut didapat dari survei terhadap hampir 150 influencer asal Indonesia, Thailand, Singapura, Filipina, dan Vietnam dengan beragam usia, pengalaman, niche, dan jumlah pengikut.
Baca Juga: Pengaruh Besar Influencer dalam Pemasaran Produk di Indonesia
"Di dunia digital yang terus berkembang pesat, riset yang konsisten dan berkelanjutan menjadi kunci untuk memahami tren dan memanfaatkan perubahan di industri secara optimal. Survei ini mengulik kondisi terkini, potensi perubahan, dan strategi yang diadopsi oleh para influencer di kawasan ini dengan tujuan memperkuat kolaborasi yang lebih efektif antara brand dan influencer," ucap Adisty Primatya, Creative KOL Communications Senior Manager Vero, dikutip dari keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (27/12/2024).
Salah satu temuan utama dari survei Vero adalah kekuatan terbesar para influencer terletak pada kemampuan storytelling mereka. Menurut survei, 78% influencer aktif di Instagram, sedangkan 82% memanfaatkan TikTok sebagai platform utama atau sekunder untuk konten mereka. Dengan makin padatnya platform yang tersedia, hanya influencer yang mampu menyajikan konten menarik dan terhubung dengan audiens yang dapat menonjol. Bahkan, 34% influencer menyebutkan bahwa storytelling merupakan aspek terpenting dalam pekerjaan mereka.
Di Indonesia, live streaming yang identik dengan metode interaktif, terbukti efektif dan sering digunakan untuk peluncuran produk, promosi, dan bahkan penjualan langsung. Selain itu, konten yang digamifikasi, seperti kuis, juga sering digunakan untuk meningkatkan keterlibatan audiens, biasanya dengan tawaran hadiah atau diskon menarik.
Menjadi autentik adalah daya tarik utama bagi para influencer. Berdasarkan survei Vero, lebih dari setengah (58%) influencer menyatakan bahwa mereka lebih memilih untuk mempertahankan gaya pribadi mereka sambil menyelaraskan konten dengan pesan brand. Mereka aktif berupaya agar setiap unggahan tetap mencerminkan persona dan keunikan mereka. Bahkan, 37% di antaranya lebih memilih untuk menolak tawaran kolaborasi jika ada perbedaan nilai dan pandangan dengan brand tersebut.
Menariknya, 38% influencer lainnya tetap terbuka untuk mengusulkan ide alternatif agar bisa menemukan kesepakatan yang sesuai dengan brand. Di Indonesia, influencer secara strategis menyesuaikan konten mereka untuk meningkatkan keterlibatan audiens dengan 32% fokus memahami audiens target dan 25% memanfaatkan topik yang sedang tren. Oleh karena itu, pikiran terbuka dan komunikasi yang efektif sangat penting agar setiap kampanye dapat diterima dengan baik oleh audiens influencer.
Perkembangan seorang influencer didorong oleh kebebasan kreatif. Kurangnya kebebasan ini menjadi tantangan utama bagi 29% influencer di Asia Tenggara, bahkan mencapai 37% di Thailand. Bagi influencer, kebebasan untuk berekspresi sangat penting, dan bagi brand, hal ini juga dapat memberikan dampak dan manfaat. Tantangan terbesar yang kedua adalah ekspektasi yang tidak realistis (20%).
Di Indonesia (19%), influencer juga sering terhambat oleh keterlambatan pembayaran. Tantangan-tantangan ini mengindikasikan ruang bagi brand untuk memperkuat hubungan dengan influencer. Terlepas dari itu, influencer siap mencari solusi: 69% mengatakan bahwa komunikasi terbuka dengan brand meningkatkan rasa dihargai dan loyalitas mereka. Sementara, 38% bersedia menawarkan alternatif untuk mengatasi konflik yang dapat timbul.