Karier Musik
Dikutip dari Viva dan Tirto.id, Dee telah aktif bermusik sejak SD melalui grup vokal, paduan suara, dan band sekolah. Setelah lulus SMA pada 1993, ia memulai karier profesional sebagai penyanyi latar untuk musisi besar seperti Iwa K, Java Jive, Project Pop, Harvey Malaiholo, dan Chrisye.
Tahun 1994 menjadi titik penting ketika Dee bersama Rida Farida dan Indah Sita Nursanti membentuk trio Rida Sita Dewi (RSD). Bersama RSD, Dee merilis album Antara Kita (1995), Bertiga (1997), Satu (1999), dan The Best of RSD (2002).
Sebagai solois, Dee merilis album berbahasa Inggris Out of Shell (2006), disusul album Rectoverso (2008) yang melahirkan lagu ikonis “Malaikat Juga Tahu”. Album ini menegaskan identitas Dee sebagai musisi sekaligus penulis lirik yang puitis dan jujur.
Karya Buku Dee Lestari
Dikutip dari laman Gramedia, perjalanan kepenulisan Dee Lestari terbentang panjang dan konsisten sejak awal 2000-an hingga kini. Ia membuka jejaknya lewat Supernova: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh (2001), yang disusul Supernova: Akar (2002) dan Supernova: Petir (2004), menandai lahirnya sebuah saga sastra yang memadukan filsafat, sains, dan spiritualitas.
Eksplorasi itu berlanjut melalui kumpulan cerpen dan prosa Filosofi Kopi (2006), lalu berbelok ke ranah romansa reflektif lewat Perahu Kertas (2009) dan kumpulan cerita Madre (2011).
Dee kemudian kembali merajut semesta Supernova melalui Partikel (2012), Gelombang (2014), hingga mencapai puncaknya di Inteligensi Embun Pagi (2016), yang kemudian dirayakan kembali dalam Kepingan Supernova (2017).
Babak baru pun hadir lewat Aroma Karsa (2018) dengan dunia penciuman yang unik, sebelum ia menutup dekade ini melalui trilogi Rapijali: Mencari, Menjadi, dan Kembali (2021), yang menegaskan kematangan Dee Lestari sebagai penulis yang terus bereksperimen, tanpa kehilangan kedalaman rasa dan gagasan.
Karya terbaru Dee Lestari hadir melalui Tanpa Rencana, sebuah antologi yang dirilis pada akhir 2024 dan memperlihatkan fase kepenulisan yang semakin hening, reflektif, sekaligus matang. Dikutip dari Detik, Tanpa Rencana merupakan antologi keempat Dee, dengan judul yang merepresentasikan proses kreatifnya yang organik dan intuitif.
Sebanyak 18 cerita di dalamnya diperkaya ilustrasi yang memperdalam kesan, menghadirkan perenungan tentang hidup, kematian, kehilangan, dan spiritualitas dengan gaya tutur yang renyah, lincah, dan menyentuh, menegaskan kemampuan Dee Lestari meramu kesederhanaan bahasa menjadi pengalaman batin yang mendalam bagi pembacanya.
Kemudian, melansir dari Instagram @deelestari, ia juga baru-baru ini menerbitkan buku Selaras, sebuah karya kolaboratif yang sarat makna bersama mendiang sang suami, Reza Gunawan.
Filmografi dan Adaptasi Layar Lebar
Kekuatan cerita Dee Lestari tak hanya hidup di halaman buku, tetapi juga menemukan napas baru di layar lebar. Sejumlah karyanya sukses diadaptasi menjadi film, mulai dari Perahu Kertas (2012) yang menghidupkan romansa Kugy dan Keenan, Rectoverso (2013) dengan kisah cinta yang puitis, Madre (2013) yang hangat dan reflektif, hingga Supernova (2014) yang membawa semesta pikirannya ke ranah sinema.
Jejak itu berlanjut lewat Filosofi Kopi (2015) dan sekuelnya (2017) yang meraih popularitas luas, serta Ben & Jody (2022) sebagai pengembangan semesta ceritanya. Tak sekadar menjadi penulis sumber, Dee juga terlibat langsung dalam proses kreatif film-film tersebut, mulai dari penulisan skenario hingga pengisian lagu tema, menegaskan perannya sebagai seniman multidisiplin yang merawat utuh visi karyanya dari teks hingga layar.
Baca Juga: Profil Leila S. Chudori, Jurnalis Senior yang Menghidupkan Sejarah Lewat Laut Bercerita