Di balik jabatan strategis sebagai Direktur Kepatuhan PT Asuransi Digital Bersama Tbk, Sofi Suryasnia menyimpan kisah perjuangan luar biasa sebagai ibu dan profesional.
Perjalanannya dari lulusan D3 hingga menduduki kursi direksi tidak hanya ditempuh dengan semangat belajar tanpa henti, tapi juga dengan komitmen kuat dalam membesarkan anak-anak tanpa mengorbankan nilai-nilai keluarga.
Dari dunia perbankan hingga ke industri asuransi, ia terus membuktikan bahwa bekal ilmu, keinginan untuk belajar, dan sikap rendah hati adalah kunci utama untuk bertahan dan berkembang.
Sebelum terjun ke dunia asuransi, Sofi telah lama berkecimpung di sektor perbankan dan dana pensiun. Saat ia meniti karier di dunia asuransi, ia menyadari bahwa ini adalah dunia baru dengan tantangan tersendiri.
"Ini tantangan baru," ujarnya, saat acara talkshow virtual INSPIRA yang bertajuk Kartini Berkarya: Wanita Hebat, Industri Kuat, yang digelar Rabu (30/4/2025).
Sofi menceritakan, saat proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) dulu, ia ditanya mengenai pemahaman dan kesiapan menghadapi dunia asuransi yang sebelumnya belum sepenuhnya ia geluti.
Namun, Sofi tidak datang tanpa bekal. Ia sudah memiliki pengalaman mengurus aspek asuransi dalam konteks perbankan, serta latar belakang mengajar ilmu keuangan, termasuk perbankan dan asuransi, sejak tahun 2000.
Sofi percaya bahwa memahami mekanisme dan ilmu dasar dari suatu industri adalah hal terpenting. Ketika ia berpindah ke dunia dana pensiun, ia tidak ragu untuk kembali belajar dari nol, bahkan mengikuti kursus secara mandiri.
“Saya selalu mempelajari semuanya sendiri,” katanya.
Menurutnya, angkah ini diambil sebagai bentuk komitmennya terhadap profesionalisme dan tanggung jawab dalam setiap peran yang ia emban.
Tak hanya mengandalkan latar belakang akuntansi, Sofi juga menekuni ilmu-ilmu pendukung seperti tata kelola perusahaan (governance) dan sertifikasi investasi seperti CSA dan CIP. Pengetahuan ini menjadi bekal penting, terutama ketika perusahaan tempat ia bekerja terlibat dalam proses penawaran saham perdana (IPO).
Tak Pernah Berhenti Belajar
Bagi Sofi, belajar bukan hanya untuk memperoleh gelar, tetapi untuk terus relevan dan siap menghadapi perubahan.
“Jangan pernah berhenti belajar,” tegasnya.
Menurutnya, dunia kerja yang dinamis, kata Sofi, menuntut setiap individu untuk selalu siap terhadap peluang maupun tantangan yang datang dari arah yang tak terduga.
Ia juga mengakui bahwa proses belajar tak selalu harus dari institusi formal. Dalam banyak hal, ia belajar dari rekan-rekannya, termasuk dari para profesional perempuan yang ia kagumi.
“Kalau konteks praktik dan pengalaman, Bu Desire dan Bu Dessy itu juaranya. Saya banyak belajar dari mereka,” ucapnya dengan rendah hati.
Sofi pun lantas berkisah tentang perjalanannya dalam menempuh pendidikan tinggi yang bukan tanpa pengorbanan.
Dari latar belakang D3, ia melanjutkan hingga menyelesaikan program S3. Selama prosesnya, ia tetap menjalani peran sebagai ibu rumah tangga dan profesional.
Ia mengatur waktu dengan sangat disiplin—masak untuk keluarga, makan malam bersama, lalu belajar hingga larut malam.
Demi menuntaskan pendidikan, ia bahkan rela menyewa kamar hotel murah seharga Rp100.000–Rp200.000 per malam agar bisa fokus belajar tanpa gangguan. Semua itu dijalaninya dengan dukungan dari suami dan niat yang kuat.
“Komitmen itu penting. Saya nggak mau mencuri waktu kerja untuk belajar. Jadi saya kerja optimal, dan belajar di luar jam kerja,” tegasnya.
Menurut Sofi, keberhasilan tidak datang dari waktu belajar yang panjang, tetapi dari konsistensi.
“Even cuma satu sampai dua jam, asal teratur, itu harus,” ujarnya.
Komitmen untuk menyelesaikan sesuatu tanpa molor waktu juga menjadi prinsipnya. Baginya, disiplin waktu bukan hanya soal efisiensi, tetapi juga penghematan biaya dan menjaga kesehatan mental.
Baca Juga: Sofi Suryasnia: Bekerja Tak Melulu Soal Penghasilan
Gaya Parenting Sofi Mendidik Anak di Era Gadget
Lebih lanjut, Sofi juga menceritakan bagaimana ia membesarkan anak-anaknya di tengah perkembangan teknologi dan tanggung jawab sebagai profesional dan pendidik.
Sofi menyadari bahwa anak-anak zaman sekarang hidup dalam dunia yang dikelilingi oleh teknologi dan perangkat digital. Ia tidak memungkiri bahwa tantangan dalam membatasi penggunaan gadget sangatlah nyata.
Namun, ia memilih pendekatan yang seimbang. Menurutnya, yang terpenting bukanlah pelarangan total, melainkan memperkenalkan teknologi secara bertahap dan terarah.
“Saya tidak memperkenalkan handphone kepada anak saat balita,” ujar Sofi.
Sebaliknya, ia lebih mengutamakan kegiatan aktif (activity-based) agar anak mengenal dunia secara langsung, bukan hanya melalui layar. Prinsip yang ia pegang adalah menghargai proses, bukan memaksakan hasil.
Sofi mengatakan, anak-anaknya selalu diberi kebebasan untuk memilih jalan hidupnya masing-masing, sejauh tetap berada dalam koridor nilai dan tanggung jawab.
Hasilnya pun tak mengecewakan. Anak-anaknya kini telah bekerja di perusahaan-perusahaan besar seperti Astra, Bank Indonesia, dan Amazon Web Services.
Menurut Sofi, capaian tersebut bukan semata karena dorongan orang tua, tetapi usaha keras dan ketekunan anak-anaknya sendiri.
“Zaman sekarang, untuk mendapatkan pekerjaan itu berdarah-darah. Mereka harus belajar keras,” katanya.
Bagi Sofi, latar belakang pendidikan tetap menjadi aspek fundamental dalam meraih peluang di era modern. Ia pun menutrukan selalu menekankan kepada seluruh anaknya tentang pentingnya menjaga indeks prestasi kumulatif (IPK) minimal tiga, bukan sekadar sebagai angka, tetapi sebagai refleksi komitmen dan keseriusan dalam belajar.
Namun, ia juga membuka ruang pemikiran bahwa pendidikan formal bukanlah satu-satunya jalan.
"Kalau kamu mau jadi pengusaha, ya silakan. Tapi tetap perlu dasar," jelasnya.
Ia menyadari bahwa peran orang tua bukan memaksakan kehendak, melainkan menyediakan batas dan arahan agar anak-anak memahami konsekuensi pilihan mereka.
Sofie juga menyadari bahwa mengajar anak-anak tidak selalu berarti memaksakan prestasi yang tinggi, tetapi lebih kepada bagaimana mereka bisa menikmati proses belajar dan tumbuh. Dengan kebebasan tersebut, anak-anak bisa mengejar prestasi mereka sendiri, dengan pilihan yang mereka sukai.
"Saya tidak memaksakan mereka untuk mengikuti jejak kakak-kakaknya. Saya ingin mereka menemukan jalannya sendiri,” tandasnya.
Baca Juga: Kunci Sukses Editha Thalia Desiree Membangun Tim yang Solid di Industri Asuransi