Kedai kopi tengah menjamur di Indonesia. Beragam merek minuman kopi dengan rasa yang variatif bisa menjadi pilihan masyarakat dalam beraktivitas. Ya, kopi menjadi salah satu teman setia masyarakat Indonesia untuk bekerja dan belajar, atau sekadar melepas penat.
Rupanya, kebiasaan tersebut telah tercipta ratusan tahun sebelumnya di era Pemerintahan Hindia-Belanda. Dari sebuah warung nasi sederhana yang menyajikan kopi sebagai pelengkap, Tek Sun Ho atau Warung Tinggi yang kemudian berevolusi menjadi Bakoel Koffie lantas menjadikan kopi sebagai usaha utamanya yang mampu bertahan hingga generasi keempat.
Baca Juga: 7 Peluang Bisnis yang Menjanjikan Tahun 2026
Dari Sudut Jakarta Barat
Pada tahun 1870-an, seorang pendatang dari Guangdong, Tiongkok, bernama Liauw Tek Sun-bersama istrinya yang pribumi-mendirikan warung nasi di daerah Molenvliet Oost (sekarang Jalan Hayam Wuruk 56-57 Jakarta Barat). Warung ini dikenal juga sebagai Warung Tinggi karena lokasinya yang terletak lebih tinggi daripada daerah sekitarnya.
Sebagai warung nasi, toko yang menghadap ke Sungai Ciliwung ini menjadikan kopi sebagai sajian pelengkap. Liauw Tek Sun mengolah biji kopi yang dibelinya dari seorang wanita dengan bakul di atas kepalanya. Biji kopi tersebut dia panggang di atas kayu bakar sebelum diseduh untuk para pelanggannya. Rupanya, orang-orang lebih tertarik dengan sajian kopi dari warung ini daripada sajian makanan yang menjadi menu utamanya.
Fokus ke Bisnis Kopi
Melihat peluang yang besar pada kopi, Liauw Tek Sun menutup bisnis warung nasinya dan resmi membuka kedai kopi bernama Tek Sun Ho (ho berarti ‘merek’) atau lengkapnya Tek Sun Ho: Eerste Weltevredensche Koffiebranderij di tahun 1878. Semenjak itu, Tek Sun sendiri terus mengelola dan membesarkan tokonya hingga diserahkan ke Liauw Tian Djie (Wudjan Widjaja) pada 1927.
Di tangan generasi kedua, produksi kopi Tek Sun Ho dimodernisasi lewat drum yang diputar mesin mobil jeep tua. Kualitas kopi yang dihasilkan lebih baik sehingga mampu melakukan ekspor bubuk kopi ke Belanda pada tahun 1930. Di perayaan 60 tahun pada 1938, Tek Sun Ho mulai menggunakan logo berupa perempuan penyunggi bakul.
Lahirnya Nama Warung Tinggi
Di tahun 1960-an, tepatnya setelah era G30S, warung Tek Sun Ho resmi menyandang nama Warung Tinggi karena Pemerintah Indonesia menganjurkan perubahan nama Tionghoa ke nama Indonesia. Bisnis ini lalu diteruskan kepada Darmawan Widjaja sebagai generasi ketiga di tahun 1970. Di era inilah, kemasan kopi Warung Tinggi yang semula dari kertas diganti ke aluminium foil agar tahan lebih lama.
Bisnis kopi Warung Tinggi dikelola Darmawan Widjaja beserta ketiga saudaranya, yakni Yanti Widjaja, Rudy Widjaja, dan Suyanto Widjaja. Awalnya, Darmawan memegang bagian produksi, pembelian kopi mentah, dan penjualan. Sementara itu, Yanti Widjaja memegang bagian keuangan; Rudy bagian administrasi dan pemasaran; serta Suyanto bagian produksi dan penjualan eceran.
Kemudian, nama Warung Tinggi dipatenkan oleh Rudy dan menjadikan rumahnya di Jalan Daan Mogot sebagai gudang serta pabrik kopinya. Sayangnya, kerusuhan 1998 membuat usaha Warung Tinggi hancur bahkan membuat Rudy dan keluarganya mengungsi ke Singapura. Rudy berhasil membangun kembali Warung Tinggi pada tahun 1999 dan memindahkan pabrik kopi ke Tangerang.
Berdirinya Bakoel Koffie
Ketika Rudy mematenkan merek Warung Tinggi atas namanya, Darmawan Widjaja melanjutkan usaha menggoreng kopi tanpa merek dan dijual ke orang-orang yang sudah kenal. Penerus Darmawan, yakni Syenny Widjaja dan Hendra Widjaja, melanjutkan warisan kopi keluarganya lewat merek baru bernama Bakoel Koffie di tahun 1989. Logo yang digunakan adalah perempuan berkain batik menyunggi bakul bambu yang sedikit berbeda dengan logo Warung Tinggi.
Sementara itu, mereka baru membuka gerai pertama Bakoel Koffie di Jalan Barito, Jakarta Selatan, tahun 2001. Sempat berkembang hingga delapan gerai yang semuanya terletak di Jakarta, gerai Bakoel Koffie kini tersisa dua gerai yang berlokasi di Bintaro Sektor 7, Tangerang Selatan dan Cikini, Jakarta Pusat.
Menurut Syenny selaku pendiri Bakoel Koffie, mengutip sarasvati.co.id, gerai mereka mengawinkan kebudayaan Nusantara, kolonial Belanda, serta Tionghoa. Penulisan koffie mengambil dari bahasa Belanda; logo perempuan menyunggi bakul yang identik dengan kebudayaan Nusantara dipadukan dengan kain panjang motif ikan yang oleh masyarakat Tionghoa diyakini sebagai simbol hewan pembawa keberuntungan.