Nama Jahja Setiaatmadja mungkin sudah tidak asing bagi mereka yang berkecimpung di dunia perbankan. Sebagai Presiden Direktur BCA, ia dikenal sebagai sosok sukses yang telah membawa bank swasta terbesar di Indonesia itu semakin berkembang. Namun, di balik pencapaiannya, Jahja menyimpan kisah masa kecil yang penuh dengan keterbatasan ekonomi.

Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja, mengungkapkan bahwa ia berasal dari keluarga yang kurang mampu. Bahkan, hingga akhir hayatnya, sang ayah tidak pernah memiliki mobil sendiri.

“Saya lahir dari keluarga yang tidak mampu. Sampai meninggal, papa saya belum pernah bisa beli mobil sendiri,” ujarnya seperti yang dilansir dari Olenka pada Selasa (11/2/2025).

Baca Juga: Mengenal Pemikiran Jahja Setiaatmadja: Pentingnya Investasi untuk Masa Depan

Kehidupan sederhana yang dijalaninya sejak kecil memaksa Jahja untuk beradaptasi dengan berbagai keterbatasan. Jahja mengaku bahwa saat ia duduk di bangku sekolah, ia bahkan tak mampu membeli sepeda. Hal ini membuatnya harus berjalan kaki setiap hari, tak peduli panas maupun hujan.

“Bahkan waktu SD dan SMP, saya nggak punya sepeda. Beli sepeda saja nggak mampu. Jadi harus jalan kaki, pulang-pergi sekolah, hujan kehujanan,” tuturnya.

Kondisi ekonomi keluarganya mengalami sedikit peningkatan saat ayahnya pensiun di usia 79 tahun dan akhirnya bisa membeli rumah. Meskipun berasal dari keluarga yang kurang mampu, baginya, kesulitan bukanlah alasan untuk menyerah, melainkan menjadi dorongan untuk terus belajar dan berusaha. Justru, hal ini membuat Jahja belajar banyak pengalaman baru dan memperdalam pengetahuannya.

Selain tantangan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari, Jahja juga menghadapi kesulitan saat ingin melanjutkan pendidikannya. Awalnya, ia bercita-cita menjadi dokter gigi. Namun, ayahnya dengan tegas menyatakan bahwa keluarga mereka tidak mampu membiayai pendidikan kedokteran serta peralatan yang diperlukan setelah lulus.

“Saat itu saya bilang ingin jadi dokter gigi, tetapi papa saya bilang, ‘Sekolah aja susah, lulus nanti kamu mampu beli alat-alat? Tidak mampu, kan?’,” lanjutnya.

Tak menyerah, ia pun mencoba mencari alternatif lain, seperti teknik atau ekonomi di Universitas Tarumanagara atau Trisakti. Namun, jawaban ayahnya tetap sama dan menolaknya karena masalah biaya. 

Jahja akhirnya memutuskan untuk mengikuti ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri. Berkat usahanya, ia berhasil diterima di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI).

“Papa saya bilang, ‘Kamu berdoa saja.’ Akhirnya saya ikut ujian pemerintah, diterima di FE UI,” tambahnya.