Siapa yang tak mengenal sosok Dato Sri Tahir? Pria yang memiliki nama asli Ang Tjoen Ming ini masuk ke dalam deretan 10 besar orang terkaya di Indonesia versi majalah Forbes.
Kini, Tahir telah sukses mengembangkan gurita bisnisnya, yakni Mayapada Group dari perusahaan perbankan hingga rumah sakit. Menurut laporan Forbes per September 2024 ini, kekayaan Tahir pun mencapai $5,4 miliar atau sekitar Rp83,4 triliun.
Nama Tahir sendiri makin disegani setelah dirinya menikah dengan putri konglomerat jaringan Lippo Group, Mochtar Riady, yakni Rosy Riady. Namun siapa yang sangka, memiliki mertua yang sukses besar justru menambah ‘beban’ baru dalam kehidupannya, lantaran tatkala dirinya menikah dengan Rosy, Tahir belum memiliki pekerjaan yang jelas.
Kondisi Tahir itu pun berbanding terbalik dengan keluarga Rosy Riady. Saat itu, Mochtar Riady punya bisnis merajalela. Bahkan pada tahun 1975, Mochtar menjadi Direktur Utama Bank Central Asia (BCA), bank swasta terbesar di Indonesia.
Lantas, apakah menjadi bagian keluarga konglomerat menjadikan Tahir langsung kaya raya dan punya privilege? Jawabannya tidak. Mochtar Riady, kata Tahir, bahkan tidak memberi izin dan modal bisnis kepada Tahir di masa awal mulai merintis.
Nah, cerita tentang hubungan Tahir dengan sang taipan Lippo Group itu pun tertuang di buku karya Alberthiene Endah yang bertajuk Living Sacrifice. Dalam buku biografinya itu, Tahir pun menceritakan secara gamblang tentang bagaimana Mochtar Riady dengan tegas ‘melarang’ Tahir masuk ke dalam bisnis keluarganya. Seperti apa kisahnya?
Baca Juga: Momen Dato Sri Tahir Bergabung ke Keluarga Besar Riady
Babak Baru Kehidupan Tahir di Keluarga Besar Riady
Lahir dari keluarga yang sederhana, membuat Tahir merasa rendah diri saat berjodoh dengan putri sulung salah satu orang terkaya di Indonesia. Sepanjang pernikahannya dengan Rosy, Tahir mengatakan bahwa ia tidak pernah bisa terlepas dari penyesuaian diri dengan keluarga sang mertua.
Namun yang jelas, kata Tahir, meski ia menjadi menantu sang taipan, ia menegaskan bahwa dirinya sama sekali tak memikirkan uang dan kekayaan. Karena meski sedari kecil ia menjalani hidup susah, tapi ia dan keluarganya tetap memegang teguh harga diri yang tak tergoyahkan.
Karena hal itulah, kata Tahir, ia pun senang dengan pengakuan yang diterima dirinya dan keluarganya. Ia pun memaknai, pernikahan dirinya dengan Rosy Riady adalah suatu kehormatan baru berupa kepercayaan karena ia terpilih menjadi menantu orang kaya yang dihormati.
Saat bergabung jadi bagian keluarga besar Riady, Tahir merasakan sesuatu yang berbeda. Selain, perbedaan level, perbedaan budaya yang kuat juga menjadi tantangan saat masuk ke keluarga sang taipan. Gak cuma itu, Tahir pun merasa mertuanya itu berbeda dalam hal memperlakukan anak-anaknya sendiri.
Menurutnya, sang istri, Rosy Riady, tak pernah diundang untuk mendengar, belajar, apalagi berpartisipasi dalam pemungutan suara apapun terkait bisnis di keluarganya. Sementara, saudara laki-laki Rosy lainnya, yakni Andrew, James, dan Stephen, selalu berada didekat Mochtar Riady dan terlibat langsung dalam berbagai percakapan dengan ayah mereka.
Tahir bilang, anak-anak lelaki Mochtar Riady itu pun memiliki kebebasan untuk mengusulkan gagasannya untuk bisnis keluarga. Namun, Tahir berpikir, rupanya begitulah cara Mochtar Riady membesarkan anak-anaknya. Anak lelaki dididik menjadi pengusaha yang unggul, sementara anak perempuan dididik menjadi istri teladan.
“Awalnya saya heran, kok bisa begitu. Jauh berbeda dengan keluarga saya. Semua saudara-saudara kandung saya diajari tentang berdagang. Bahkan kita dimotivasi untuk punya toko sendiri. Kita juga diizinkan belajar apa saja untuk jadi pedagang ulung. Kita semua diperlakukan sama. Bedanya, saya sering dipukul mamah, sedangkan saudara-saudara saya yang lain tidak,” terang Tahir.
Mendengarkan kisah istrinya begitu, Tahir pun teringat pada sebuah cerita peri saat kecilnya dulu. Ia pun lantas mengatakan pada dirinya sendiri, bahwa ia harus terus belajar memahami dan menghargai karakteristik khas keluarga sang mertuanya tersebut. Menurutnya, budaya yang ada di keluarga besar Mochtar Riady tidak salah, karena itu adalah pilihan gaya hidup mereka sendiri.
Dikatakan Tahir, keberhasilan Mochtar Riady dalam mendidik anak-anaknya membuat ketiga putrinya tetap menerima dan mencintai meskipun kebebasan yang diberikan kepada anak-anak lelaki tidak ia berikan.
“Bayangkan saja bagaimana mereka bisa menjadi anak yang manis dan patuh kepada ayahnya. Saya jadi bertanya-tanya, bagaimana Pak Mochtar bisa melakukan itu,” ujar Tahir.
Sang Mertua ‘Larang’ Tahir Masuk ke Bisnis Keluarganya
Tahir menuturkan, proses pembelajarannya terhadap karakter sang mertua dimulai tidak lama setelah mereka berdua melakukan percakapan. Menurut Tahir, percakapannya dengan Mochtar Riady saat itu tidak akan ia lupakan sepanjang hidupnya.
Suatu waktu, kata tahir, sekitar 2 minggu setelah pernikahannya, ia mendapatkan telepon dari sang mertua yang memintanya untuk menemuinya di kantornya, di kantor pusat Bank Panin. Tak membuang waktu, saat itu Tahir pun bergegas menemui Mochtar Riady.
“Waktu itu saya gugup, tapi kegembiraan saya mengalahkan rasa gugup itu. Ada sensasi unik ketika saya dipanggil ayah mertua. Saat datang, saya melihat kantornya mencerminkan karakter sempurna. Saat melihatnya, dia juga tersenyum hangat dan matanya menenangkan. Kegelisahan saya mulai menghilang secara bertahap,” tutur Tahir.
Dikatakan Tahir, saat itu ia sangat terpana dengan sosok sang mertua. Mochtar Riady benar-benar memiliki kharisma ala pria sukses yang kuat. Matanya memancarkan daya tarik yang kuat, seakan memusatkan semua kekuatan Mochtar Riady.
“Mata Pak Mochtar memancarkan kecerdasannya, rentang pengalaman hidupnya, dan pencapaian bisnis, strategi serta visinya. Matanya begitu dalam,” ujar Tahir.
Di tengah kekaguman Tahir akan sosok sang mertua, saat itu Mochtar Riady pun memulai pembicaraan dengannya. Saat itu, Mochtar Riady langsung bertanya pada Tahir: “Kamu ingin jadi apa,Tahir”. Sontak, lanjut Tahir, ia langsung menarik napas dalam-dalam untuk mempersiapkan jawabannya.
“Saat itu saya menjawab, ‘saya ingin menjadi seseorang yang lebih sukses dari kamu’,” tutur Tahir.
Menurut Tahir, saat mendengar jawabannya itu, mata Mochtar Riady langsung langsung melebar. Ia tampak terkejut dengan jawaban menantunya. Namun, kata Tahir, saat itu Mochtar Riady tampak tenang.
“Saat itu Pak Mochtar menatap saya dan tersenyum. Ia bilang, ‘oke, bagus’. Kemudian ia pun mengatakan jika meski ia punya usaha yang cukup banyak dan berkembang, namun prinsip dia, bahwa tidak ada seorang pun menantunya yang ia izinkan untuk bergabung dengan bisnisnya,” papar Tahir.
Mendengar kata-kata sang mertua itu nyali Tahir pun langsung ciut. Ia mendadak menjadi ketakutan. Menurutnya, entah bagaimana ia begitu tersentak dengan topik yang dibicarakan mertuanya itu. Ia berpikir, kalimat yang dilontarkan Mochtar Riady itu terdengar seperti sebuah peringatan, bukan pemberitahuan.
“Pak Mochtar saat itu bilang, ‘ Kamu tidak diizinkan bekerja di bisnis keluarga saya. Saya lebih suka melihat kamu mandiri dan berjuang sendiri untuk hidup bersama Rosy’,” tutur Tahir menirukan ucapan Mochtar Riady kala itu.
Mendengar hal itu, Tahir pun mengaku hanya bisa mengangguk dengan sopan. Ia pun lantas menegaskan kepada sang mertua bahwa ia tak sama sekali tak keberatan dengan permintaannya.
“Saat itu saya bilang ke Pak Mochtar bahwa saya tak mempermasalahkan hal itu. Saya bisa berjuang sendiri. Mendengar jawaban itu, Pak Mochtar pun terlihat tampak puas. Wajahnya berseri-seri. Ia pun tersenyum, dan kala itu senyumnya lebih alami. Kepalanya bergerak perlahan dan ia mengangguk,” jelas Tahir.
Baca Juga: Cerita Kencan Pertama Dato Sri Tahir dan Rosy Riady: Momen yang Penuh Kekakuan, Namun Membahagiakan
‘Dilarang Masuk ke Bisnis Mochtar Riady Tidak Berarti Kiamat Bagi Saya’
Dikatakan Tahir, pertemuannya dengan Mochtar Riady saat itu terbilang sangat singkat. Ia pun sadar bahwa mertuanya bukan tipe orang yang suka berbincang-bincang santai tentang hal sehari-hari. Mochtar Riady bahkan tak bertanya ihwal kehidupannya dengan putri sulungnya sendiri.
“Ketika Pak Mochtar telah mengatakan apa yang ingin ia katakan, bahasa tubuhnya menunjukkan bahwa saya sebaiknya pergi. Saya pun langsung menangkap isyarat itu dan segera berpamitan kepadanya,” ujar Tahir.
Selang keluar dari kantor sang mertua, Tahir mengaku pikirannya berkecamuk. Ia merasa pertemuannya tadi tidak seperti pertemuan antar mertua dan menantu, melainkan seperti percakapan antara atasan dan bawahan. Namun, ia mengaku tetap berpikir positif akan ucapan mertuanya tersebut.
“Pokoknya saya berusaha tetap positif. Tidak ada yang salah dengan ucapan Pak Mochtar itu. Itu gayanya beliau, kaku dan formal. Itu hanya masalah adat istiadat yang berbeda. Saya harus menyesuaikan diri akan hal itu. Dan saya pun akhirnya meyakinkan diri dengan tekad agar saya bisa sukses,” tutur Tahir.
Tahir pun lantas mencerna kembali pertemuannya kala itu dengan sang mertua. Menurutnya, Mochtar Riady saat itu tak sekadar memberikan penjelasan singkat. Namun, pernyataannya sangat penting dan berimplikasi luas bagi keberadaan Tahir yang ada di tengah-tengah keluarga besar Riady.
Tahir juga menilai, ucapan Mochtar Riady juga menjadi ‘permohonan’ tegas bagaimana harusnya ia bersikap di masa mendatang yang akan dilaluinya bersama sang istri, Rosy Riady.
“Saya tidak diizinkan masuk ke perusahaan Pak Mochtar. Sata tidak mendapat menjadi bagian dari lini bisnis keluarga Riady. Pernyataan itu terus terngiang-ngiang, lantang, dan jelas. Pak Mochtar seakan-akan menekankan bahwa saya tidak boleh mengharapkan apapun dari keluarganya. Meski saya menikahi putrinya, tidak berarti saya menikmati kemewahan bisnis Mochtar Riady,” tutur Tahir.
Baca Juga: Kisah Kunjungan Dato Sri Tahir ke Vatikan, Sudah Dua Kali Bertemu Paus Fransiskus
Tahir pun mengaku selalu meyakinkan dirinya atas ucapan Mochtar Riady itu. Ia pun menganggap hal tersebut bukan hal mengejutkan baginya. Sebabnya, orang tuanya sendiri sedari dulu telah menjadikannya sosok mandiri. Ya, kedua orang tuanya telah mengajarkan banyak hal, tak terkecuali tentang harga diri.
Namun, ia mengaku bahwa dirinya agak terluka dengan kata-kata yang keluar dari mulut Mochtar Riady. Menurutnya, ada kesombongan di sana. Dan hal itu seperti menciptakan tembok tebal di antara keduanya.
“Jadi yang mengganggu saya sebenarnya itu adalah kenapa pak Mochtar harus menyampaikannya dengan cara seperti itu? Sudah pasti saya bukan menantu yang bermimpi jadi parasit. Saya tidak boleh menyebutnya sebagai suatu penghinaan, tapi cara dia (Mochtar Riady) mengatakannya membuat saya merasa seperti sebuah peringatan yang tidak pantas ditujukan kepada orang seperti saya,” tegas Tahir.
“Sekali lagi, bukan isi pesannya yang membuat saya kecewa. Melainkan cara penyampaiannya. Saya sangat menghormati pak Mochtar. Ia sangat hebat. Dan sepertinya apa yang disampaikannya itu menjadi tantangan bagi saya,” lanjut Tahir.
Tahir pun berkata, dirinya sama sekali tidak mempunyai bayangan menjadi seorang oportunis yang mengharapkan bagian bisnis sang mertua. Menurutnya, orang tuanya sendiri telah mengajarkannya tentang harga diri dan kerja keras, serta tentang betapa tidak tahu malunya jika kita bergantung pada orang lain.
“Kedua orang tua saya telah membuktikan bahwa perubahan nasib mungkin terjadi melalui kegigihan. Saya telah mendapat contoh konkret dari mereka. Dilarang masuk ke bisnis Mochtar Riady tidak berarti kiamat bagi saya,” tukas Tahir.
Lebih lanjut, Tahir mengatakan bahwa sesampainya ia di rumah, ia pun segera menceritakan semuanya kepada sang istri, Rosy Riady. Namun kata Tahir, sang istri tidak tampak terkejut. Rosy justru tampak sudah terbiasa dengan sikap ayahnya tersebut.
“Rosy saat itu hanya tersenyum dan menatap saya dengan ketenangan luar biasa. Dia berkata, ‘Itu kebiasaan di keluargaku, papa selalu mengungkapkan hal-hal yang tidak terduga,” tandas Tahir, seraya menirukan ucapan sang istri kepadanya.
Baca Juga: Rasa Cinta Dato Sri Tahir kepada Rosy Riady: Dia Keajaiban Menakjubkan dalam Hidup Saya