Industri ekonomi kreatif Indonesia terus menunjukkan perkembangan positif, meski tidak lepas dari tantangan global dan tekanan daya beli.

Hal ini diungkapkan Yuke Sri Rahayu, selaku Deputi Bidang Kreativitas, Budaya, dan Desain Kementerian Ekonomi Kreatif (Kemenekraf) saat membahas pertumbuhan subsektor desain, arsitektur, dan fashion di tengah kondisi ekonomi yang fluktuatif.

“Yang pastinya memang ada hal yang terdampak. So far, yang cukup terasa adalah di subsektor fashion, khususnya ekspor ke Amerika. Memang ada penurunan, termasuk dari sisi tarif pajak, tapi kami coba mengalihkan pasar ke negara lain yang lebih siap menerima produk fashion Indonesia,” jelas Yuke, saat ditemui usai acara press conference Indonesia Design Week di IDD PIK 2, Jakarta, Jumat (12/9/2025).

Meski subsektor fashion menghadapi tekanan, Yuke menegaskan bahwa sektor desain dan arsitektur memiliki potensi besar untuk terus berkembang.

Melalui berbagai ajang, termasuk Indonesia Design Week, Kemenekraf ingin menghadirkan wadah kolaborasi yang dapat memperkuat ekosistem subsektor desain.

“Harapannya kegiatan ini menjadi platform bagi pelaku subsektor arsitektur, desain komunikasi visual, desain produk, dan desain interior untuk mengembangkan usaha mereka. Tidak hanya sekadar pameran, tapi ruang kolaborasi yang mempertemukan desainer dengan industri, bisnis, dan stakeholder lain sehingga ekosistemnya bisa terbangun secara berkelanjutan,” kata Yuke.

Baca Juga: Indonesia Design Week 2025 Resmi Dibuka, Usung Identitas Lokal di Panggung Desain Global

Menurut Yuke, masalah terbesar yang dihadapi industri kreatif bukan hanya permodalan atau pemasaran, melainkan ekosistem yang belum sepenuhnya kuat.

Tantangan juga hadir dalam bentuk kurangnya riset, data, kelembagaan, hingga rendahnya kesadaran pelaku kreatif terhadap perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

“Selama ini tantangan industri kreatif sering dianggap ada di permodalan atau pemasaran. Padahal, permodalan dan pemasaran hanyalah bagian dari ekosistem. Tantangan sebenarnya justru ada di penguatan riset, data, kelembagaan, hingga kesadaran akan HKI. Itu yang harus kita perkuat bersama,” tegasnya.

Dalam menghadapi tantangan tersebut, Kemenekraf menekankan strategi kolaborasi Hexahelix yang melibatkan pemerintah, dunia usaha, akademisi, komunitas, media, dan lembaga keuangan.

Langkah ini selaras dengan mandat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029 yang menugaskan Kemenekraf untuk memperkuat ekosistem ekonomi kreatif.

“Kami tidak bisa bekerja sendiri. Harus ada kolaborasi lintas kementerian, pemerintah daerah, lembaga keuangan, stakeholder pemasaran, hingga media. Dengan kolaborasi Hexahelix, penguatan ekosistem ekonomi kreatif bisa tercapai lebih optimal,” tutup Yuke.

Baca Juga: Mengusung Tema Identity, Indonesia Design Week 2025 Perkuat Karakter Desain Indonesia