Sejak dimulai pada tahun 1996 silam, Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) konsisten melakukan misinya dalam menjalankan konservasi harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), spesies harimau endemik terakhir asal Indonesia. Dua spesies endemik lainnya, yakni harimau bali dan harimau jawa, dinyatakan telah punah. Harimau bali (Panthera tigris balica) dinyatakan punah pada tahun 1940-an, menyusul kemudian harimau jawa (Panthera tigris sondaica) yang dinyatakan punah pada tahun 1980-an.

Menjaga asa di tengah berbagai tantangan dan ancaman yang mengintai, TWNC tak kenal lelah menjaga hutan agar layak dihuni dan mampu melindungi harimau sumatera dari kepunahan. Selama hampir 30 tahun berjuang, TWNC membagikan kabar gembira dengan diidentifikasinya lebih dari 50 ekor individu harimau sumatera pada tahun ini. Padahal, di tahun 2001, baru ada 4 ekor harimau yang teridentifikasi.

Baca Juga: Global Tiger Day 2024: Momentum Perkuat Kolaborasi Selamatkan Harimau Sumatera dari Kepunahan

"Saya bisa bilang, tidak semua di 22 set penelitian konservasi harimau sumatera itu kondisinya dalam keadaan baik-baik saja. Masih banyak ancaman yang terjadi, seperti alih fungsi lahan konservasi atau hutan yang dilindungi menjadi area perkebunan; dibangunnya permukiman; banyak perburuan; fragmentasi habitat dengan ada jalan yang dipotong menjadi jalan nasional; dan lain sebagainya. Itu masalah utama yang merusak habitat harimau," terang Ardi Bayu Firmansyah, Senior Management TWNC, kepada Olenka dalam sebuah kesempatan, dikutip Rabu (14/8/2024).

Oleh karenanya, tegas Ardi, beragam upaya terus dilakukan TWNC guna menjaga habitat harimau sumatera. Menurutnya, komitmen, usaha, energi, dan loyalitas untuk benar-benar mengabdi kepada lingkungan harus ditanamkan. Selain itu, perlu merangkul masyarakat yang ada di sekitar habitat harimau.

"Menyadartahukan masyarakat juga butuh waktu karena pada awalnya banyak sekali penolakan. Sebabnya, secara tidak langsung, saat kami melakukan sosialisasi, kami melarang mereka untuk masuk kawasan konservasi, dilarang berburu, dilarang berladang, dilarang bertani, dilarang bermukim bangun rumah, berarti kan kami harus cari solusinya: alternatifnya apa untuk mencari uang. Itu yang terus kami komunikasin kepada warga, didukung oleh pemerintah," jelasnya.

Butuh Nyali Besar

Memaknai perjalan puluhan tahun menjaga konservasi harimau sumatera, diakui Ardi butuh nyali besar. "Kami (di TWNC) berjalan bukan dengan waktu yang sebentar, sudah 28 tahun, hampir 30 tahun. Itu tidak bisa dibilang waktu yang sebentar, butuh waktu yang sangat lama. Kami menjalankan konservasi selama 28 tahun itu boleh dibilang sampai berdarah-darah," ujarnya.

Apalagi, biaya yang dikeluarkan untuk melakukan konservasi harimau sumatera tidaklah sedikit. Dalam penjelasannya, sedikitnya, diperlukan minimal Rp1,5 miliar setiap bulan.

Baca Juga: Askrindo Raih Penghargaan TJSL & CSR Awards 2024

"Saya rasa belum menemukan pengusaha seperti Pak Tomy Winata (pemilik Grup Artha Graha) yang, mohon maaf, gila mau buang duit, bakar duit. Dalam satu bulan, pengeluaran paling sedikit Rp1,5 miliar untuk gaji karyawan, program konservasi, untuk patroli, untuk kegiatan CSR sosialisasi, dsb. Dikali 12 kali selama 28 tahun, kalau bukan orang gila, mohon maaf Pak Tomy, tidak akan mungkin Tambling bisa seperti sekarang," pungkasnya.

TWNC dikelola dan didanai oleh Yayasan Artha Graha Peduli. Sementara itu, merujuk pada perjanjian kerja sama antara Kementerian Kehutanan Republik Indonesia dan TWNC tertanggal 17 Juli 2008, keseluruhan jangkauan kawasan TWNC yang terbentang seluas 45.000 hektare hutan merupakan bagian dari Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).