Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi satu-satunya partai politik yang tersisa di barisan oposisi pemerintahan Presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin setelah satu persatu rekannya merapat ke kubu pemerintah. Terbaru adalah Partai Demokrat memilih hengkang dari oposisi.
PKS dan Demokrat sejak awal pemerintahan Jokowi memang sudah berdiri di luar pemerintahan, 9 tahun sudah mereka menegaskan diri sebagai partai pengontrol, kedua partai ini kerap mengoreksi berbagai kebijakan pemerintah.
Baca Juga: Digadang-gadang Jadi Calon Ibu Negara Pendamping Prabowo, Segini Kekayaan Titiek Soeharto
Namun pada penghujung masa jabatan Jokowi, Demokrat bermanuver dengan bergabung bersama PAN dan Gerindra, rekan oposisinya yang sudah terlebih dahulu berdiri bersama Jokowi yang sebelumnya telah didukung PDI Perjuangan, PKB, NasDem dan PPP.
Bergabungnya Partai Demokrat ditandai dengan dilantiknya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi menteri Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (Menteri ATR/BPN). Ketua umum Partai Demokrat itu dilantik Jokowi pada Rabu (21/2/2024).
Kendati menjadi parpol tunggal di barisan oposisi, namun PKS memastikan teguh pada pendirian. Mereka tak bakal tergiur dengan iming-iming jabatan mentereng dari Pemerintah. PKS siap mengawal pemerintahan Jokowi hingga masa akhir jabatannya pada Oktober 2024.
“Kita tuntaskan sampai akhir masa jabatan Pak Jokowi," kata Juru Bicara PKS, Ahmad Mabruri ketika dikonfirmasi lewat pesan singkat Jumat (23/2/2024).
Ahmad Mabruri mengatakan, walau menjadi partai tunggal di oposisi, namun pihaknya sama sekali tak gentar menghadapi gerombolan parpol besar pendukung pemerintah. PKS kata dia sama sekali tak merasa sendiri sebab sejauh ini mereka selalu mendapat dukungan masyarakat.
"PKS tidak pernah merasa sendiri karena yakin ada masyarakat banyak yang selalu mensupport kerja-kerja politik PKS," ucapnya.
Postur Koalisi Terlalu Gemuk
Dengan bergabungnya Partai Demokrat ke kubu pemerintah membuat komposisi antara partai pro pemerintah dan oposisi menjadi tak proporsional.
Dengan melantik AHY Jokowi seperti sedang menegaskan dominasi koalisi pemerintah di parlemen.
Baca Juga: Jokowi: Negara Lain Nggak Ada Bantuan Beras Seperti Kita
Baca Juga: Menakar Peluang Anies Baswedan di Pilgub DKI Setelah Pilpres 2024
Dengan bergabungnya pasukan AHY, maka pemerintah mendapat tambahan 54 kursi di DPR RI sehingga total kursi partai pendukung pemerintah di DPR menjadi 481 kursi. Jumlah ini sangat tak berimbang dengan total kursi koalisi yang hanya berjumlah 50 saja.
Adapun Partai koalisi pemerintah terdiri dari PDIP sebanyak 128 kursi, Golkar 85 kursi, Gerindra 78 kursi, NasDem 59 kursi, PKB 58 kursi, dan PPP 19 dan Demokrat 54 kursi.
Komposisi koalisi pemerintah di DPR ini menjadi yang terbesar, setidaknya sejak 2004 ketika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) masih menjadi presiden.
Pada periode pertama pemerintahan SBY, yakni 2004-2009, koalisi pemerintah memiliki 404 kursi atau 73,45% dari total 550 kursi DPR.
Lalu pada periode kedua SBY, yakni 2009-2014, koalisi pemerintah naik menjadi 423 kursi atau 75,53% dari total 560 kursi DPR.