Generasi Z kini mulai mengambil alih dunia kerja. Namun, di balik semangat dan kreativitas mereka, tersimpan kenyataan pahit soal kondisi finansial. Berdasarkan riset terbaru dari TransUnion, penghasilan rata-rata Gen Z saat ini jauh lebih rendah dibandingkan generasi milenial satu dekade lalu ketika berada di usia yang sama.
Pada kuartal keempat 2023, Gen Z usia 22–24 tahun memiliki pendapatan rata-rata sebesar US$45.493 per tahun. Sementara, pada 2013, generasi milenial yang saat itu berusia sama mencatatkan rata-rata penghasilan sebesar US$51.825—setelah disesuaikan dengan inflasi. Selisih ini mengindikasikan bahwa Gen Z menghadapi tantangan finansial yang lebih berat dibandingkan pendahulunya. Tak hanya itu, rasio utang terhadap pendapatan Gen Z juga lebih tinggi, yakni mencapai 16,05%, dibandingkan milenial yang sebesar 11,76%.
Baca Juga: Harga Rumah Melonjak? Ini 3 Strategi untuk First-Time Homebuyer Milenial & Gen Z
Perbedaan mencolok ini tidak datang tanpa sebab. Gen Z memasuki usia kerja di masa yang sangat menantang, tepatnya saat inflasi mencapai rekor tertinggi dalam 41 tahun terakhir. Pada Juni 2022, indeks harga konsumen melonjak 9,1% dari tahun ke tahun, membuat biaya hidup semakin mahal. Bahkan pada kuartal pertama 2024, harga konsumen di luar sektor makanan dan energi masih naik 4,5% secara tahunan.
Kondisi ini menciptakan tekanan ekonomi besar bagi generasi termuda angkatan kerja. Wawancara TransUnion menunjukkan bahwa 14% responden Gen Z merasa sangat stres terhadap keuangan mereka, angka yang jauh lebih tinggi dibandingkan hanya 8% milenial yang mengalami hal serupa pada 2013. Sebaliknya, hanya 8% Gen Z yang merasa sangat percaya diri secara finansial, dibandingkan 13% milenial satu dekade lalu.
Baca Juga: 6 Tren Skincare yang Masih Akan Viral Menurut Gen Z dan Milenial
Ketidakpastian ini membuat Gen Z lebih mengandalkan kartu kredit sejak awal. Data menunjukkan bahwa 84% Gen Z usia 22–24 tahun memiliki setidaknya satu kartu kredit pada akhir 2023, jauh lebih tinggi dibandingkan 61% milenial pada usia yang sama sepuluh tahun sebelumnya. Bahkan lebih dari sepertiga Gen Z menyebut kartu kredit sebagai produk keuangan paling berguna, angka yang juga lebih tinggi dari milenial di masa lalu.
Jason Laky, Wakil Presiden Eksekutif dan Kepala Layanan Keuangan di TransUnion, menilai bahwa pergeseran ini sangat wajar mengingat tantangan ekonomi saat ini.
“Konsumen muda menghadapi biaya hidup yang jauh lebih tinggi dibandingkan satu dekade lalu. Mereka baru memasuki dunia kerja, umumnya dengan gaji awal yang rendah, sementara harga barang dan jasa terus naik,” ujarnya.
Banyak faktor yang membuat Gen Z berada di posisi lebih sulit secara finansial. Selain inflasi yang meroket, banyak dari mereka memulai karier setelah pandemi COVID-19 di mana krisis global yang memangkas peluang kerja, magang, dan pengalaman awal yang krusial bagi perkembangan profesional. Dampaknya tak hanya bersifat sementara, tetapi bisa memunculkan luka ekonomi jangka panjang.
Baca Juga: Tekanan Finansial Jadi Pemicu Ledakan Kasus Depresi di Indonesia
Pergeseran dunia kerja ke arah ekonomi gig dan kontrak jangka pendek juga menciptakan ketidakpastian. Bagi Gen Z, fleksibilitas mungkin menarik, tapi kurangnya stabilitas pendapatan, tunjangan, dan jalur karier jelas menjadi tantangan. Bandingkan dengan milenial yang pada awal karier masih memiliki akses luas ke pekerjaan dengan struktur tradisional dan jenjang yang jelas.
Selain itu, biaya pendidikan tinggi terus melonjak dalam dua dekade terakhir. Banyak anggota Gen Z harus memulai hidup kerja mereka dengan beban pinjaman pendidikan besar, ditambah tekanan biaya hidup seperti sewa, transportasi, dan layanan kesehatan yang makin mahal. Ini semua menggerus pendapatan yang sebenarnya sudah terbatas sejak awal.
Faktor sosial dan geografis juga berperan. Ketimpangan akses terhadap pendidikan berkualitas, jaringan kerja, serta literasi keuangan menyebabkan sebagian Gen Z tertinggal dari awal. Mereka yang berasal dari latar belakang kurang mampu sering kali harus bekerja lebih keras hanya untuk mencapai titik awal yang sama dengan rekan-rekannya yang lebih beruntung.
Baca Juga: Tren Skincare di Kalangan Ge Z dan Milenial, Skincare Lokal Masih Jadi Primadonanya Anak Muda
Namun, di balik tantangan itu, Gen Z juga menunjukkan potensi besar. Mereka lebih akrab dengan teknologi, cepat beradaptasi, dan terbuka pada jalur karier non-tradisional seperti wirausaha dan kerja remote. Kesadaran terhadap pentingnya keuangan pribadi juga mulai tumbuh, meski tak selalu diiringi akses ke pendidikan finansial yang memadai.
Meski begitu, dampak dari ketimpangan finansial ini bisa memengaruhi keputusan-keputusan penting dalam hidup, seperti membeli rumah, menikah, atau memiliki anak. Jika tidak ada dukungan dari sistem pendidikan, kebijakan publik, dan reformasi ekonomi, kesenjangan antargenerasi ini bisa melebar dan menetap dalam jangka panjang.
Saatnya kita memberi perhatian lebih pada realitas ekonomi Gen Z. Mereka bukan hanya generasi muda yang sedang mencari jalan, tapi juga masa depan ekonomi bangsa. Meningkatkan literasi keuangan, menciptakan akses pekerjaan yang inklusif, dan mendorong stabilitas ekonomi adalah investasi penting untuk memastikan mereka tidak terus-menerus tertinggal. Karena saat Gen Z tumbuh kuat secara finansial, masa depan kita bersama pun akan jauh lebih kokoh.