Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) mengingatkan pemerintah dan publik akan bahaya liberalisasi energi yang dinilai perlahan menggerus kedaulatan nasional. Dalam forum diskusi bertajuk “Reintegrasi Pertamina & Isu Energi Nasional 2025”, Presiden FSPPB Arie Gumilar menegaskan bahwa upaya memperlemah Pertamina sama dengan mengikis fondasi kemandirian ekonomi bangsa.
“Menjaga Pertamina berarti menjaga masa depan bangsa. Gerakan ‘Selamatkan Pertamina’ bukan sekadar slogan, tapi bentuk perlawanan moral terhadap dominasi asing dalam pengelolaan energi,” ujar Arie di Jakarta, Kamis (9/10/2025).
Baca Juga: Komitmen Perkuat Kedaulatan Energi, FSPPB Kukuhkan Pengurus Baru
Menurut Arie, pascareformasi, sektor energi Indonesia mengalami perubahan mendasar yang membuat posisi Pertamina semakin terdesak. Tekanan lembaga internasional seperti IMF pada masa krisis moneter telah membuka pintu bagi mekanisme pasar bebas yang mereduksi peran negara dalam mengatur sumber daya strategis.
Ia menilai, sejak era liberalisasi dimulai, Pertamina dipaksa bersaing di pasar global, harga BBM ditentukan mekanisme pasar, dan pemerintah justru menanggung beban subsidi yang lebih besar. Kondisi tersebut bukan bentuk efisiensi, melainkan pelepasan kendali negara atas energi yang seharusnya menjadi hak rakyat.
FSPPB menilai, arah kebijakan ini berpotensi menciptakan ketergantungan baru terhadap kekuatan ekonomi global. Dalam jangka panjang, Indonesia bisa kehilangan kemampuan untuk menjamin pasokan energi secara mandiri.
Baca Juga: Demi Terciptanya Kemandirian Bangsa, FSPPB Gelar FGD dengan Forkom SP BUMN
“Jika negara kehilangan kendali atas energi, maka hilang pula sebagian kedaulatan ekonomi kita,” tegas Arie.
Dalam kesempatan itu, ia juga menyoroti maraknya tudingan negatif terhadap Pertamina, mulai dari isu pelayanan hingga tuduhan korupsi. Menurutnya, kampanye tersebut bukan sekadar kritik publik, melainkan bagian dari upaya sistematis untuk mendiskreditkan perusahaan milik negara.
“Kita sedang memasuki era pembusukan nama Pertamina. Tudingan-tudingan itu bukan spontan, melainkan agenda kapitalis global yang ingin menguasai energi Indonesia,” ujarnya.
Baca Juga: Dalam Tasyakuran ke-21, FSPPB Ajak Semua Pihak Kawal Perjalanan RUU Migas
Padahal, lanjut Arie, Pertamina memiliki peran historis yang tak tergantikan dalam pembangunan nasional. Sejak masa pascakemerdekaan, perusahaan ini menjadi tulang punggung ekonomi negara dengan kontribusi besar terhadap pendapatan nasional. Sekitar 70 persen penerimaan negara kala itu bersumber dari sektor migas yang dikelola langsung oleh Pertamina.
“Pertamina bukan sekadar entitas bisnis. Ia bagian dari sejarah berdirinya Republik. Dari energi inilah pembangunan nasional dijalankan,” katanya.
Melalui gerakan “Selamatkan Pertamina”, FSPPB mengajak berbagai elemen masyarakat untuk bersatu memperjuangkan kedaulatan energi. Arie menyebut, serikat pekerja tengah menginisiasi pembentukan aliansi lintas elemen untuk melawan disinformasi dan narasi yang melemahkan kepercayaan publik terhadap Pertamina.
Baca Juga: Jahit Asa di Desa Petani, Pertamina Drilling Dorong UMK Tumbuh
“Kami ingin membangun kesadaran kolektif, seperti semangat Sumpah Pemuda, bahwa kemandirian energi harus dijaga bersama,” tutup Arie.
Dengan seruan tersebut, FSPPB berharap Pertamina tidak hanya dipandang sebagai perusahaan minyak dan gas, tetapi sebagai simbol ketahanan nasional yang harus dilindungi dari arus liberalisasi dan kepentingan asing.