Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) ikut menyoroti masuknya perusahaan negara yang menguasai hajat hidup orang banyak di Badan Penanaman Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).

Menurut Presiden FSPPB Ari Gumilar, hal tersebut dinilai menjadi pintu masuk lepasnya kontrol negara dalam memenuhi kebutuhan rakyat.

Baca Juga: Serba Serbi Aset Kelolaan Danantara Sebesar Rp14.679 Triliun, dari 844 BUMN hingga Kawasan GBK

Baca Juga: Erick Thohir Gandeng KPK Bersih-bersih BUMN-Danantara

Hal tersebut dikatakan Ari Gumilar dalam "Halal-bihalal Forum Komunikasi Sobat Energi, yang juga dirangkai dengan Kuliah Umum Ekonom Senior Ichsanuddin Noorsy bertajuk Holding Danantara dan Implikasinya ke Pertamina" di kantor FSPPB, Jakarta, Rabu (30/4/2025).

Dalam paparannya, Ari menyoroti keputusan pengalihan saham Seri B Pertamina dari pemerintah ke Badan Koordinasi Investasi (BKI) dalam kerangka Danantara.

"Ini isu sangat penting. Undang-Undang No.1 Tahun 2025 melahirkan Danantara, dan bulan lalu diputuskan bahwa BUMN-BUMN, termasuk Pertamina, dikonsolidasikan ke dalamnya," ujarnya.

Lebih lanjut, ia menekankan jika Pertamina merupakan perusahaan strategis yang mendapatkan penugasan langsung sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 33.

Karena itu, ia menilai tidak sepatutnya Pertamina dikelola dalam skema yang liberal atau kapitalis ini. "Kita paham bahwa makna sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat tidak bisa dikelola secara kapitalis. Mesti dikelola sebagai state company, perusahaan negara," tegasnya.

Selain itu, dirinya menilai kebijakan tersebut bisa menggancam kedaulatan nasional. "Pertamina, BUMN yang mengelola hajat hidup orang banyak harus dikelola langsung oleh negara, bukan masuk dalam skema korporatisasi seperti ini," kritiknya.

Atas pertimbangan tersebut, ia pun mendesak pemerintah untuk kembali meninjau keterlibatan Pertamina dalam Danantara. "Perusahaan seperti Pertamina, PLN, dan Bulog adalah ujung tombak pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Karena itu, mereka tak layak disatukan dalam entitas bisnis yang berorientasi korporasi murni," tegasnya.

"Jangan-jangan ini hanya alat untuk melunasi utang negara. Kalau begitu, maka negeri ini sudah tergadai," tukasnya.