Beberapa waktu lalu, warganet ‘dihebohkan’ dengan pernyataan Ketua Umum DPP Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, yang menyinggung sosok "Raja Jawa" saat berpidato pemaparan visi dan misinya pada Musyawarah Nasional XI Partai Golkar di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu (21/8/2024).

Saat itu kata Bahlil, kader Golkar jangan sampai berani bermain-main dengan sosok yang disebutnya sebagai "Raja Jawa" karena bisa membawa celaka. Namun, dia tidak menjelaskan sosok raja yang dimaksud tersebut.

Menyoal tentang Raja Jawa yang digaungkan Bahlil sendiri, faktanya Pulau Jawa juga menyimpan banyak kerajaan-kerajaan kuno yang telah berdiri ribuan tahun lalu. Wilayah ini menjadi pusat peradaban, politik, dan budaya di Nusantara pada masa lampau. 

Pada dasarnya, Jawa merupakan salah satu pulau di Nusantara di mana mempunyai peran yang besar dalam keberlangsungan kehidupan manusia di muka bumi ini. Sering dinamakan sebagai "Pusering Bumi" atau "Puncering Bumi”, di mana tidak lepas dari sejarah kehidupan manusia jawa yang mempunyai peradaban tinggi dengan adanya kerajaan-kerajaan Jawa.

Adapun, bukti sejarah kerajaan Indonesia dapat terlihat di setiap wilayah, salah satunya wilayah Jawa. Lantas, kerajaan apa saja yang ada di Pulau Jawa? Mengutip dari berbagai sumber, Minggu (25/8/2024), berikut Olenka himpun sejumlah informasi terkaitnya.

Baca Juga: Sosok Raja Jawa dalam Pidato Bahlil dan Respons Santai Megawati: Saya Sarapan Sambil Ketawa

1. Kerajaan Kalingga

Kerajaan Kalingga adalah salah satu kerajaan kuno yang pernah berdiri di wilayah Jawa Tengah, Indonesia.  Kerajaan Kalingga berlokasi di wilayah yang sekarang dikenal sebagai daerah Kalingga, Jawa Tengah. Wilayah ini dikenal sebagai pusat pemerintahan dan pusat kebudayaan pada masa itu.

Kerajaan Kalingga mencapai masa kejayaannya pada abad ke-6 hingga abad ke-7 Masehi. Pada masa ini, Kerajaan Kalingga dikenal sebagai salah satu kerajaan yang makmur dan berpengaruh di Jawa Tengah. Masa kejayaan ini ditandai dengan kemakmuran ekonomi, perkembangan budaya, serta perkembangan agama Buddha dan Hindu di wilayahnya.

Beberapa nama raja yang memimpin Kalingga sebelum takhta diduduki Ratu Shima, antara lain Prabu Wasudewa, Prabu Wasukawi dan Prabu Kirathasingha. Hingga raja yang paling terkenal pada masa kerajaan Kalingga adalah Ratu Shima resmi diangkat sebagai raja pada 674 masehi. Sosoknya menggantikan sang suami, Prabu Kirathasingha yang sebelumnya meninggal dunia.

Beberapa nama raja yang memimpin Kerajaan Kalingga  ini antara lain adalah:

  • Prabu Wasumurti (594-605 M)
  • Prabu Wasugeni (605-632 M)
  • Prabu Wasudewa (632-652 M)
  • Prabu Kirathasingha (632-648 M)
  • Prabu Wasukawi (652 M)
  • Prabu Kartikeyasingha (648-674 M)
  • Ratu Shima (674-695 M)

2. Kerajaan Medang (Mataram Kuno)

Kerajaan Mataram atau Mataram Kuno adalah kerajaan agraris sekaligus talasokrasi yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8 Masehi, kemudian berpindah ke Jawa Timur pada abad ke-10 Masehi, yang didirikan oleh Sanjaya. Kerajaan ini dipimpin oleh wangsa Syailendra dan wangsa Isyana.

Beberapa nama raja yang memimpin Kerajaan Medang (Mataram Kuno) ini antara lain adalah:

  • Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya (716-746)
  • Rakai Panangkaran Dyah Pancapana (746-784)
  • Rakai Panaraban (784-803)
  • Rakai Warak Dyah Manara (803-827)
  • Dyah Gula (827-829)
  • Rakai Garung (829-847)
  • Rakai Pikatan Dyah Saladu (847-855)
  • Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala (855-885)
  • Dyah Tagwas (885-885)
  • Rakai Panumwangan Dyah Dewendra (885-887)
  • Rakai Gurunwangi Dyah Bhadra (887-887)
  • Rakai Wungkalhumalang Dyah Jbang (894-898)
  • Rakai Watukura Dyah Balitung (898-908)
  • Dyah Daksottama (908-919)
  • Rakai Layang Dyah Tlodhong (919-924)
  • Rakai Pangkaja Dyah Wawa (924-929)
  • Mpu Sindok (929-947)
  • Isyanatunggawijaya (947-985)
  • Makutawangsawardhana (985-990)
  • Dharmawangsa (990–1006)

3. Kerajaan Kahuripan

Kerajaan Kahuripan atau dikenal dengan nama Medang Kahuripan, adalah nama yang lazim dipakai untuk sebuah kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Airlangga pada tahun 1019 M.

Dilansir dari laman Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (Unair), Prabu atau Raja Airlangga juga dikenal dengan sebutan Erlangga. Raja Airlangga lahir di Bali pada tahun 990.

Ia merupakan pendiri Kerajaan Kahuripan dan memerintah dari tahun 1009-1042 dengan gelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa.

Baca Juga: Cerita Panjang di Balik Perubahan Nama Mulyono Menjadi Jokowi

4. Kerajaan Janggala

Kerajaan Jenggala adalah kerajaan bercorak Hindu-Buddha yang pernah berdiri di Jawa Timur. Kerajaan ini merupakan salah satu dari dua pecahan Kerajaan Kahuripan yang diperintah oleh Airlangga.

Ibu kota Kerajaan Jenggala adalah Kahuripan, yang terletak di lembah Gunung Penanggungan, sekitar Sidoarjo, Pasuruan, dan Mojokerto, Jawa Timur. Kerajaan Jenggala berdiri pada tahun 1042, setelah Airlangga membagi wilayah kekuasannya menjadi dua.

Usia Kerajaan Jenggala terbilang singkat, yakni hanya sekitar 90 tahun saja, karena harus menerima kekalahan dari Kerajaan Kediri.

Beberapa nama raja yang memimpin Kerajaan Janggala ini antara lain adalah:

  • Mapanji Garasakan (1042-1052)
  • Alanjung Ahyes (1052-1059)
  • Samarotsaha (1059)

5. Kerajaan Panjalu

Kerajaan Kediri (Kadiri) atau Panjalu merupakan salah satu kerajaan bercorak Hindu-Buddha di Nusantara yang terletak di Jawa bagian timur. Sejarah Kerajaan Kediri ini masih terkait dengan Kerajaan Kahuripan dan Dinasti Mataram Kuno, juga Kerajaan Jenggala.

Kahuripan yang dipimpin oleh Raja Airlangga (1009-1042 M) adalah kerajaan turunan Dinasti Mataram Kuno periode Jawa Timur. Tamatnya Kerajaan Kahuripan yang berpusat di sekitar Sidoarjo inilah yang menjadi awal riwayat dua kerajaan baru yakni Jenggala dan Daha atau Kediri.

Beberapa nama raja yang memimpin Kerajaan Panjalu ini antara lain adalah:

  • Samarawijaya (1042)
  • Jitendrakara (1051)
  • Bameswara (1112-1135)
  • Jayabhaya (1135-1159) mempersatukan panjalu (kadiri) dan janggala
  • Sarweswara (1159-1169)
  • Aryeswara (1169-1181)
  • Gandra (1181-1182)
  • Kameswara (1182-1194)
  • Jayawarsa (1186) (raja dengan wilayah otonom)
  • Kertajaya (1194-1222)
  • Jayakatwang (1292-1293)

6. Kerajaan Singhasari

Kerajaan Singasari atau Kerajaan Tumapel merupakan kerajaan bercorak Hindu-Buddha yang lokasinya di daerah Singasari, Malang, Jawa Timur. Pendiri Kerajaan Singasari adalah Ken Arok yang juga merupakan raja pertama yang bergelar Sri Rajasa Bathara Sang Amurwabhumi pada tahun 1222 M.

Masa Kejayaan Kerajaan Siangsari antara tahun 1272-1292 M di masa pemerintahan Kertanegara. Di bawah kekuasaannya, wilayah Kerajaan Singasari mencapai Bali, Sunda, sebagian Sumatera, dan sebagian Kalimantan.

Beberapa nama raja yang memimpin Kerajaan Singhasari ini antara lain adalah:

  • Ken Arok Sri Ranggah Rajasa Batara Awurbhumi (1222-1227)
  • Anusapati (1227-1248)
  • Tohjaya (1249-1250)
  • Wisnuwardhana (1248-1268)
  • Kertanagara (1268-1292) 

7. Kerajaan Majapahit

Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan Hindu-Buddha terakhir di nusantara. Sejarah kerajaan Majapahit dimulai pada tahun 1293 M bersamaan dengan penobatan Raden Wijaya sebagai raja pertama.

Kerajaan Majapahit berawal dari peninggalan kerajaan Singasari sebelumnya yang runtuh akibat pemberontakan Pangeran Jayakatwang pada 1292 masehi.

Beberapa nama raja yang memimpin Kerajaan Majapahit ini antara lain adalah:

  • Raden Wijaya (1293-1309)
  • Jayanagara (1309-1328)
  • Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328-1350)
  • Hayam Wuruk (1350-1389)
  • Wikramawardhana (1390-1428)
  • Suhita (1429-1447)
  • Kertawijaya (1447-1451)
  • Rajasawardhana (1451-1453)
  • Girishawardhana (1456-1466)
  • Singhawikramawardhana (1466-1474)
  • Girindrawardhana (1474-1519)

8. Kesultanan Demak

Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh Raden Patah di pantai utara Jawa. Raden Patah adalah anak dari Brawijaya V, yakni Raja Terakhir Majapahit dan Siu Ban Ci, seorang Muslim berdarah Tiongkok.

Beberapa nama raja yang memimpin Kesultanan Demak ini antara lain adalah:

  • Raden Patah (1475-1517)
  • Pati Unus (1518-1520)
  • Trenggana (1521-1545)
  • Sunan Prawata (1546-1549)
  • Arya Penangsang (1549-1554)

Baca Juga: Satu Dekade Jokowi dan Sederet Aksi Unjuk Rasa Besar-besaran

9. Kesunanan Giri

Kesunanan Giri merupakan sebuah kerajaan yang berawal dari pesantren. Perkembangan yang pesat dan kuat membuat petinggi Kerajaan Majapahit kala itu tidak nyaman. Berbagai upaya pun dilakukan untuk meruntuhkan pemerintahan Kesunanan Giri. Namun, kesunan Giri bertahan hingga keturunan ke-VII. Kerajaan Mataram yang kemudian berhasil mengambil alih Kesunanan Giri.

Beberapa nama yang memimpin Kesunanan Giri ini antara lain adalah:

  • Sunan Giri (1481-1506)
  • Sunan Dalem (1506-1546)
  • Sunan Seda ing Margi (1546-1548)
  • Sunan Prapen (1548-1605)

10. Kerajaan Kalinyamat

Kerajaan Kalinyamat (juga dikenal sebagai Kerajaan Jepara) adalah sebuah kerajaan Jawa pada abad ke-16 yang berpusat di Jepara. Baik Kalinyamat maupun Jepara awalnya adalah dua kadipaten terpisah yang tunduk pada Kerajaan Demak. Sepeninggal Pangeran Trenggana, Kalinyamat mendapatkan Jepara, Pati, Juwana, dan Rembang.

Puncak kejayaannya terjadi di pertengahan abad ke-16 ketika Kalinyamat dipimpin oleh Ratu Kalinyamat. Pada tahun 1551 dan 1574, Kalinyamat melakukan ekspedisi ke Melaka Portugis untuk mengusir Portugal dari Hindia Timur sementara meluaskan kekuasaannya ke luar Jawa, seperti Kalimantan Barat dan Pulau Bawean.

Beberapa nama yang memimpin Kerajaan Kalinyamat ini antara lain adalah:

  • Ratu Kalinyamat (1527-1536)
  • Sultan Hadlirin (1536-1549)
  • Pangeran Arya Jepara (1579-1599)

11. Kesultanan Pajang

Kerajaan Pajang adalah sebuah kerajaan Islam yang berdiri pada tahun 1568 di daerah Kartasura, Surakarta, Jawa Tengah. Kerajaan ini merupakan kelanjutan dari Kerajaan Demak, yang didirikan oleh Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya.

Jaka Tingkir, yang merupakan menantu Sultan Trenggono, mendirikan Kerajaan Pajang setelah menyingkirkan Arya Penangsang dan memindahkan pusat pemerintahan dari Demak ke Pajang.

Pajang awalnya merupakan daerah bawahan Kerajaan Demak, tetapi setelah runtuhnya Demak, Pajang menjadi kerajaan yang mandiri.Kerajaan Pajang mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Hadiwijaya, yang menjabat selama 15 tahun.

Beberapa nama yang memimpin Kesultanan Pajang ini antara lain adalah:

  • Adiwijaya/Jaka Tingkir (1560-1582)
  • Awantipura/Arya Pangiri (1583-1586)
  • Prabuwijaya/Pangeran Benawa (1586-1587)

12. Kesultanan Mataram

Kesultanan Mataram atau Kerajaan Mataram Islam berkuasa di tanah Jawa antara abad ke-16 hingga ke-18 M. Kerajaan yang berpusat di wilayah Jawa Tengah ini memiliki sejarah yang panjang dan kompleks.

Pada awalnya, Kesultanan Mataram merupakan sebuah kadipaten yang diberikan Sultan Hadiwijaya dari Kesultanan Pajang pada tahun 1575 kepada seorang bangsawan Jawa yang bernama Panembahan Senopati.

Pemberian itu disebut sebagai "tanah Mataram" dan menjadi cikal bakal Kesultanan Mataram. Panembahan Senopati, yang juga dikenal sebagai Senapati, adalah tokoh penting dalam pembentukan Kesultanan Mataram. Dia memerintah tanah Mataram dan secara bertahap memperluas wilayah kekuasaannya.

Beberapa nama yang memimpin Kesultanan Mataram ini antara lain adalah:

  • Panembahan Senapati (1586-1601)
  • Anyakrawati/Sunan Nyakrawati (1601-1613)
  • Anyakrakusuma/Sultan Agung (1613-1645)
  • Amangkurat I/Sunan Tegalarum (1646-1677)
  • Amangkurat II/Sunan Amral (1677-1703)
  • Amangkurat III/Sunan Mas (1703-1705)
  • Pakubuwana I/Sunan Ngalaga (1704-1719)
  • Amangkurat IV/Sunan Jawi (1719-1726)
  • Pakubuwana II/Sunan Kumbul (1726-1742)
  • Amangkurat V/Sunan Kuning (1742-1743)

13. Kesunanan Surakarta

Sejarah Kasunanan Surakarta Hadiningrat tak bisa dilepaskan dari keberadaan Kerajaan Mataram. Dalam berbagai teori populer, Kasunanan Surakarta ini banyak disebut menjadi salah satu pecahan dari Mataram.

Mengutip jurnal berjudul “Keruntuhan Birokrasi Tradisional di Kasunanan Surakarta” karya Muhammad Anggie Farizqi Prasadana dan Hendri Gunawan, berdirinya Kasunanan Surakarta berawal dari Perjanjian Giyanti pada 1757.

Saat itu, Kerajaan Mataram membagi wilayahnya menjadi dua bagian, yakni Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Kedua bagian tersebut dianggap sebagai pengganti dan penerus Kesultanan Mataram.

Beberapa nama yang memimpin Kesunanan Surakarta ini antara lain adalah:

  • Pakubuwana II Raden Mas Prabasuyasa (1745-1749)
  • Pakubuwana III Raden Mas Suryadi Anyakrakusuma/Sultan Agung (1749-1788)
  • Pakubuwana IV Raden Mas Subadya (1788-1820)
  • Pakubuwana V Raden Mas Sugandi (1820-1823)
  • Pakubuwana VI Raden Mas Sapardan (1823-1830)
  • Pakubuwana VII Raden Mas Malikis Solikin (1830-1858)
  • Pakubuwana VIII Raden Mas Kusen (1858-1860)
  • Pakubuwana IX Raden Mas Duksina (1860-1893)
  • Pakubuwana X Raden Mas Sayiddin Malikul Kusna (1893-1939)
  • Pakubuwana XI Raden Mas Antasena (1939-1945)
  • Pakubuwana XII Raden Mas Suryo Guritno (1945-2004)
  • Pakubuwana XIII Raden Mas Suryo Partono (2004-sekarang)

14. Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat

Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat adalah negara dependen yang berbentuk kerajaan. Kedaulatan dan kekuasaan pemerintahan negara diatur dan dilaksanakan menurut perjanjian/kontrak politik yang dibuat oleh negara induk Kerajaan Belanda bersama-sama negara dependen Kesultanan Ngayogyakarta. 

Kontrak politik terakhir antara negara induk dengan kesultanan adalah Perjanjian Politik 1940 (Staatsblad 1941, No. 47). Sebagai konsekuensi dari bentuk negara kesatuan yang dipilih oleh Republik Indonesia sebagai negara induk, maka pada tahun 1950 status negara dependen Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (bersama-sama dengan Kadipaten Pakualaman) diturunkan menjadi daerah istimewa setingkat provinsi dengan nama Daerah Istimewa Yogyakarta.

Beberapa nama yang memimpin Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat ini antara lain adalah:

  • Hamengkubuwana I Raden Mas Sujana (1755-1792)
  • Hamengkubuwana II Raden Mas Sundara (1792-1810)
  • Hamengkubuwana III Raden Mas Suraja (1810-1811)
  • Hamengkubuwana II Raden Mas Sundara (1811-1812)
  • Hamengkubuwana III Raden Mas Suraja (1812-1814)
  • Hamengkubuwana IV Raden Mas Ibnu Jarot (1814-1822)
  • Hamengkubuwana V Raden Mas Gatot Menol (1822-1826)
  • Hamengkubuwana II Raden Mas Sundara (1826-1828)
  • Hamengkubuwana V Raden Mas Gatot Menol (1828-1855)
  • Hamengkubuwana VI Raden Mas Mustaja (1855-1877)
  • Hamengkubuwana VII Raden Mas Murteja (1877-1921)
  • Hamengkubuwana VIII Raden Mas Sujadi (1921-1939)
  • Hamengkubuwana IX Raden Mas Dorodjatun (1939-1988)
  • Hamengkubawana X Raden Mas Herjuno Darpito (1988-sekarang)

15. Kadipaten Mangkunagaran

Mangkunegaran adalah satu dari empat pecahan Kerajaan Mataram Islam yang istananya terletak di Surakarta, Jawa Tengah. Pendirinya adalah Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa, yang kemudian bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara I.

Antara 1757-1946, Mangkunegaran merupakan kerajaan otonom yang berhak memiliki tentara sendiri dan independen dari Kasunanan Surakarta. Sedangkan mulai 1950, statusnya hanya sebuah keraton dengan raja, tanpa kekuasaan politik.

Sejarah berdirinya Mangkunegaran berawal dari konflik perebutan takhta di antara para pewaris Mataram. Sejak penguasa Mataram mulai bekerjasama dengan VOC, pemberontakan dari keluarga kerajaan ataupun pihak luar semakin sering terjadi.

Beberapa nama yang memimpin Kadipaten Mangkunagaran ini antara lain adalah:

  • Mangkunagara I Raden Mas Said (1757-1795)
  • Mangkunagara II Raden Mas Sulama (1795-1835)
  • Mangkunagara III Raden Mas Sarengat (1835-1853)
  • Mangkunagara IV Raden Mas Sudira (1853-1881)
  • Mangkunagara V Raden Mas Sunita (1881-1896)
  • Mangkunagara VI Raden Mas Suyitna (1896-1916)
  • Mangkunagara VII Raden Mas Soerjo Soeparto (1916-1944)
  • Mangkunagara VIII   Raden Mas Hamidjojo Saroso (1944-1987)
  • Mangkunagara IX Raden Mas Soedjiwo Koesoemo (1987-2021)
  • Mangkunagara X GPH. Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo (2022-sekarang)

16. Kadipaten Pakualaman

Kadipaten Pakualaman atau Praja Pakualaman adalah negara vasal dependen dari Pemerintah Pendudukan Inggris dan kemudian Hindia Belanda, yang berbentuk monarki kadipaten otonom di Pulau Jawa bagian tengah. Kedaulatan dan kekuasaan pemerintahan Pakualaman diatur dan dilaksanakan menurut perjanjian atau kontrak politik yang dibuat oleh negara induk bersama-sama negara dependen. Sama halnya dengan Mangkunegaran, penguasa Pakualaman tidak memiliki otoritas yang sama tinggi dengan Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Penguasanya tidak berhak menyandang gelar Susuhunan (Sunan) ataupun Sultan, melainkan sebagai Pangeran Miji yang bergelar Adipati.

Setelah menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia pada tahun 1945 dan sebagai konsekuensi dari bentuk negara kesatuan yang dipilih oleh Republik Indonesia selaku negara induk, maka pada tahun 1950 status negara dependen Kadipaten Pakualaman (bersama-sama dengan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat) diturunkan menjadi daerah istimewa setingkat provinsi dengan nama Daerah Istimewa Yogyakarta.

Beberapa nama yang memimpin Kadipaten Pakualaman ini antara lain adalah:

  • Paku Alam I Pangeran Natakusuma (1813-1829)
  • Paku Alam II Raden Tumenggung Natadiningrat (1829-1858)
  • Paku Alam III Pangeran Sasraningrat (1858-1864)
  • Paku Alam IV Raden Mas Nataningrat (1864-1878)
  • Paku Alam V Pangeran Suryadilaga (1878-1900)
  • Paku Alam VI Pangeran Natakusuma (1900-1902)
  • Dewan Perwalian Pakualaman (1902-1906)
  • Paku Alam VII Raden Mas Haryo Surarjo (1906-1937)
  • Paku Alam VIII Raden Mas Haryo Sularso Kunto Suratno (1937-1998)
  • Paku Alam IX Raden Mas Haryo Ambarkusumo (1998-2015)
  • Paku Alam X Raden Mas Wijoseno Hario Bimo (2015-sekarang)

 Baca Juga: Jokowi Soal Undang-undang Pilkada: Saya Sangat Menghormati Keputusan MK dan DPR