1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) menjadi periode krusial bagi bayi dan ibu pasca melahirkan. Bayi memerlukan pemenuhan nutrisi Air Susu Ibu (ASI) dengan baik yang menyokong tumbuh kembangnya optimal. Begitu pun dengan seorang ibu yang sangat memerlukan dukungan agar dapat memberikan ASI eksklusif secara lancar.
Sering kali ditemukan kasus para ibu mengalami kondisi cemas, gusar, dan emosi yang tak stabil di masa-masa mengasihi atau menyusui si kecil. Dalam masa ini lah kehadiran sosok suami atau ayah dari sang bayi sangat dibutuhkan.
Peranan dan kehadiran seorang ayah sangat penting selama proses ibu menyusui. Dokter spesialis anak, dr. I.G.A.N Partiwi, SpA., MARS mengungkap, sudah ada research mengenai peran seorang suami dalam memberikan dukungan fisik dan emosional kepada istri yang sedang menyusui atau lebih dikenal dengan breastfeeding father.
Baca Juga: Jadi Andalannya Ayah dan Ibu, Botol Susu Pigeon Terus Berinovasi dari Waktu ke Waktu
“Peran suami itu sangat penting, dan sudah di research namanya breastfeeding father. Breastfeeding itu sebetulnya ada aspek hormonal. Hormonal itu adalah salah satunya proaktif dan oksitosin. Oksitosin itu adalah hormon cinta. Breastfeeding itu unsurnya tinggi sekali, jadi tidak hanya bisa dilakukan oleh sang ibu,” ujar dr. Tiwi dalam agenda peluncuran New Softouch Pigeon yang berlangsung di kawasan GBK Senayan, Jakarta, Selasa (17/9/2024).
“Justru peran suami itu sangat penting dalam memanfaatkan hormon yang memiliki oksitosin atau hormon cinta,” tambahnya.
dr. Tiwi paham betul, fase menyusui bagi seorang ibu baru merupakan fase yang sangat berat. Bahkan, tidak bisa tenang untuk beristirahat selama 2-3 minggu di awal menyusui sang buah hati. Sebab itu, ada sebuah research yang mengatakan bahwa keberhasilan menyusui tanpa seorang ayah atau suami adalah hal yang mustahil.
“Jadi, ibu sebagai pelaku (yang menyusui), tapi yang membuat dia berhasil melalui masa terberat di enam minggu pertama adalah suami (si ayah bayi),” jelas dr. Tiwi
Bentuk dukungan yang dapat diberikan salah satunya adalah melalui refleks cinta dengan memberikan perhatian. Biasanya, para ibu menyusui akan lupa pada dirinya sendiri ketika harus mengalami fase-fase terberat. Mengingatkan untuk makan dan minum, misalnya, sudah menjadi bentuk dukungan dari suami yang dapat diberikan ketika ibu dalam fase awal menyusui.
Adapun bentuk dukungan lain yakni menggantikan popok si bayi yang kemungkinan akan mengalami diare di fasel awal menyusui. Selain itu, kata dr. Tiwi, tugas sendawakan si kecil setelah menyusui juga bisa diambil oleh sang ayah bayi.
Aktor tampan Billy Davidson turut berbagi pengalamannya kala menjadi support system bagi sang istri, Patricia Devina, di fase menyusui. Billy beranggapan, dalam fase tersebut menjadi sebuah teamwork baginya dan sang istri dalam merawat sang buah hati.
“Jadi setiap kalau istri aku lagi mengasihi, aku juga sering bantuin dia ganti popok, dan lain-lain. Jadi menurut aku, kayaknya terlalu overrated banget kalau dibilang suami itu hero kalau seandainya nolongin istrinya, atau mencoba untuk support istrinya. Karena menurut aku ya memang itu tanggung jawab berdua sih,” tutur Billy dalam kesempatan yang sama.
Kehadiran penuh Billy sebagai suami di fase menyusui, sangat berarti bagi Patricia. Mantan personel girlband Princess itu mengaku, pernah merasakan ketidakstabilan emosional di awal menjadi ibu mengasihi. Ia kerap kali terbawa perasaan, bahkan menangis tanpa sebab karena merasa tersinggung dengan sebuah ucapan. Namun, kehadiran Billy dan keluarga yang mendukungnya saat itu begitu membantunya melalui fase-fase sulit tersebut.
“Menurutku, dukungan dari suami dan keluarga di sekitar kita sangatlah penting. Ketika merasa ragu, cobalah bercerita kepada suami. Meskipun mereka tidak selalu memahami sepenuhnya, aku yakin mereka akan menanggapi dengan baik. Jadi, sebisa mungkin ketika sebagai seorang ibu baru merasa bingung atau belum paham, itu tidak masalah. Makanya kenapa kita punya husband untuk support kita,” kata Patricia.
dr. Tiwi menjelaskan, menjadi hal wajar bagi seorang ibu di fase awal menyusui memiliki hormon yang imbalance. Sehingga, mereka memiliki emosi yang unstable alias tidak stabil.
“Kadang-kadang, kesedihan dan kelelahan itu juga membuat drop out untuk menyusui,” imbuh dr. Tiwi.