Pemerintah Indonesia menargetkan produksi bioetanol dari tebu mencapai 1,2 juta kiloliter (KL) pada tahun 2030, sebagai bagian dari komitmen untuk mendukung biofuel dalam bauran bahan bakar nabati (BBN). 

Target ambisius ini di antaranya diwujudkan dengan perluasan areal tebu seluas 700.000 hektare yang mencakup lahan dari perkebunan negara, tebu rakyat, dan kawasan hutan. 

Pemerintah juga telah menerbitkan kebijakan peraturan seperti Perpres No. 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati, serta roadmap bertahap menuju penggunaan E5 (5% bioetanol) yang kemudian akan ditingkatkan ke E10 menjelang 2030.

Baca Juga: Jadi Bagian Pengembangan Food Estate, Pemerintah Targetkan Papua Produksi Bioetanol pada 2027

Berikut ini daftar beberapa pabrik dan proyek bioetanol tebu yang sudah beroperasi, dalam tahap pembangunan, atau direncanakan:

1. PTPN X – Pabrik Bioetanol di Pabrik Gula Gempolkrep, Mojokerto

Mengutip dari laman Antara, Salah satu pilar utama dalam pengembangan bioetanol nasional adalah PTPN X yang mengoperasikan Pabrik Bioetanol di Pabrik Gula (PG) Gempolkrep, Mojokerto, Jawa Timur. 

Fasilitas ini mampu memproduksi sekitar 30 juta liter bioetanol fuel grade per tahun dengan tingkat kemurnian mencapai 99,5 persen. Angka tersebut menjadikan pabrik ini sebagai salah satu produsen bioetanol terbesar di Indonesia, sekaligus penopang penting dalam upaya pemerintah mewujudkan kemandirian energi berbasis bahan bakar nabati.

Pabrik ini memanfaatkan tetes tebu (molasses) sebagai bahan baku utama, limbah hasil produksi gula yang diolah menjadi bioetanol bernilai tinggi. Pemanfaatan tetes tebu tidak hanya meningkatkan efisiensi industri gula, tetapi juga menghadirkan nilai tambah ekonomi bagi petani tebu dan daerah sekitar. 

Dengan pendekatan ini, PTPN X berkontribusi dalam membangun ekosistem energi terbarukan yang berkelanjutan tanpa mengorbankan ketahanan pangan.

Proyek bioetanol di Mojokerto ini menelan investasi sebesar Rp461,21 miliar, yang sebagian didukung oleh hibah dari New Energy and Industrial Technology Development Organization (NEDO) Jepang, serta dana internal PTPN X. 

Dukungan investasi internasional tersebut mencerminkan tingginya kepercayaan terhadap potensi energi hijau Indonesia dan komitmen PTPN X dalam menerapkan teknologi ramah lingkungan untuk mendukung program Bioetanol 10 persen (E10) di masa mendatang.

2. PTPN X – Rencana Pabrik Bioetanol Baru di PG Ngadiredjo, Kediri

Sebagai bagian dari upaya memperluas produksi bioetanol nasional, PTPN X tengah merencanakan pembangunan pabrik bioetanol baru di Pabrik Gula (PG) Ngadiredjo, Kediri, Jawa Timur. 

Fasilitas ini ditargetkan memiliki kapasitas produksi mencapai 30.000 kiloliter per tahun, menjadikannya salah satu proyek strategis yang diharapkan dapat memperkuat kontribusi sektor industri gula dalam penyediaan energi terbarukan. 

Proyek ini juga menjadi langkah lanjutan setelah keberhasilan operasional pabrik bioetanol di PG Gempolkrep, Mojokerto, yang telah lebih dulu berproduksi secara komersial.

Rencana pembangunan pabrik di Kediri ini didorong oleh ketersediaan bahan baku tetes tebu yang melimpah di wilayah kerja PTPN X. Potensi tersebut memungkinkan proses produksi bioetanol berjalan lebih efisien dan berkelanjutan, sekaligus membuka peluang ekonomi baru bagi petani tebu lokal. 

Dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di dalam negeri, proyek ini diharapkan tidak hanya mendukung program nasional Bioetanol 10 persen (E10), tetapi juga memperkuat ketahanan energi sekaligus meningkatkan nilai tambah industri gula di Indonesia.

3. PT Energi Agro Nusantara (PT Enero), Mojokerto, Jawa Timur

Pabrik bioetanol milik PT Energi Agro Nusantara (Enero) yang berlokasi di Mojokerto, Jawa Timur, saat ini memiliki kapasitas produksi sekitar 100 kiloliter per hari, atau setara dengan 30.000 kiloliter per tahun. 

Fasilitas ini menjadi salah satu pilar penting dalam mendukung program Bioetanol 10 persen (E10) yang dicanangkan pemerintah. Dengan teknologi pengolahan modern, Enero berhasil menghasilkan bioetanol fuel grade dengan tingkat kemurnian tinggi, menjadikannya salah satu produsen bioetanol terkemuka di Indonesia.

Mengutip dari Kompas, sejak tahun sebelumnya, Enero telah rutin memasok bioetanol fuel grade ke Pertamina Patra Niaga, menunjukkan bahwa produk dalam negeri sudah siap bersaing di sektor energi bersih. 

Ke depan, perusahaan menargetkan peningkatan produksi fuel grade hingga 70–80 persen dari total kapasitas pabrik, seiring meningkatnya permintaan pasar dan dorongan pemerintah terhadap penggunaan energi terbarukan. 

Langkah ini diharapkan mampu memperkuat ketahanan energi nasional sekaligus memperluas peran industri bioetanol sebagai bagian dari transisi energi hijau di Indonesia.

Baca Juga: Pemanfaatan Bioetanol dan Potensi Jadi Sumber Energi yang Penting untuk Dukung Bensin Hijau

4. Proyek Bioetanol di Merauke, Papua Selatan

Mengutip dari bisnis, proyek pengembangan bioetanol di Merauke, Papua Selatan, menjadi salah satu langkah strategis pemerintah dalam memperkuat kemandirian energi nasional berbasis sumber daya lokal. 

Proyek ini tidak hanya berfokus pada pembangunan pabrik bioetanol, tetapi juga mencakup pengembangan perkebunan tebu terpadu yang terintegrasi dengan program food estate di wilayah tersebut. 

Dengan potensi lahan yang luas dan subur, Merauke diproyeksikan menjadi salah satu sentra produksi bioetanol terbesar di Indonesia bagian timur, sekaligus membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat setempat.

Pabrik bioetanol di Merauke ditargetkan mulai beroperasi pada tahun 2027, dengan kapasitas produksi mencapai 150.000 hingga 300.000 kiloliter per tahun. 

Skala produksi yang besar ini diharapkan dapat berkontribusi signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan bioetanol nasional dan mendukung program Bioetanol 10 persen (E10). Selain memperkuat ketahanan energi, proyek ini juga menjadi simbol transformasi ekonomi daerah melalui pemanfaatan potensi alam Papua secara berkelanjutan.

Dengan beroperasinya berbagai pabrik bioetanol di sejumlah daerah seperti Mojokerto, Kediri, dan Merauke, Indonesia semakin mendekati target ambisiusnya untuk mengimplementasikan program Bioetanol 10 persen (E10) secara nasional. 

Langkah ini tidak hanya berperan dalam mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi daerah melalui pemanfaatan hasil perkebunan tebu secara maksimal.

Ke depan, kolaborasi antara pemerintah, BUMN, dan sektor swasta akan menjadi kunci dalam memastikan keberlanjutan industri bioetanol di Indonesia. Dengan dukungan riset, investasi teknologi, dan pengelolaan sumber daya yang efisien, bioetanol diharapkan dapat menjadi pilar utama dalam transisi energi bersih dan pembangunan ekonomi hijau di tanah air.