2. Kepemimpinan dan Pembentukan Orang-Orang

Kekuatan sebuah organisasi terletak pada orang-orangnya, dan membangun tim yang kohesif dan berkinerja tinggi membutuhkan kepemimpinan yang kuat di seluruh rantai operasi. Penderita disleksia, yang sering kali dipandang melalui sudut pandang sempit berupa kesulitan membaca dan keterbatasan lainnya, sering kali dapat unggul dalam peran kepemimpinan karena keterampilan komunikasi mereka, yang mereka kembangkan karena kebutuhan.

Disleksia memaksa individu untuk beradaptasi guna mengatasi keterbatasan lainnya, yang sering kali mengarah pada hubungan interpersonal yang lebih kuat dan kemampuan untuk mengartikulasikan ide dengan lebih jelas. Pemimpin penderita disleksia juga dapat membawa tingkat empati dan kecerdasan emosional yang lebih tinggi, yang penting untuk menciptakan budaya tempat kerja yang kohesif, produktif, berkelanjutan, dan mendukung.

Pemikiran Penderita Disleksia Sebagai Keunggulan Kompetitif

Meskipun disleksia biasanya dipandang sebagai gangguan, para peneliti di Universitas Cambridge menyarankan narasi yang berbeda. Mereka membantah bahwa orang dengan disleksia memiliki "kemampuan yang lebih baik" dalam penemuan, penciptaan, dan kreativitas.

Penulis utama Helen Taylor menekankan bahwa "kita sangat perlu mulai mengembangkan cara berpikir ini agar manusia dapat terus beradaptasi dan memecahkan tantangan utama."

Bagi para CEO dan pemimpin, mengembangkan pemikiran disleksia bukan hanya tentang inklusi—ini adalah langkah strategis. Bisnis harus memprioritaskan rasa ingin tahu, pemikiran jangka panjang, dan imajinasi agar tetap relevan dan kompetitif sekarang dan di masa mendatang. Mereka yang merangkul dan memanfaatkan kekuatan para pemikir disleksia kemungkinan besar akan menjadi orang-orang yang membentuk masa depan bisnis.

Baca Juga: Tips Jadi CEO Sukses: Ini 4 Kebiasaan untuk Berkembang di Dunia Bisnis yang Penuh Tekanan