Besarnya impor minyak terjadi akibat produksi dalam negeri yang terus menurun. Ia mengatakan, selama periode 2016-2019 saat masih menjabat Wakil Menteri ESDM, bersama Menteri ESDM saat itu-Ignasius Jonan, Kementerian ESDM melakukan lelang dan perpanjangan terhadap 30 blok migas. Dengan skema gross split saat itu, setiap pemenang lelang memiliki kewajiban untuk menyediakan dana eksplorasi yang disebut sebagai Komitmen Kerja Pasti.
Besaran dana Komitmen Kerja Pasti ini berbeda di masing-masing pemegang blok karena tergantung pada signature bonus (bonus tanda tangan) yang diberikan oleh pemenang lelang. Terhap blok yang diperpanjang dan dilelang, saat itu terkumpul dana komitmen kerja pasti sekitar USD2,7 miliar yang berlaku selama 5 tahun. Jika tidak digunakan untuk eksplorasi, dana itu akan menjadi milik pemerintah.
Baca Juga: Soemitro Samadikoen Soroti Upaya Swasembada Energi: Petani Indonesia Butuh Keseriusan
"Biaya eksplorasi itu dibutuhkan untuk memastikan bahwa pemenang lelang blok migas segera melakukan eksplorasi sehingga Indonesia mendapatkan kepastian akan produksi dan cadangan migas ke depan. Sebelum ketentuan itu diberlakukan, dana eksplorasi migas yang disediakan pemerintah hanya sekitar USD5 juta per tahun tidak cukup," katanya menambahkan.
Oleh karena itu, untuk menciptakan kemandirian energi di dalam negeri, eksplorasi dan produksi minyak harus terus ditingkatkan. Karena selain produksi minyak yang menurun, produksi gas bumi domestik juga tidak meningkat. Padahal dengan kebutuhan gas, terutama LNG dunia yang terus meningkat, pada tahun 2030 nanti diperkirakan akan terjadi kekurangan pasokan sekitar 70 mmtpa (Million Metric Ton Per Annum).
"Jika produksi LNG blok Masela sekitar 9,5 mmpta, kekurangan suplai LNG dunia di tahun 2030 sekitar 7 kali dari produksi Masela. Jadi, kita masih akan sangat tergantung pada energi fosil. Jangan ada narasi akan terjadi sunset pada industri energi fosil. Itu berbahaya dan tidak benar," tegasnya.