Minyak sawit sering menjadi sorotan dalam perdebatan global, mulai dari isu lingkungan hingga kesehatan. Namun di balik itu, ada faktor lain yang jarang dibicarakan, yakni persaingan bisnis. Hal ini diungkapkan oleh Founder dan Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Tungkot Sipayung.

“Sebetulnya yang terjadi di sawit ini secara internasional adalah persaingan bisnis. Dari 17 sumber minyak nabati dunia, ada empat yang terbesar, yaitu minyak sawit, kedelai, bunga matahari, dan canola. Empat minyak ini saja sudah menguasai hampir 90% produksi minyak nabati dunia,” jelas Tungkot, kepada Olenka, belum lama ini.

Menurutnya, dalam sejarah perdagangan global, minyak kedelai selama lebih dari 100 tahun mendominasi pasar, terutama dari Amerika Serikat, Argentina, dan Brasil. Begitu pula dengan canola dari Kanada serta Eropa, dan minyak bunga matahari dari Eropa Timur.

Namun, kata dia, kehadiran sawit mulai menggeser posisi tersebut, tidak hanya di pasar Asia seperti India dan Tiongkok, tetapi juga di Amerika dan Eropa.

“Jika dulu 60% konsumsi minyak nabati dunia berasal dari kedelai, setelah 2015 posisinya digeser oleh sawit. Kini, sekitar 60% konsumsi minyak nabati dunia adalah sawit. Artinya, sawit berhasil merebut market share yang sebelumnya dikuasai kedelai,” ungkap Tungkot.

Baca Juga: Takaran Aman Konsumsi Minyak Sawit

Keunggulan sawit ini, menurutnya, terletak pada produktivitas yang jauh lebih tinggi dibanding minyak nabati lain.

“Produktivitas minyak sawit itu sepuluh kali lipat dibanding minyak nabati lain, sehingga tidak mungkin bisa dikalahkan dalam price competition. Sawit adalah minyak nabati termurah di pasar karena paling efisien,” tambahnya.

Karena sulit ditandingi dari sisi harga, pesaing sawit menggunakan strategi lain, yakni non-price competition. Caranya, kata Tungkot, adalah dengan membangun persepsi negatif terhadap sawit.

“Yang paling mudah adalah mengubah persepsi orang. Maka dibuatlah narasi-narasi yang menyudutkan sawit, seperti sawit itu jahat, sawit itu merusak, bahkan ada yang bilang sawit mengandung kolesterol. Padahal, tanaman tidak punya kolesterol. Hanya hewan dan manusia yang punya kolesterol,” tegas Tungkot.

Tungkot lantas menegaskan, alasan utama sawit banyak diserang adalah karena daya saingnya yang sangat kuat.

“Kenapa sawit dimusuhi? Ya karena dia sangat kompetitif. Karena tidak bisa dilawan dengan harga, maka digunakanlah strategi non-price competition,” pungkasnya.

Baca Juga: BPDP Pamerkan Beragam Produk Turunan Sawit dalam PIISU 2025