Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sudah berada diambang kemenangan Pilpres 2024. Harapan menyudahi pertarungan hanya dalam sekali putaran tampaknya benar jadi kenyataan
Pasca pencoblosan pada 14 Februari 2024 lalu, sejumlah lembaga kredibel merilis hasil hitung cepat termasuk hitung cepat versi Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang semuanya memenangkan pasangan Prabowo-Gibran dengan perolehan suara lebih dari 50 persen.
Di tengah euforia kemenangan telak Pilpres 2024 versi hitung cepat itu, Prabowo Subianto membuka peluang untuk merekonsiliasi hubungan dengan lawan-lawan politiknya.
Dia mengatakan dirinya dan Gibran bakal merangkul semua kelompok masyarakat, termasuk pihak-pihak yang selama ini berseberangan untuk bahu membahu membangun bangsa ini.
"Kami akan menjadi presiden wapres dan pemerintah untuk seluruh rakyat Indonesia. Prabowo-Gibran dan seluruh KIM kami akan merangkul semua unsur dan semua kekuatan," ujar Prabowo dilansir Olenka.id Jumat (16/2/2024)
"Apapun sukunya, kelompok, etnisnya, rasnya, apapun agamanya, latar belakang sosialnya, seluruh rakyat Indonesia akan jadi tanggung jawab kami untuk menjaganya. Kami akan menyusun tim pemerintahan yang terdiri dari putra dan putri terbaik bangsa Indonesia," tambahnya.
Upaya rekonsiliasi yang gaungkan Prabowo Subianto rupanya tak disambut gembira PDI Perjuangan yang capres-cawapresnya kalah telak di berbagai daerah termasuk di wilayah yang selama ini dikenal sebagai basis PDIP atau kandang Banteng, seperti Jawa Tengah, Bali dan NTT.
PDIP lewat Sekretaris Jenderal partai, Hasto Kristiyanto menegaskan pihaknya bakal berdiri di luar pemerintahan sebagai oposisi jika Ganjar Pranowo-Mahfud MD benar menelan kekalahan di Pilpres 2024.
Hasto menegaskan, Partai Politik yang dibesut Megawati Soekarnoputri itu bakal berdiri sebagai pengontrol dan pengawas pemerintah. Pihaknya tidak akan tergiur dengan janji manis kekuasaan jika merapat ke kubu pemerintah. PDIP kata dia bakal kembali menjadi oposisi sebagaimana yang pernah dilakukan pada 2004 dan 2009 saat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkuasa.
"Indonesia ini tidak dikenal oposisi, tapi di luar struktur pemerintah," ujarnya, kemarin.
Hasto mengatakan, PDIP menjadi oposisi agar penguasa tak kebablasan, dia lantas mengungkit masa pemerintahan Jokowi yang saat itu merangkul banyak oposisi untuk masuk ke dalam kabinet pemerintahan, bagi Hasto kondisi seperti itu justru memperburuk iklim demokrasi bangsa lantaran hilangnya kontrol partai politik.
Baca Juga: Anies Baswedan Minta TNI-Polri Netral di Pemilu 2024
Baca Juga: Gibran Kembali Bertugas Sebagai Wali Kota Solo Setelah Menang Pilpres Versi Hitung Cepat
"Kondisi itu justru berpotensi membuat penguasa haus kekuasaan hingga memanipulasi hukum. PDIP akan berjuang di DPR. Melalui jalur parlemen," tegasnya.