Indonesia merupakan salah satu negara dengan pertumbuhan perekonomian digital yang pesat. Namun, kelangsungan pertumbuhan ini menuntut berbagai prasyarat, termasuk kemudahan berinvestasi, dukungan kesehatan industri telekomunikasi, serta pembangunan infrastruktur yang memadai.
"Kelangsungan transformasi digital ekonomi Indonesia masih banyak menghadapi tantangan, termasuk infrastruktur dasar seperti listrik dan internet yang belum memadai dan merata. Dukungan investasi yang bermakna sangat dibutuhkan untuk memunculkan inovasi yang mendukung pertumbuhannya," ujar Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Muhammad Nidhal, dikutip Rabu (23/7/2024).
Baca Juga: Menko Airlangga Yakinkan Investor Terkait Ketahanan Perekonomian Nasional
Nidhal menyebut, masih belum meratanya akses internet di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor. Yang pertama adanya kesulitan mencari investor yang berpartisipasi. Kehadiran investor, menurutnya, sangat krusial mengingat menantangnya topografi Indonesia serta luasnya wilayah yang perlu dijangkau.
Kehadiran swasta akan membantu pemerintah dalam penyediaan infrastruktur, seperti menara telekomunikasi, satelit, dan fiber optik. Hal ini, lanjutnya, dapat diminimalisasi dengan adanya kemudahan dari sisi regulasi investasi dan perizinan yang dapat difasilitasi oleh regulator.
Pemerintah memang telah melakukan berbagai terobosan dalam hal perizinan dan investasi di Indonesia. Namun, hal ini masih perlu ditingkatkan dengan memperhatikan berbagai masukan dan kasus yang sangat mungkin muncul di berbagai daerah.
Agar ekonomi digital dapat membawa manfaat ekonomis bagi masyarakat, diperlukan infrastruktur yang dapat menjamin tidak saja konektivitas yang baik, tetapi juga meratanya kualitas internet di seluruh Nusantara. Saat ini, infrastruktur masih timpang, terpusat di daerah perkotaan terutama di Sumatera, Jawa, dan Bali. Menurutnya, infrastruktur digital, konektivitas internet, dan sistem pembayaran masih membutuhkan penyempurnaan, baik dari sisi regulasi dan inovasi agar dapat mendukung kontribusinya terhadap ekosistem ekonomi digital.
Hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan, penetrasi internet di daerah tertinggal masih kurang optimal dengan kontribusi daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) hanya 3,2% pada penetrasi 67,6%. Sementara, kontribusi daerah non-3T mencapai 96,8% pada penetrasi 80%.
Investasi juga diharapkan dapat meningkatkan kegiatan riset dan inovasi dalam mendukung ekosistem ekonomi digital. Penting diakui bahwa terdapat kekurangan yang signifikan dalam pengembangan riset dan inovasi yang dibutuhkan agar bisa berdaya saing di sektor digital.
Dampaknya, kebijakan dan peraturan digital menjadi sporadis dan reaktif. Sejak tahun 2016, alokasi anggaran riset dan inovasi Indonesia tidak pernah mencapai 1% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, dibandingkan dengan standar UNESCO untuk negara berpenghasilan menengah ke atas yang mencapai 1-2% dari PDB. Bahkan, pada tahun 2023, anggaran riset Indonesia hanya sekitar 0,01 persen terhadap PDB, jauh di bawah Korea Selatan (4,5%), Jepang (2,5%), dan Amerika Serikat (1,5%).
Nilai ekonomi digital Indonesia di tahun 2023 mencapai US$77 miliar atau tumbuh 22 persen dari tahun sebelumnya, sesuai data Kementerian Koordinasi Bidang Ekonomi. Sementara itu, Presiden Joko Widodo di tahun 2023 yang lalu memproyeksikan nilai ekonomi digital Indonesia di tahun 2025 akan mencapai $230 miliar dan $315 miliar di tahun 2030.
Baca Juga: The Grand Outlet Bali Mulai Pembangunan Konstruksi di Kawasan Ekonomi Khusus Kura Kura Bali
Pesatnya pertumbuhan ekonomi digital Indonesia beberapa tahun belakangan ini terutama dimotori oleh e-commerce, fintech, dan media digital. Pandemi Covid-19 yang membatasi pergerakan juga turut mendorong pertumbuhan digitalisasi di berbagai bidang, seperti perdagangan, keuangan, pendidikan dan kesehatan.
Tak kalah pentingnya dalam mendorong transformasi digital ini adalah besarnya populasi Indonesia yang melek teknologi dan konsumsi ponsel pintar yang semakin tinggi di masyarakat. Data APJII menyebut, jumlah pengguna internet Indonesia tahun 2024 mencapai 222 juta jiwa dari total populasi 282 juta jiwa penduduk Indonesia tahun 2024.
Dari hasil survei penetrasi internet Indonesia 2024 yang dirilis APJII, tingkat penetrasi internet Indonesia menyentuh angka 79,5%. Jumlah ini naik 1,4% kalau dibandingkan dengan periode sebelumnya.
"Selain menerbitkan serangkaian regulasi yang tanggap dan mendukung pengembangan digitalisasi di berbagai bidang, pemerintah juga perlu memastikan kehadirannya lewat kebijakan yang antisipatif terhadap berbagai dinamika yang terjadi dalam transformasi digital tersebut, misalnya mendukung perkembangan ekonomi digital seperti meringankan peraturan-peraturan mengenai e-commerce dan fintech, serta untuk investasi di bidang infrastruktur digital," pungkasnya.