Dosen Vokasi Universitas Indonesia (UI), Ananta H. Nasution, menilai kinerja ekonomi nasional selama satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menunjukkan hasil yang positif dan menjanjikan arah pertumbuhan berkelanjutan di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Menurut Ananta, capaian ekonomi Indonesia sepanjang tahun pertama pemerintahan Prabowo–Gibran menggambarkan fondasi ekonomi dengan tren positif dan terjaga stabilitasnya. 

“Pertumbuhan ekonomi Indonesia di Triwulan II-2025 yang mencapai 5,12% adalah salah satu yang tertinggi di antara negara G20. Ini menjadi indikator bahwa fundamental ekonomi kita cukup kuat,” ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (20/10/2025).

Baca Juga: Menengok Upaya Pemberantasan Korupsi Selama Setahun Prabowo-Gibran

Baca Juga: Catatan PDI Perjuangan Jelang Setahun Prabowo-Gibran, Danantara Hingga MBG Menjadi Sorotan

Baca Juga: Satu Tahun Prabowo-Gibran: Menghitung Ulang Kekayaan SDA Menuju Kedaulatan Nasional

Ia menambahkan, capaian lain seperti inflasi yang terkendali di angka 2,65% dan defisit APBN yang hanya 1,56% dari PDB menunjukkan kehati-hatian dan disiplin kebijakan fiskal pemerintah. 

“Kombinasi antara stabilitas harga, defisit rendah, dan pertumbuhan ekonomi yang tetap tinggi adalah prestasi penting. Pasar modal pun merespons positif dengan rekor tertinggi IHSG di level 8.257 pada Oktober 2025,” jelas Ananta

Selain itu, penurunan tingkat pengangguran menjadi 4,76% dan angka kemiskinan yang turun ke 8,47% menurutnya menandakan kebijakan ekonomi Presiden Prabowo mulai menyentuh lapisan masyarakat bawah. 

“Ada indikasi kuat bahwa pertumbuhan ini bukan sekadar angka makro, tapi mulai terasa dampaknya bagi masyarakat luas,” ujarnya.

Namun demikian, Ananta menilai tantangan ke depan terletak pada kemampuan menjaga keseimbangan antara program populis dan keberlanjutan fiskal. Ia menyoroti pentingnya efektivitas program besar seperti Makan Bergizi Gratis, Sekolah Rakyat, dan Koperasi Merah Putih agar tidak menimbulkan beban fiskal jangka panjang.

“Program-program kerakyatan ini sangat strategis, tapi harus diimbangi dengan audit efektivitas dan efisiensi pembiayaan, serta tata kelola yang transparan. Kuncinya adalah memastikan manfaatnya tepat sasaran tanpa menambah tekanan fiskal negara,” tegasnya.

Lebih jauh, Ananta juga mendorong agar pemerintah mengalihkan belanja negara dari subsidi konsumtif ke arah subsidi produktif, terutama pada sektor pendidikan vokasi, teknologi pertanian, UMKM, dan infrastruktur logistik. Ia juga menilai koordinasi antara Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan harus semakin erat untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan inflasi di kisaran ideal 2,5–3,5%.

“Indonesia perlu memperkuat hilirisasi berkelanjutan, tidak hanya bergantung pada sektor tambang seperti nikel dan bauksit, tetapi juga memperluas hilirisasi agroindustri dan ekonomi hijau seperti energi terbarukan dan biofuel. Diversifikasi inilah yang akan menjadi mesin pertumbuhan baru,” tutur Ananta.

Ia juga menyoroti pentingnya peningkatan daya saing UMKM dan percepatan pemerataan ekonomi digital di luar Jawa.

“Ekonomi digital bisa menjadi jembatan pemerataan, tapi prasyaratnya adalah infrastruktur internet dan literasi digital yang kuat,” tambahnya.

Ananta miliki optimisme bahwa pemerintahan Prabowo sudah berada di jalur yang benar menuju transformasi ekonomi nasional. 

“Dengan disiplin fiskal, industrialisasi hijau, dan pemerataan digital, Indonesia sedang menyiapkan diri menjadi kekuatan ekonomi baru dunia menuju visi Indonesia Emas 2045,” pungkasnya.