4. Tupperware
Selanjutnya adalah Tupperware yang kebangkrutannya cukup menggemparkan, terutama bagi masyarakat Indonesia. Kendati sudah ditemukan sejak 1940-an, Earl S. Tupper mulai memeperkenalkan Tupperware ke publik pada 1946 dengan meluncurkan Wonderlier Bowl dan Bell Tumbler, sebagai produk pertama mereka.
Kehadiran Tupperware disambut sangat baik oleh masyarakat. wadah yang diproduksi Tupperware menjadi incaran karena dianggap praktis juga cukup membantu masyarakat untuk menyimpan bekal ketika sedang berada di luar rumah.
80 tahun menemani konsumen dan merajai pasaran, Tupperware tiba pada titik terendah perusahaan. Selama beberapa tahun terakhir, perusahaan terus mengalami kerugian yang juga disebabkan menurunnya permintaan, sehingga grafik penjualan terus menurun dari waktu ke waktu.
Selain permintaan pasar yang anjlok, penyebab lain yang membuat Tupperware harus mengibarkan bendera putih tak lain karena lonjakan biaya tenaga kerja, pengiriman, dan bahan baku. Berbagai strategi sudha dilakukan untuk memulihkan kondisi, sayangnya berujung nihil.
5. Nokia
Sebagai salah satu merek ponsel legendaris, Nokia juga sempat mengalami kebangkrutan hingga akhirnya diakuisis oleh Microsoft pada 2013 lalu. Ada banyak faktor yang menyebabkan brand ponsel rintisan Fredrik Idestam di Finlandia pada Mei 1865 ini gulung tikar.
Nokia dianggap terlalu terlena dengan kesuksesan yang sudah mereka pegang selama puluhan tahun. Hingga akhirnya, Nokia gagal melakukan inovasi dan terlambat menyadari bahwa zaman dan kebutuhan konsumen sudah berubah seiring berjalannya waktu.
Dalam sejumlah sumber disebutkan, sejak kemunculan smartphone iPhone dan Android, pengguna ponsel dengan cepat beralih dari ponsel Nokia ke smartphone. Transisi ini terjadi karena fitur dan kemampuan yang ditawarkan oleh smartphone jauh lebih menarik dan relevan dengan kebutuhan pengguna modern.
Keberhasilan ekosistem Android dan iOS dalam menarik minat developer juga menjadi faktor kunci dalam pergeseran ini. Dengan kemudahan dalam mempelajari platform tersebut, banyak developer berlomba-lomba menciptakan aplikasi, sehingga pengguna Android dan iOS memiliki beragam pilihan aplikasi. Di sisi lain, Nokia dengan Symbian dan Windows Phone tidak mampu menawarkan pilihan aplikasi yang cukup, membuatnya semakin tertinggal di pasar.
Meski sempat gulung tikar, Nokia kembali bangkit setelah mengubah strategi secara besar-besaran menuju jaringan telekomunikasi. Salah satu langkah signifikan dalam transformasi ini adalah akuisisi Alcatel-Lucent senilai US$16,6 miliar pada tahun 2016.
Saat ini, ponsel Nokia masih diproduksi oleh HMD Global, perusahaan asal Finlandia yang mendapatkan lisensi dari Nokia untuk melanjutkan produksi tersebut. Hal ini memungkinkan HMD Global untuk menjaga keberlanjutan merek Nokia di pasar ponsel.
Baca Juga: 5 Merek Makanan yang Sering Disangka Milik Brand Asing, Padahal Asli Lokal Punya!
6. The Body Shop
Selanjutnya adalah The Body Shop, toko kosmetik ternama di dunia yang juga mengalami kebangkrutan. Meski masih banyak ditemui ritel The Body Shop di sejumlah pusat perbelanjaan di Tanah Air, The Body Shop sudah menutup ratusan gerainya di Amerika Serikat dan Kanada.
Mengutip dari laman CNN, perusahaan kosmetik kenamaan yang berbasis di Inggris ini menyatakan, perusahaannya di AS sudah mengajukan kebangkrutan dan tak lagi beroperasi sejak 1 Maret 2024. Pemicunya tak lain karena kondisi inflasi yang tinggi dalam beberapa waktu terakhir. Sementara di Kanada, sebanyak 33 toko dari 105 toko The Body Shop berakhir dijual.
Sebelum menutup ratusa gerainya di AS dan Kanada, The Body Shop juga telah menutup hampir setengah dari 198 tokonya di Inggris.