Masyarakat tanah air baru saja dihebohkan dengan kabar kebangkrutan brand Tupperware. Merek wadah penyimpanan makanan asal Amerika Serikat favorit para ibu ini, baru saja mengajukan kebangkrutan ke Pengadilan Kepailitas AS untuk Distrik Delaware, Amerika Serikat, Selasa (17/9/2024).
Kabarnya, perusahaan terus mengalami peningkatan kerugian akibat penurunan permintaan yang drastis. Berbagai strategi pun telah dilakukan untuk menyelamatkan perusahaan. Sayangnya, brand wadah makan dan minuman yang sudah menemani konsumen sejak 1940-an ini memutuskan gulung tikar, setelah tak sanggup lagi menghadapi berbagai masalah dalam beberapa waktu terakhir.
Tupperware bukan satu-satunya brand penguasa pasar yang terpaksa angkat bendera putih, ada banyak brand kenamaan sebelumnya yang juga mengalami kebangkrutan. Berikut ini Olenka rangkum dari sejumlah sumber, Selasa (24/9/2024), deretan brand ternama yang terpaksa gulung tikar.
Baca Juga: Sosok di Balik Lahirnya Tupperware, Produsen Wadah Makanan dan Minuman Favorit Emak-emak
1. BlackBerry
Tentu kamu sudah tak asing lagi dengan merek ponsel kenamaan, BlackBerry. Dulu, BlackBerry pernah berjaya hingga menggeser dominasi merek Nokia, sebelum akhirnya tumbang pada Januari 2022 lalu.
BlackBerry mulai menunjukkan tanda-tanda meredup setelah tahun 2010. Sekira belasan tahun mencoba bertahan di pasar ponsel global, perusahaan Kanada ini memutuskan untuk menghentikan seluruh dukungan sistem operasi BlackBerry OS pada 4 Januari 2022. Dengan kata lain, semua ponsel dan tablet merek BlackBerry tidak bisa lagi digunakan.
Ada banyak faktor kebangkrutan yang dialami oleh BlackBerry. Dalam sejumlah sumber disebutkan, faktor utamanya tak lain adalah meremehkan kehadiran Apple iPhone yang diperkenalkan oleh Steve Jobs pada 2007 lalu.
CEO BlackBerry, Mike Lazaridis dan Jim Balsillie, kala itu menilai iPhone seperti ponsel mainan. Keduanya membandingkan kualitas iPhone dengan BlackBerry, seperti baterai lemah hingga keyboard sentuh iPhone yang dinilai susah digunakan dibandingkan keyboard fisik BlackBerry.
Namun pada akhirnya, BlackBerry juga merilis ponsel dengan layar sentuh yang diberi nama BlackBerry Storm. Sayangnya, ini dianggap sebagai produk gagal lantaran ditemukan sejumlah kekurangan seperti layar sentuh yang susah digunakan dan browser yang lambat, sehingga tak laku di pasaran.
Alasan lain BlackBerry gagal bertahan adalah kesetiaannya terhadap sistem operasinya. Di OS BlackBerry, jumlah aplikasi yang tersedia sangat sedikit dibandingkan dengan Android atau iOS, yang menawarkan banyak aplikasi untuk pengguna.
Ketika BlackBerry akhirnya membuka toko aplikasi untuk aplikasi populer, langkah ini dianggap sudah terlambat. Banyak pengguna merasa toko aplikasi BlackBerry sulit digunakan dan desainnya mengganggu pengalaman mereka.
2. Toshiba
Setelah 148 tahun berjaya, raksasa elektronik Toshiba juga mengalami kebangkrutan pada 2024 dan sudah diakuisisi oleh perusahaan lain.
Toshiba merupakan brand elektronik asal Jepang yang sudah berdiri sejak 1875. Ini juga menjadi salah satu perusahaan penyelamat dan pembangkit perekonomian Jepang pasca perang dunia ke-2.
Sebelum mengalami kebangkrutan, brand Toshiba sempat terlibat skandal pada 2015. Toshiba dituduh terlibat dalam skandal keluarga dengan memanipulasi laporan keuntungannya selama tujuh tahun berturut-turut.
Dalam periode tersebut, perusahaan mencatat keuntungan fiktif sebesar US$1,2 miliar. Setelah skandal terungkap, CEO Toshiba dan delapan eksekutif senior lainnya kala itu mengundurkan diri.
Akibat skandal keuangan ini, sekira tahun 2015-2016, Toshiba menghentikan produksi TV, menjual anak perusahaan sensor kamera ke Sony, serta menjual anak perusahaan alat medis ke Canon. Selain itu, 80% saham anak perusahaan alat rumah tangga dijual kepada Midea Group dari China.
Pada 2017, anak perusahaan Toshiba yang bergerak di bidang pembangkit nuklir di AS, Westinghouse Electric, mengalami kebangkrutan. Saat itu, utang perusahaan melebihi aset yang dimiliki, dan mencetak kerugian sebesar US$ 3,4 miliar.
Kondisi Toshiba semakin memburuk dan terpuruk di tahun-tahun berikutnya. Terlebih, karena persaingan bisnis yang ketat dan kegagalan inovasi yang kerap dilakukan raksasa elektronik pada masanya ini.
Manajemen kemudian memutuskan untuk menerima pendanaan dari investor asing. Sayangnya, justru memunculkan masalah baru, termasuk perbedaan pendapat mengenai keputusan bisnis.
Satu dekade berusaha memulihkan posisinya dengan berbagai skandal dan kerugian besar, Toshiba pun benar-benar mengalami kebangkruta pada tahun ini. Pihaknya pun menjual sejumlah unit TV dan PC, serta memisahkan divisi yang dianggap paling bernilai, yaitu semikonduktor.
Baca Juga: 5 Brand Kompetitor Tupperware yang Merajai Pasaran, Mulai dari Lion Star hingga Corkcicle!
3. Kodak
Bagi pecinta dunia fotografi, pasti sudah tak asing dengan brand kenamaan Kodak. Kodak menambah panjang daftar brand yang pernah berjaya pada masanya juga mengalami kebangkrutan. Usut punya usut, Kodak bangkrut lantaran meremehkan inovasi dari karyawannya.
Kodak menjadi perusahaan kamera analog yang melegenda dan didirikan oleh George Eastman sejak 1888. Tak sendiri, Eastman merintis Kodak bersama William Hall Walker. Kehadiran kamera segenggam tangan itu, membantu banyak orang yang tak perlu susah payah membawa peralatan fotografi yang besar.
Hal tersebut membuat Kodak berhasil merajai pasaran dan membuat sejarah fotorafi tak terlepas dari kehadiran Kodak. Sayangnya, perusahaan mengalami kebangkrutan pada 2013 silam.
Mengutip dari laman Times of India, perusahaan pelopor fotografi tersebut juga dinilai tak sanggup melawan arus digital yang semakin berkembang setiap tahun
Para pengamat menilai, kesalahan Kodak membuang proyek-proyek baru terlalu cepat yang menyebarkan investasi digital terlalu luas, dan puas pada penilaian. Seperti penilaian dari Rochester, New York, yang membutakan perusahaan untuk berinovasi pada teknologi lain.
"Kodak sangat puas dengan penilaian Rochester dan tak pernah mengembangkan kehadiran teknologi baru di pusat-pusat dunia," ujar Rosabeth Kanter, Profesor Administrasi Bisnis Arbuckle di Harvard Business School.
"Ini seperti mereka tinggal di museum," sindirnya.
4. Tupperware
Selanjutnya adalah Tupperware yang kebangkrutannya cukup menggemparkan, terutama bagi masyarakat Indonesia. Kendati sudah ditemukan sejak 1940-an, Earl S. Tupper mulai memeperkenalkan Tupperware ke publik pada 1946 dengan meluncurkan Wonderlier Bowl dan Bell Tumbler, sebagai produk pertama mereka.
Kehadiran Tupperware disambut sangat baik oleh masyarakat. wadah yang diproduksi Tupperware menjadi incaran karena dianggap praktis juga cukup membantu masyarakat untuk menyimpan bekal ketika sedang berada di luar rumah.
80 tahun menemani konsumen dan merajai pasaran, Tupperware tiba pada titik terendah perusahaan. Selama beberapa tahun terakhir, perusahaan terus mengalami kerugian yang juga disebabkan menurunnya permintaan, sehingga grafik penjualan terus menurun dari waktu ke waktu.
Selain permintaan pasar yang anjlok, penyebab lain yang membuat Tupperware harus mengibarkan bendera putih tak lain karena lonjakan biaya tenaga kerja, pengiriman, dan bahan baku. Berbagai strategi sudha dilakukan untuk memulihkan kondisi, sayangnya berujung nihil.
5. Nokia
Sebagai salah satu merek ponsel legendaris, Nokia juga sempat mengalami kebangkrutan hingga akhirnya diakuisis oleh Microsoft pada 2013 lalu. Ada banyak faktor yang menyebabkan brand ponsel rintisan Fredrik Idestam di Finlandia pada Mei 1865 ini gulung tikar.
Nokia dianggap terlalu terlena dengan kesuksesan yang sudah mereka pegang selama puluhan tahun. Hingga akhirnya, Nokia gagal melakukan inovasi dan terlambat menyadari bahwa zaman dan kebutuhan konsumen sudah berubah seiring berjalannya waktu.
Dalam sejumlah sumber disebutkan, sejak kemunculan smartphone iPhone dan Android, pengguna ponsel dengan cepat beralih dari ponsel Nokia ke smartphone. Transisi ini terjadi karena fitur dan kemampuan yang ditawarkan oleh smartphone jauh lebih menarik dan relevan dengan kebutuhan pengguna modern.
Keberhasilan ekosistem Android dan iOS dalam menarik minat developer juga menjadi faktor kunci dalam pergeseran ini. Dengan kemudahan dalam mempelajari platform tersebut, banyak developer berlomba-lomba menciptakan aplikasi, sehingga pengguna Android dan iOS memiliki beragam pilihan aplikasi. Di sisi lain, Nokia dengan Symbian dan Windows Phone tidak mampu menawarkan pilihan aplikasi yang cukup, membuatnya semakin tertinggal di pasar.
Meski sempat gulung tikar, Nokia kembali bangkit setelah mengubah strategi secara besar-besaran menuju jaringan telekomunikasi. Salah satu langkah signifikan dalam transformasi ini adalah akuisisi Alcatel-Lucent senilai US$16,6 miliar pada tahun 2016.
Saat ini, ponsel Nokia masih diproduksi oleh HMD Global, perusahaan asal Finlandia yang mendapatkan lisensi dari Nokia untuk melanjutkan produksi tersebut. Hal ini memungkinkan HMD Global untuk menjaga keberlanjutan merek Nokia di pasar ponsel.
Baca Juga: 5 Merek Makanan yang Sering Disangka Milik Brand Asing, Padahal Asli Lokal Punya!
6. The Body Shop
Selanjutnya adalah The Body Shop, toko kosmetik ternama di dunia yang juga mengalami kebangkrutan. Meski masih banyak ditemui ritel The Body Shop di sejumlah pusat perbelanjaan di Tanah Air, The Body Shop sudah menutup ratusan gerainya di Amerika Serikat dan Kanada.
Mengutip dari laman CNN, perusahaan kosmetik kenamaan yang berbasis di Inggris ini menyatakan, perusahaannya di AS sudah mengajukan kebangkrutan dan tak lagi beroperasi sejak 1 Maret 2024. Pemicunya tak lain karena kondisi inflasi yang tinggi dalam beberapa waktu terakhir. Sementara di Kanada, sebanyak 33 toko dari 105 toko The Body Shop berakhir dijual.
Sebelum menutup ratusa gerainya di AS dan Kanada, The Body Shop juga telah menutup hampir setengah dari 198 tokonya di Inggris.
7. Jamu Nyonya Meneer
Selanjutnya adalah PT Nyonya Meneer yang menjadi salah satu perusahaan jamu terbesar di Tanah Air. Jamu Nyonya Meneer menutup pabriknya di Semarang pada 2017 dan bangkrut lantaran tak mampu membayar utang kepada sejumlah kreditur sebesar Rp7,04 miliar.
Selain itu, menurut Ketua Umum Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional, Dwi Ranny Pertiwi Zarman, kebangkrutan Nyonya Meneer disebabkan kurangnya inovasi, mengingat industri jamu juga harus menghadapi persaingan dengan produk lain dari dalam maupun luar negeri.
Baca Juga: Perjalanan Brand 3MONGKIS, dari Toko Flagship yang Diperluas hingga Koleksi Baru
8. Giant
Giant telah menutup seluruh gerainya di Indonesia pada Juli 2021, tepatnya saat pandemi COVID-19. Alasan ditutupnya gerai supermarket kenamaan ini tak lain karena pihak perusahaan ingin memfokuskan bisnis pada brand lainnya, diantaranya adalah IKEA, Guardian, dan Hero Supermarket, yang dinilai memiliki potensi pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan Giant.
Bisa dipastikan, Giant tumbang bukan karena bisnis online, meski cukup banyak isu berkembang bahwa penutupan awal Giant dikarenakan transaksi online. Aprindo selaku asosiasi bisnis terkait menyatakan hal ini tidak berhubungan.
Itu dia daftar brand kenamaan yang sempat menguasai pasar namun sekarang sudah gulung tikar.